Hari ini saya membaca berita soal RUU Cilaka yang rese abis. Cuti dipangkas-pangkas, gaji seenak jidat, dan regulasi-regulasi lainnnya yang sungguh merugikan. Meski saya bukan pakar dalam bidang hukum, setidaknya saya tahu bahwa gaji dan cuti adalah hal yang esensial dalam dunia kerja. Tidak perlu repot-repot Googling saja kita tentu akan mencak-mencak jika perusahaan meminta kita bekerja selama enam hari kerja. Ya, enam hari kerja. Kamu nggak bisa pacaran, nggak bisa ke Holywings, nggak bisa rebahan dan Netflix and chill di akhir pekan.
Meski kita bukanlah negara komunis—dan mungkin tidak paham tapi tahunya razia buku aja, saya rasa kita perlu memiliki kesadaran kelas di sini. Nyatanya RUU Sapu Jagat itu akan menyapu bersih tenaga buruh. Habis-habisan. Tinggal tunggu waktu saja.
Begini, ada hal sederhana yang patut kita ketahui soal kelas ini. Buruh itu adalah orang yang bekerja dan mendapat upah. Selama kamu menukar tenaga dan waktumu untuk upah, maka kamu adalah buruh. Nggak peduli kamu kerja dengan embel-embel Start-up-millenial-yang-kerja-di-co-working-space-sambil-ngopi, kalau kamu masih menunggu gaji di akhir bulan sebagai modal mempercantik Instastory, maka kamu tetaplah disebut: buruh.
Jadi buruh itu bukan saja orang yang kerja mengangkat barang, atau menjahit, atau merakit sesuatu saja. Kita-kita yang kerjanya di depan laptop dan bangga dengan slogan “Kerja pakai otak nggak pakai tenaga” ini tetap saja buruh. Yang kalau RUU Cilaka ini diterapkan, modar sudah kita sekalian. Jangan kita merasa lebih tinggi dari orang-orang yang kita lihat kerjanya melelahkan dan pakai otot, toh semuanya sama-sama dirugikan RUU Cilaka ini.
Coba kalau kamu yang wanita sedang haid tetap dipaksa bekerja. Apa tidak ingin kamu acak-acak satu ruangan kantor itu?
Atau, kamu yang sudah berkeluarga, ingin bertemu anak dan istri di rumah tapi harus lembur melebihi jam normal, apa tak jengkel? Kita sama-sama rugi, saudara-saudari!
Lebih jauh lagi, RUU ini mungkin akan membuat anak-anakmu kelak akan sulit cari kerja. Tentu saja karena si Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) ini betul-betul menciptakan lapangan kerja buat pekerja asing dengan cara mempermudah regulasinya. Boom, makan tuh bule.
Jangan tertipu dengan kata “karyawan” atau “staff”. Kamu berkarya? Iya, kamu menghasilkan karya yaitu profit buat perusahaan. Dan munculnya RUU celaka ini bisa menjadi sebab semakin diperasnya hidup para buruh. Wong sebelum muncul peraturan baru ini aja, isu-isu buruh nggak pernah selesai. Tengoklah kasus Marsinah yang sudah lama, atau kasus pelecehan seksual yang masih terjadi.
Coba melapor, dong!
Mayoritas korban atau saksi dari aksi pelecehan seksual di tempat kerja biasanya nggak akan bicara. Alasannya? Takut karier mereka jadi jelek dan di-blacklist perusahaan-perushaan sedunia. Itu satu, belum lagi isu-isu lainnya yang nggak kunjung kelar. Dan kini kita punya masalah baru, yaitu RUU celaka ini.
Kabar baiknya—tentu untuk perusahaan, RUU ini sudah disahkan presiden dan sudah diterima DPR. Ya, Pak Jokowi yang populis dan pro kepada investor rakyat itu. Masalahnya, rakyat yang mana? Segmen masyarakat mana yang hendak diperhatikan? Sebab bos-bos kamu pun juga rakyat, lho. Hehehe.
Sudahlah, memang sudah sepatutnya kita sadar bahwa janji-janji manis para politikus itu nggak jauh-jauh dari profit. Toh sekarang RUU Cilaka ini nyatanya merugikan buruh juga. Mau berusaha berpikir positif bagaimanapun, memang buruh ya dirugikan dengan aturan kontroversial ini. Kamu bekerja delapan jam sehari, satu jam pergi satu jam pulang, jadilah sepuluh jam kamu habiskan di luar rumah. Tidak perlu bicara passion. Tubuh yang lelah, keluarga yang menunggu di rumah, nggak bisa semata-mata diganjar dengan uang.
Atau kamu masih merasa bahwa tentu pemerintah punya maksud yang baik. Benar juga, lagipula sekarang tempat kerja sudah dibuat ramah lingkungan, kan? AC ada, kursi nyaman, bisa sambil ngopi. Sementara di belahan Indonesia lain, orang-orang yang dibilang bekerja pakai tenaga itu sedang memperjuangkan hari liburnya untuk keluarga, atau sekadar memperjuangkan jam malamnya untuk merenggangkan kaki.
Benar juga, RUU Cilaka nggak bikin kita kenapa-kenapa, kok!
BACA JUGA Apa itu Prekariat dan Hubungannya dengan Omnibus Law yang Ramai Dibicarakan atau tulisan Abiel Matthew Budiyanto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.