Cek riwayat lokasi, infrastruktur, konstruksi, dan legalitas
Tanya warga sekitar: “Di sini pernah banjir nggak?” Jangan puas dengan jawaban agen property. Kalau bisa, cari tahu di Google Maps atau bahkan cek berita lokal soal wilayah itu. Kalau wilayah langganan banjir atau longsor, abaikan saja. Lalu cari opsi lain.
Lihat juga lebar jalan, akses kendaraan dari kota, jaringan listrik dan air bersih. Banyak perumahan subsidi yang hanya terhubung ke jalan setapak sebelum akhirnya diaspal tipis menjelang peresmian. Bawa tukang atau orang yang paham bangunan saat survey. Cek pondasi, kualitas tembok, kemiringan atap, bahkan saluran air. Jangan percaya brosur, percayalah pada palu tukang andalan.
Minta salinan IMB, sertifikat tanah, dan amdal. Kalau mereka berbelit, itu sinyal merah. Rumah boleh murah, tapi jangan sampai beli tanah sengketa atau zona abu-abu. Jika terlalu banyak iming-iming seperti “DP 0%, langsung huni, free semua biaya”, justru itu saatnya curiga. Bisa jadi itu strategi menghabiskan unit bermasalah.
Datangi saat musim hujan
Cara ini menurut saya yang paling jitu. Usahakan survey saat hujan deras atau setelah hujan semalaman, sebab kita bisa tahu lokasi itu rawan banjir atau tidak. Apakah jalannya menuju lokasi banjir atau tidak, kalau iya. Jelas mempertimbangkan opsi lain tentu lebih bijak.
Rumah itu tempat tinggal, bukan sekadar kredit
Sebanyak apa pun subsidi dari negara, rumah tetaplah tempat bernaung, bukan hanya cicilan murah belaka. Jangan tergiur cepat lunas tapi justru cepat rusak. Rumah subsidi memang bisa jadi solusi, tapi bukan berarti harus menanggalkan akal sehat dan insting bertahan hidup hanya karena harga yang murah.
Negara wajib hadir, ya. Tapi kita juga wajib teliti. Karena dalam dunia properti, harga murah bisa berarti “murah di depan, mahal di belakang”. Sekali masuk rumah subsidi zonk, kita tak hanya terperangkap dalam bangunan ringkih, tapi juga dalam skema KPR 15-20 tahun yang tak mengenal empati.
Saya merasa lebih baik menunda punya rumah daripada menyesal selamanya. Rumah bukan perlombaan, tapi tempat bertumbuh. Jangan sampai rumah impian berubah jadi kotak sempit penuh genangan dan dinding rapuh yang tiap malam kita tatap sambil berpikir: kenapa aku tergesa-gesa?
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Yang Perlu Dipahami sebelum Mengajukan KPR Subsidi (dan Menyesal)
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.


















