Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Riuh Rendah Mereka yang (Mengaku) Ateis

Abiel Matthew Budiyanto oleh Abiel Matthew Budiyanto
6 Juli 2020
A A
ateis mojok.co

ateis mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Barangkali Tuhan bukanlah penjelasan yang mengasyikan lagi di zaman ini. Ketika semua hal sudah dibungkus oleh sains, kisah-kisah ajaib dikalahkan oleh teknologi mutakhir dan mujizat dikalahkan obat-obatan terbaru.

Di Amerika, jumlah orang yang mengaku dirinya ateis bertambah-tambah. Menurut survey dari Pew Research, di tahun 2018 dan 2019, 4% dari orang dewasa di Amerika mengaku dirinya ateis. Pada tahun 2009, angka tersebut hanya berada di titik 2%. Jumlah ateis meningkat seiring berjalannya waktu.

Di Inggris pada tahun 2016, sebuah gereja kehilangan generasi penerusnya. Anak-anak muda kehilangan minat untuk menyibukkan diri dengan hal-hal rohani. “Kami kehilangan generasi penerus.” kata seorang jemaat senior di gereja tersebut.

Tren tersebut juga sampai ke negara kita. Akhir-akhir ini banyak kreator konten yang membawa bendera ateisme atau agnostisisme. Tidak sulit mencarinya, sebab ya, memang itu adalah hal yang baru dan menarik.

Dan segala yang menarik dan baru tentu akan mendapat perhatian. Banyak sekali dukungan bagi unggahan yang isinya menunjukkan betapa bobrok dan tidak relevannya agama beserta pengikutnya di abad ini. Dengan catatan, yang biasa “diincar” adalah agama-agama monoteistik, khususnya fanatisme umatnya yang kadang tak masuk akal.

Ujung-ujungnya, menurut saya, mereka ingin bilang bahwa Tuhan tidak ada, agama adalah bullshit dan kita nggak perlu itu semua.

Baiklah, namun kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa sejak dahulu kala—jauh sebelum ada agama—manusia sudah percaya pada “roh” di alam. Dinamisme, animisme, totemisme, adalah embrio bagi agama-agama mayoritas saat ini. Kita bisa mengatakan bahwa itulah Tuhan-nya manusia di masa lampau. Dari “roh” itu kemudian berkembang menjadi politeisme dan monoteisme.

Tentu agama tidak selamanya baik bin benar. Sejarah membuktikan bahwa pernah manusia berperang atas nama agama. Bahwa manusia tak berdosa jadi korban atas nama agama, itu juga fakta sejarah yang tidak bisa diabaikan.

Baca Juga:

Curhatan Santri: Kami Juga Manusia, Jangan Memasang Ekspektasi Ketinggian

Jika Tuhan Mahakuasa, Kenapa Manusia Menderita? oleh Ulil Abshar Abdalla: Sekumpulan Esai Memahami Akidah Islam

Namun apa kemudian pilihan meninggalkan Tuhan adalah keputusan yang membawa pada kebenaran hakiki? Tunggu dulu. Kalau hanya melihat manusia yang terjebak fanatisme itu, bisa jadi kita secara otomatis membuat garis hubungan antara perilakunya dengan agamanya. Dan itu kurang fair sebetulnya.

Agama sebenarnya membantu kita menemukan hal-hal baik di muka bumi. Tidak melulu agama membahas kiamat, dosa-dosa, atau surga neraka. Bahkan ajaran-ajaran agama sebetulnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dan menurut saya, dengan agama kita bisa memandang dunia dengan kacamata yang lebih hangat.

Kalau agama menjanjikan dunia yang ideal, sebetulnya bukan berarti agama itu halu atau utopis. Justru di situ manusia diajak untuk mengusahakan dunia yang lebih baik. Dengan bersedekah, misalnya.

Memang, tanpa perlu beragama manusia sudah bisa melakukan hal itu. Kita nggak perlu repot-repot beribadah untuk sekadar menolong orang yang kecelakaan. Kita juga nggak perlu repot-repot berdoa untuk berbagi kepada sesama. Maka, kalau ada satu hal yang bisa saya terka tentang tren tidak-percaya-Tuhan ini adalah: ritus-ritus tersebut membosankan. Bilang aja males ibadah.

Doa, ibadah, atau rutinitas rohani apapun memang membosankan pada awalnya. Tapi justru di situ tantangannya, menemukan makna di balik rutinitas, mendapatkan sesuatu dari sana.

Makanya, kadang saya bingung kalau melihat unggahan-unggahan yang isinya misuh-misuhin agama. Lha, yang dipotret di sana cuma kelakuan buruknya, tentu saja situ kecewa. Membawa-bawa sains dalam mengkritik agama, tapi kok nggak proporsional dalam melihat sejarahnya?

Atau sebenarnya mereka memang dasarnya nggak suka saja dengan kelakuan orang-orang agamis yang terjebak fanatisme buta. Kalau alasannya begini, ya nggak perlu repot-repot meniadakan Tuhan. Tinggal dijauhi saja orang-orang demikian.

Lama kelamaan, tren menjadi ateis ini rasanya jadi semacam pembenaran untuk mencela orang-orang yang beragama. Bungkusannya ilmiah, tapi maksudnya hanya untuk mengejek saja. Saya curiga sebetulnya mereka-mereka itu nggak betulan ateis. Melainkan hanya ogah beribadah saja. Hih.

BACA JUGA Bahkan Karl Marx (yang Katanya Kiri) Akan Tertawa Terpingkal Melihat Karya-Karyanya Disita dan tulisan Abiel Matthew Budiyanto lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 6 Juli 2020 oleh

Tags: agamaateisTuhan
Abiel Matthew Budiyanto

Abiel Matthew Budiyanto

ArtikelTerkait

Nggak Habis Pikir Sama Orang yang Tidak Menghabiskan Makanan Hajatan terminal mojok.co

Pertanyaan Makan sebagai Penanda Kelas Ekonomi dan Kadar Moral Seseorang

2 Mei 2020
Fungsi Menanyakan Agama Orang Itu buat Apa, sih? terminal mojok.co tiktok war tanya agama sopan atau nggak

Fungsi Menanyakan Agama Orang Itu buat Apa, sih?

16 Desember 2020
Belajar Toleransi Beragama dengan Datang Langsung ke Ambon terminal mojok.co

Culte de La Raison, ‘Agama’ Ateis yang Lahir dari Revolusi Prancis

10 September 2020
menganut lebih dari satu agama, mbel-Embel Garis Lucu dan Tahun-tahun yang Tidak Ramah Bagi Umat Beragama

Embel-Embel Garis Lucu dan Tahun yang Tidak Ramah Bagi Umat Beragama

14 Desember 2019
Agama baru Hellbound

Kiat-kiat Bikin Agama Baru ala Hellbound

27 November 2021
Hari Raya Ketupat

Tradisi Hari Raya Ketupat di Kota Bitung Sebagai Solusi Mempersatukan Masyarakat

21 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.