Review Jujur Macbook dari Orang yang Pertama Kali Pakai Produk Apple

MacBook Pro 2012: Laptop Unibody yang Bisa Diutak-Atik Sesuka Hati

MacBook Pro 2012: Laptop Unibody yang Bisa Diutak-Atik Sesuka Hati (pixabay.com)

Macbook ternyata nggak seribet itu

Saya berani bilang, produk Apple adalah produk yang paling dikenal orang. Dari logonya saja, kita langsung kenal produk tersebut. Kita pun paham kualitasnya, apalagi harganya. Bah, paham betul.

Dua alasan ini membuat produk Apple laris di pasaran. Iya, kebanyakan yang membeli memang berdasarkan dua alasan tadi. Ada yang cukup puas dengan kualitasnya, tapi tidak sedikit yang membeli hanya untuk pamer.

Saya sendiri secara diam-diam cukup memperhatikan produk Apple ini. Meski demikian, di usia yang hampir kepala tiga ini, saya belum pernah sekali pun mencoba produknya. Entah itu iPhone, AirPods, atau Macbook.

Kenapa saya belum pernah mencoba? Karena saya merasa produk Apple ini agak ribet. Terlihat dari beberapa tombol asing yang ada, plus tombol-tombol lain yang nggak ada di produknya. Selain itu, ya masalah harga.

Namun, sejalan dengan kebutuhan saya untuk menulis dan keperluan kantoran lainnya, saya pun perlu laptop yang nyaman untuk digunakan sebagai penunjang aktivitas. Setelah agak lama, akhirnya saya pun mencoba Macbook.

Setelah memakai beberapa bulan, saya mengamini ucapan dari David GadgetIn. Ia pernah mengatakan, kalau sudah memakai produk Apple, susah untuk berpaling. Ya gimana, secara keseluruhan, produk Apple, khususnya Macbook, memang cukup menyenangkan digunakan.

Pertama, secara fisik, Macbook memang cukup tipis dan terkesan minimalis. Warna yang ditawarkan juga cukup pas. Tidak hitam yang monoton, atau putih yang rawan kotor, melainkan warna abu-abu, perak, dan emas. Yah, warna elegan.

Bukan rahasia umum ketika pertama menggunakan Macbook akan mengalami kebingungan. Apalagi trackpad-nya tidak ada klik kanan untuk refresh. Iya, sebuah kebiasaan pengguna Windows. Namun, setelah pemakaian agak lama, trackpad dari Macbook ini adalah satu hal yang paling saya puja-puji.

Agak terkesan alay, sih, tapi memang semenakjubkan itu. Sensasinya mirip layar sentuh yang cukup memudahkan digunakan. Ada banyak fungsi yang membuat trackpad Macbook sangat efisien ketimbang windows.

Penggunaan satu, dua atau tiga jari pada trackpad memiliki fungsi yang berbeda. Satu jari untuk mengendalikan kursor, dua jari untuk option, dan tiga jari untuk memindahkankan file. Alhasil, tidak ada peristiwa menyebalkan ketika menggunakan kursor tiba-tiba file ikut berpindah.

Memang perlu adaptasi, tapi ketika sudah terbiasa, sistem ini cukup menyenangkan. Saya pun jarang sekali menggunakan mouse karena sudah sangat nyaman dengan hanya memakai trackpad saja.

Kemudian untuk penggunaan keyboard sendiri cukup nyaman. Sebagai orang yang punya hobi menulis, keyboard macbook ini tidak mengecewakan, sih. Nyaman saja dipakai untuk sekadar keperluan menulis.

Oh, iya, perlu diketahui juga kalau keyboard di Macbook tidak ada tombol control. Namun tenang saja, fungsi tombol control dapat digantikan dengan tombol command.

Yang paling saya suka adalah ketahanan baterai yang kalau hanya digunakan untuk menulis, bisa lebih dari 6 jam. Keunggulan ini cukup menakjubkan bagi saya yang sebelumnya memakai laptop dengan baterai rusak, yang harus dicas jika ingin digunakan.

Dari tadi kita bicara hal-hal positif terus. Selanjutnya, kita bahas minusnya, biar berimbang.

Tak ada gading yang tak retak

Namun, dari penggunaan selama dua bulan ini, tentu saja ada sisi negatifnya. Tidak mungkin sebuah produk sempurna secara utuh.

Salah satunya adalah kesan minimalis yang ditawarkan membuat Macbook tidak memiliki colokan HDMI. Alhasil, kita perlu membeli aksesoris tambahan untuk dapat menyambungkan ke proyektor. Ini cukup menyusahkan sih, apalagi bagi kalian yang memang punya keperluan untuk presentasi. Saya kira hal ini adalah tindakan sengaja. Semacam marketing agar dapat menjual produk secara terpisah.

Kemudian, saya merasa agak “tertipu” oleh beberapa review yang mengatakan kalau produk Apple tidak lemot, bahkan tidak ada buffering sama sekali. Sebagai gambaran, saya memakai Macbook Air 2017. Kalau dikatakan tidak lemot, saya setuju, tapi jika dikatakan tidak ada buffering sama sekali, sepertinya tidak juga. Apalagi ketika membuka aplikasi yang agak berat.

Aksesoris tambahan Macbook juga lumayan mahal. Misal tas laptop. Sekadar info, Macbook memiliki ukuran 13 inch, berbeda dengan laptop lain yang ukurannya 12 atau 14 inch. Alhasil tas yang ukuran 13 inch pasti punya Macbook, dan tentu saja harga yang ditawarkan lebih mahal. Benar-benar tidak masuk akal.

Belum lagi software yang dipakai juga tidak gratis dan harus ori. Bagi pengguna windows yang selalu pakai bajakan, hal ini lumayan bikin kaget.

Meski demikian, tentu ada cara-cara lain yang bisa dilakukan untuk “mengakali” sistem tersebut. Yah, pembajak akan selalu lebih unggul. Namun, software crack semacam itu juga tetep saja harus bayar. Meski dengan harga yang lebih murah dari ori.

Yah, sebuah produk bagus tentu saja sebanding dengan biaya dan perawatannya. Namun, jika memang sudah sangat memerlukan laptop yang daya tahan baterai yang sangat kuat, serta penggunaan yang efisien untuk keperluan kantoran, saya kira mencoba menggunakan Macbook tidak ada salahnya.

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Harga MacBook Pro 16 Inci Memang Mahal, tapi Ia Sangat Menggoda

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version