Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Review ‘All Quiet on the Western Front’, Tiada yang Riang di Masa Perang

Muhammad Rizal Firdaus oleh Muhammad Rizal Firdaus
8 Februari 2021
A A
Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Saya tiba-tiba berkeinginan untuk menulis sebuah artikel setelah mendengar tentang peristiwa kudeta kekuasaan yang dilakukan oleh pihak militer di Myanmar serta melihat gonjang-ganjing jagat dunia perwibuan yang diramaikan oleh pembunuhan tokoh Sasha Blouse oleh Gabi Braun di episode terbaru dari anime Attack on Titan. Invasi yang dilakukan oleh pasukan militer pulau Paradis ke kota tempat tinggal para Marleyan memperlihatkan adegan penduduk lokal serta tamu-tamu penting dari mancanegara diinjak-injak secara bengis oleh Eren Yaeger. Kejadian itu menunjukkan betapa kejamnya masa perang, bahkan di anime sekalipun.

Sangatlah sulit bagi para penonton untuk menentukan pendirian moral atas kejadian mengerikan tersebut. Perihal Gabi bersalah atau tidak karena sudah menembak Sasha sudah sering diperdebatkan oleh sobat penulis lain di Terminal Mojok. Namun, di artikel ini saya ingin membahas tentang brutalnya perseteruan antara suatu negara dan negara lain melalui perspektif peristiwa Perang Dunia I yang saya dasarkan kepada salah satu novel klasik yang pernah saya baca berjudul All Quiet on the Western Front karya Erich Maria Remarque.

Sedikit uraian

Novel ini menceritakan tentang Paul Bäumer, remaja Jerman berumur 18 tahun yang dihadapkan dengan panggilan untuk melaksanakan kewajiban militer demi menjadi anggota pasukan infanteri di front sebelah barat Jerman yang berbatasan dengan Prancis. Masa Perang Dunia I (1914-1918) merupakan penyebab para pemuda Jerman beserta pemuda dari negara-negara lainnya diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pelatihan militer yang pada akhirnya membuat mereka ditempatkan ke kota ataupun sektor di mana pertempuran sedang terjadi.

Paul Bäumer tidak sendirian dalam melaksanakan kewajiban militernya, melainkan bersama-sama dengan teman-teman sekelasnya pada saat SMA, seperti Albert Kropp, Müller, dan Kemmerich. Di sana, ia juga bertemu teman-teman baru seperti Tjaden, Detering, Westhus, serta sahabat terdekatnya yaitu Katczinsky. Teman-teman Paul sangat berperan besar dalam cerita ini. Banyak momen-momen kocak, nakal, dan menyentuh hati dalam pertemanan mereka. Diceritakan juga momen saat Paul ikut dalam misi untuk pergi ke garis depan atau sering disebut “no man’s land”, yang biasanya dipenuhi oleh trenches atau parit-parit buatan guna berlindung sekaligus menekan musuh di seberang. Banyak cerita lainnya yang dapat menguras tawa serta kesedihan saat membaca novel ini.

Sastra dan gerakan pasifisme

Cerita novel antiperang klasik keluaran 1929 ini sangatlah menakutkan sekaligus menyedihkan. Sebab, kita disuguhi oleh penggambaran tentang bagaimana keadaan di masa perang yang sebenarnya serta bagaimana kehidupan para penduduk sipil dari sudut pandang salah satu prajurit yang terjun langsung ke zona konflik.

Sangat mengiris hati apabila melihat pemuda-pemuda yang baru saja menikmati dunia dan sedang mempersiapkan kehidupan dewasanya terpaksa menghadapi kegelapan serta kekejaman dunia melalui peperangan. Seakan-akan darah, bunyi ledakan, selongsong peluru, kubangan air, serta pagar berduri menjadi makanan sehari-hari. Kengerian perang juga ditunjukkan dengan fakta bahwa orang-orang yang tak saling mengenal tiba-tiba didorong untuk saling membunuh secara brutal demi menunjukkan semangat (so-called) “nationalism and patriotism”. Hal ini oleh para pihak naif diartikan bahwa mengorbankan diri mereka untuk negara dan para saudara setanah air merupakan hal yang mulia. Padahal yang mereka inginkan sebenarnya hanyalah hidup dengan damai antara manusia satu dan manusia yang lainnya.

Novel ini menggambarkan secara jelas bahwa perang bukan hanya tentang kehormatan, kejayaan, dan rasa patriotisme, namun juga dengan kebrutalan, ketakutan, dan kehampaan hidup. Para pemuda ini berhadapan dengan masa depan yang tidak jelas karena mereka selalu berada di ambang keadaan antara hidup dan mati. Akankah di esok hari mereka masih bisa membuka mata. 

Setelah berhasil selamat dari perang pun, mereka tidak tahu nasibnya akan menjadi seperti apa karena semua pengalaman dan pembelajaran yang telah dilalui di masa pendidikan sebelumnya musnah di masa perang tersebut. Oleh karena itu, para penyintas masa Perang Dunia I ini disebut dengan julukan “Lost Generation”. Layaknya perkataan Gertrude Stein saat bercerita kepada Ernest Hemingway.

Baca Juga:

Pesan Cinta untuk para Wibu yang Sering Mengandaikan Jepang Menang PD-II

Mengenal Salon de thé François, Kafe Sarang Aktivis Legendaris di Jepang

“That is what you are. That’s what you all are… all of you young people who served in the war. You are a lost generation.”

BACA JUGA Almarhumah Nenek Saya dan Perang yang Tak Padam dalam Ingatan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 Februari 2021 oleh

Tags: perang duniasejarah dunia
Muhammad Rizal Firdaus

Muhammad Rizal Firdaus

Penikmat setia masakan ibu.

ArtikelTerkait

Lebih dari Komik, One Piece Adalah Sejarah Dunia Kita

Lebih dari Komik, One Piece Adalah Sejarah Dunia Kita

16 Januari 2020
Salon de thé François industri musik jepang mojok

Mengenal Salon de thé François, Kafe Sarang Aktivis Legendaris di Jepang

31 Mei 2021

Pesan Cinta untuk para Wibu yang Sering Mengandaikan Jepang Menang PD-II

7 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.