ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Almarhumah Nenek Saya dan Perang yang Tak Padam dalam Ingatan

Muh. Syahrul Padli oleh Muh. Syahrul Padli
31 Desember 2020
A A
Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Almarhumah nenek buyut saya adalah penyintas perang. Mulai dari pendudukan Belanda hingga Jepang telah dia rasakan. Ingatan buruk masa lalu tentang anggota keluarganya yang ditangkap dan dieksekusi atau rumahnya yang dibakar selalu membekas di kepalanya karena dia adalah saksi matanya.

Ingatan tentang perang yang dilalui nenek, saya yakini, terbawa sampai ke hembusan napas terakhirnya. Selepas kepergian nenek saya, ingatan buruk itu diwariskan kepada saya, cicit laki-laki paling tuanya. Bahkan, pernah ada suatu masa ketika saya SD, muncul keinginan membalas dendam pada keturunan para penjajah itu.

Meskipun keinginan membalas dendam sudah tidak ada lagi, sampai sekarang, saya selalu bertanya-tanya hal ini. Jika bekas sedemikian dalam bisa tersimpan dalam pikiran dan batin nenek saya, apakah para para tentara yang pernah turut serta dalam masa pendudukan merasa bersalah atas apa yang pernah mereka lakukan? Apakah keturunan para prajurit yang terlibat dalam invasi dan pendudukan merasa bersalah atas apa yang buyut mereka lakukan di masa lalu?

Keturunan para prajurit penjajah itu, kemungkinan besar tidak akan merasa bersalah. Mereka menganggap pendudukan atau invasi adalah kejadian masa lalu. Oleh karena itu terjadi di masa lalu, maka hal buruk pada masa itu adalah tanggungjawab orang pada masa itu, bukan tanggungjawab orang di masa sekarang. Tak ada hubungannya sama sekali dengan mereka.

Mereka menganggap bahwa dosa seseorang tidak diwariskan dari orangtua, paman, atau kakek mereka. Kira-kira seperti itulah logika berpikir mereka. Intinya, mereka tak akan peduli meskipun bekas luka batin itu memengaruhi saya dan nenek saya dan orang-orang yang merasakan hal yang sama di luar sana; yang hidupnya sangat berubah setelah kepala keluarga ditembak di depan mata mereka, ketika anak-anak gadis mereka mendapat perlakuan tak menyenangkan dan semacamnya. Mereka tak akan peduli bahwa tindakan leluhur mereka memicu dendam dan siklus kebencian tak berujung. Mereka disibukkan dengan urusan masa kini dan masa mendatang. Mereka tak ada waktu memikirkan hal-hal semacam itu.

Mereka, para keturunan prajurit Belanda dan Jepang itu berpendapat demikian karena mereka tak terkena imbas secara langsung dari sisa-sisa penjajahan. Sebagian kita, yang ikut merasakan secara langsung atau tak langsung masa tak mengenakkan itu tak mungkin bisa dengan enteng melupakannya.

Lalu pandangan saya sedikit berubah setelah membaca beberapa memoar yang ada hubungannya dengan perang. Saya menemukan pandangan bahwa peristiwa di masa lalu bukan hanya membekas pada korban perang saja melainkan juga membekas bagi beberapa prajurit yang terlibat langsung dalam peristiwa itu.

Saya pernah membaca sebuah orbituari yang sangat menarik dari Haruki Murakami tentang ayahnya yang meninggal dunia. Ketika muda, ayahnya pernah mengangkat senjata dalam pendudukan Jepang di Tiongkok. Ayah Murakami bukan tentara, hanya pemuda biasa yang dipaksa ikut wajib militer.

Ayah Murakami adalah sosok yang lebih tertarik pada Haiku (puisi khas Jepang) dibanding pertempuran di garis depan. Bahkan ketika jeda bertugas sebagai tentara yang khusus mengurusi dan mengamankan logistik perang, Ayah Murakami masih sempat menulis Haiku yang menceritakan tentang betapa tak senangnya dia dengan perang dan darah yang tumpah.

Ada momen yang selalu diingat Murakami tentang ritual berdoa di kuil kecil (butsudan) yang dilakukan ayah Murakami setiap pagi. Haruki Murakami pernah bertanya alasan ayahnya tak pernah absen melakukan ritual itu. Ayah Murakami menjawab bahwa dia mendoakan teman-temannya yang gugur di medan perang dan mendoakan juga tentara Tiongkok yang menghembuskan napas terakhir akibat perang itu.

Mungkin saja ada beberapa orang yang menyesal dan membawa ingatan buruk perang itu sampai mati, seperti ayah Haruki Murakami dan nenek saya. Jika ada contoh nyata seperti itu, mungkin sudah saatnya kita menatap hari esok dan tak menerima warisan kebencian dari sisa-sisa perang di masa lalu.

Jika para cicit tentara penjajah tak merasa menanggung dosa masa lalu buyut mereka, kenapa kita, para cicit buyut yang pernah dijajah, merasa harus mengenang penderitaan masa lalu? Bukankah ada masa depan yang lebih layak ditatap dengan optimisme?

Tapi eits, tunggu dulu. Berapa sih jumlah orang yang bisa move on dari dendamnya? Jangankan penjajahan, dendam kepada anak bangsa yang berbeda pandangan politik saja belum hilang sampai sekarang. Siklus dendam adalah siklus yang abadi hingga mungkin hari kiamat. Yang membedakan adalah penyebabnya saja. Meskipun banyak orang yang menyimpan dendam, nenek saya, semoga saja, bukan salah satunya.

Jauh dalam hati nenek saya, mungkin dia telah memaafkan peristiwa masa lalu itu. Barangkali, saya yang salah memaknai pengalamannya. Nenek saya menceritakannya untuk membuat saya lebih menghargai hidup serba nyaman yang saya punya sekarang—tidak sepertinya yang mengalami masa kelam. Nenek saya yang bahkan tak tamat SD tak bisa memberi motivasi ala Mario Teguh atau memberi wejangan bersikap bodo amat  ala Mark Manson. Beliau hanya bisa menjadikan cerita sebagai media belajar bagi cicit-cicitnya.

Selamat jalan, Nek. Alfatihah.

BACA JUGA Mari Sambut dengan Tawa Wacana Menkes Terawan Soal Wisata Kebugaran, Jamu, dan Kerokan  dan tulisan Muh. Syahrul Padli lainnya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 30 Desember 2020 oleh

Tags: belandajepangperang
Muh. Syahrul Padli

Muh. Syahrul Padli

Fi(k)sikawan teoretis dan ketua Komunitas Penghayat Sumur

ArtikelTerkait

Fenomena Banyak Idol K-Pop dari Jepang, Orang Korea Sebenarnya Benci atau Sayang_ terminal mojok

Fenomena Banyak Idol K-Pop dari Jepang, Orang Korea Sebenarnya Benci atau Sayang?

29 April 2021
5 Kuliner Legendaris di Kota Depok: Bakso Comberan Adalah Andalan! Terminal Mojok.co sejarah depok

Keunikannya Sudah Mendarah Daging: Sejarah Depok sebagai Sebuah Negara dan Merdeka Sejak 1714

12 September 2023
jerome polin sijabat youtuber nihongo mantappu mojok

Jerome Polin Memenuhi Semua Syarat untuk Menjadi Pemuda Harapan Pemudi

6 Mei 2020
Anak Muda Kurangi Konsumsi Alkohol, Pemerintah Jepang Pusing Terminal Mojok

Anak Muda Kurangi Konsumsi Alkohol, Pemerintah Jepang Pusing

20 Januari 2023
Kartun Barat Itu Bagus, tapi Kalah Kreatif Dibanding Anime terminal mojok.co

Anime dan Manga Adalah Cara Paling Asyik Belajar Budaya

5 September 2020
Meski Pernah Bersahabat dengan Belanda, Bukan Berarti Orang Buton Tidak Cinta NKRI terminal mojok.co

Meski Pernah Bersahabat dengan Belanda, Bukan Berarti Orang Buton Tidak Cinta NKRI

13 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Flash Sale Shopee Memang Bergerak Lebih Cepat dari Kecepatan Cahaya terminal mojok.co

Flash Sale Shopee Memang Bergerak Lebih Cepat dari Kecepatan Cahaya

Mengintip Perbedaan Blogger Indonesia Zaman Dulu dan Zaman Sekarang Terminal Mojok

Mengintip Perbedaan Blogger Indonesia Zaman Dulu dan Zaman Sekarang

3 Rekomendasi K-Movie Bertemakan Gangster yang Wajib Kamu Tonton Terminal Mojok

3 Rekomendasi K-Movie Bertemakan Gangster yang Wajib Kamu Tonton

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa Fakultas Peternakan Unsoed Terdiskriminasi karena Dianggap Nggak Punya Masa Depan dan Bau  Mojok.co

Mahasiswa Fakultas Peternakan Unsoed Terdiskriminasi karena Dianggap Nggak Punya Masa Depan dan Bau 

14 Juni 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar

Memberantas Tukang Parkir Liar di Surabaya dengan Menyegel Lahan Parkir Minimarket Itu Logika Ruwet, Cak Eri!

16 Juni 2025
Jalanan di Dalam UNS Menyiksa, Mahasiswa Baru Harus Hati-hati dan Waspada!

Jalanan di Dalam UNS Menyiksa, Mahasiswa Baru Harus Hati-hati dan Waspada!

14 Juni 2025
5 Roti Ini Sebaiknya Bertobat, Ada yang Bohong dan Penuh Jebakan

5 Roti Ini Sebaiknya Bertobat, Ada yang Bohong dan Penuh Jebakan

15 Juni 2025
Jurusan Sastra Jawa Nggak Bergengsi: Mahasiswa Lebih Sering Disangka Dukun daripada Akademisi

Jurusan Sastra Jawa Nggak Bergengsi: Mahasiswanya Lebih Sering Disangka Dukun daripada Akademisi

12 Juni 2025
4 Tipe Mahasiswa yang Nggak Cocok Kuliah di Unpad ciseke

4 Tempat di Sekitar Unpad yang Dianggap Angker

15 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Rasanya Jadi Perantau Mengurus KTP Hilang di Dukcapil Sleman: “Sat-Set”, Lima Menit Selesai, Tidak Ribet Seperti di Tangerang
  • Pertama Kali Punya Mobil Pribadi buat Pamer ke Tetangga, Malah Berujung Repot Sendiri hingga Dijual Lagi
  • 8 Tahun Mengendarai Yamaha Mio Bekas Motor Kakak, Sudah Nggak Cocok buat Pergi Wisata dan Sering Bawa Sial tapi Tetap Berharga
  • Naik Bus Mira karena Pengin Nikmati Perjalanan dengan Harga Murah, Malah Menderita karena “Keanehan” Penumpangnya
  • Pengalaman Pertama Naik Pesawat: Sok Berani padahal Takut Ketinggian, Berujung Malu dan Jadi Aib Tongkrongan
  • Menyangkal Pemerkosaan Massal 1998 adalah Bentuk Pelecehan Dua Kali: Fadli Zon Seharusnya Minta Maaf, meskipun Maaf Saja Tak Cukup

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.