Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Red Flag Hukum Indonesia: Istri Dilaporkan karena Suami Suka Mabuk

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
16 November 2021
A A
Istri Dilaporkan karena Suami Suka Mabuk Adalah Red Flag Hukum Indonesia terminal mojok.co
Share on FacebookShare on Twitter

Apakah hukum Indonesia itu baik? Pertanyaan macam ini pasti akan dijawab seturut sudut pandang Anda. Jika Anda benci pemerintah to the bone, Anda akan memandang hukum Indonesia hari ini sebagai sampah. Jika Anda fanboy nasionalisme, pasti percaya bahwa hukum kita paling sempurna.

Saya pribadi enggan memutuskan perkara baik dan buruk. Tapi saya lebih tertarik perkara manusia sebagai objek hukum memahami dan menjalankan hukum ini. “Orang baik tidak akan membutuhkan hukum agar mereka bertanggung jawab, sedangkan orang jahat akan mencari jalan menghindari hukum,” kata Plato.

Ujaran si bapak filsafat ini saya rasa pantas dalam tragedi hukum di Pengadilan Negeri Karawang. Seorang istri dituntut oleh jaksa 1 tahun penjara karena kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bukan karena kekerasan fisik ala aparat yang membanting demonstran, tapi kekerasan psikis terhadap suami. Kekerasan yang dimaksud adalah: memarahi dan mengusir suami karena menelantarkan keluarga dan mabuk-mabukan.

Singkat cerita, pasangan V (Istri) dan CYC (suami) sedang dalam proses perceraian. CYC yang warga naturalisasi WNI tidak terima dengan gugatan cerai ini. V sendiri menggugat karena CYC dinilai menelantarkan keluarga dengan menganggur dan menghabiskan uang untuk pulang ke Taiwan negara asalnya.

Kasus berlanjut dan lempar gugatan terjadi. Puncaknya CYC menggugat V karena melakukan KDRT psikis. Dan seperti yang saya jelaskan, karena V marah terhadap kebiasaan CYC mabuk-mabukan.

Saya yakin, Stevie Wonder saja bisa melihat tragedi yang nggatheli ini. Apalagi bicara moral susila masyarakat kita. CYC memang pantas dicerai bahkan diperkarakan karena sikap abai pada keluarga. Tapi hukum sepakat bahwa V pantas dituntut karena marah-marah pada sikap bajingan si suami.

Hukum memang seperti Themis si dewi hukum: buta dan siap menebas pelanggar. Dalam kasus ini, V sudah memenuhi kriteria untuk diperkarakan. Dan secara hukum, V telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 45 ayat 1 Juncto pasal 5 huruf b UU Penghapusan KDRT.

Secara hukum, V bersalah. Secara hukum, CYC adalah korban. Apakah ini berarti UU Penghapusan KDRT memang buruk? Relatif sih, toh dulu UU ini diharapkan bisa menghapus KDRT yang menjadi endemik dalam kehidupan sosial Indonesia.

Baca Juga:

Keadilan Restoratif: Istilah yang Tak Lagi Berharga Gara-gara Penegak Hukum Indonesia

Tapi hukum bukanlah barang sepele. Tidak semudah Anda melabel seseorang bajingan tengik berdasar opini pribadi. Tuntutan kepada V telah menjalani proses legal dan layak di mata hukum. Inilah kerja hukum di seluruh dunia. Selama melanggar hukum, maka hukuman akan menjadi konsekuensi. Tidak peduli seberapa ndlogok kasusnya.

Pencuri kayu yang kelaparan dipenjara sesuai hukum. Penyebar chat mesum atasan dituntut sesuai hukum. Sedangkan koruptor Bansos dihukum ringan karena sistem hukum. Dari sekian banyak kasus, kita melihat bahwa hukum bekerja dengan cara yang sering berlawanan dengan nurani.

Nah, maka menjadi penting bagi masyarakat untuk melek hukum. Kita berhak menggugat dan mengajukan banding tanpa pandang bulu. Karena memang hukum memandang semua individu sama. Bahasa kerennya sih equality before law. Ini adalah dasar hukum legal di seluruh dunia, dan tercantum di Pasal 27 ayat 1 UUD 1945.

Pengetahuan terhadap hukum menjadi penting, kalau berlebihan disebut wajib. Setiap warga negara harus paham bagaimana hukum bekerja atas mereka. Harus paham bagaimana mereka terikat terhadap hukum, bahkan karena tanpa sengaja lahir di sebuah negara.

Idealnya, sih demikian. Tapi realita bicara lain. Akses menuju pengetahuan atas hukum tidak mudah. Bahkan bisa dibilang barang mewah. Masyarakat yang termarjinalkan tentu sulit untuk memahami hukum. Selain tidak adanya akses, hidup mereka sudah sesak oleh ketimpangan sosial. Jangankan memahami hukum, memikirkan besok makan apa sudah menghabiskan segala daya mereka.

Akses menuju bantuan hukum juga sangat terbatas. Selain perkara sulitnya akses tadi, memang lembaga bantuan hukum juga sering kewalahan. Kesadaran kolektif masyarakat memang belum terbentuk, atau lebih tepatnya dihalangi untuk terbentuk. Karena apa? Ya karena segala kesesakan dan ketimpangan yang struktural dan kultural.

Dan belum cukup merepotkan, memang hukum masih rentan dipermainkan. Seperti ungkapan Plato di awal, selalu ada cara untuk mengakali hukum. Apalagi dengan sumber daya kapital yang disempurnakan oknum nakal. Contohnya ya kasus V ini. V sudah memiliki kuasa hukum, dan dia tetap terjerat hukum yang terdengar tak adil ini. Hanya terdengar ya, karena kalau menurut hukum legal memang sudah adil.

Inilah red flag terhadap hukum Indonesia. Memang, hukum tidak bisa memuaskan semua orang. Tapi hukum menjadi alat mengerikan ketika masyarakat yang buta hukum disempurnakan dengan rentan dipermainkan oknum.

Lalu mau ke mana kita? Apakah kita akan bertahan dalam pusaran ketimpangan hukum ini? Atau menanti ada revisi dari otoritas yang terlampau bebal dan ndlogok? Atau kita akan berani bergerak sendiri seperti Ojol melawan Gacoan?

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 16 November 2021 oleh

Tags: Hukum Indonesiasuka mabuk
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Keadilan Restoratif: Istilah yang Tak Lagi Berharga Gara-gara Penegak Hukum Indonesia

Keadilan Restoratif: Istilah yang Tak Lagi Berharga Gara-gara Penegak Hukum Indonesia

28 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.