Sebagai seorang pemuda Muslim di era kiwari, saya tak bisa menghindar dari fenomena dakwah yang serupa air saat hujan. Ada di mana-mana. Di televisi, YouTube, Instagram (semisal @hawaariyyun yang akan kita bahas kali ini), Twitter, Facebook, bahkan status WhatsApp pun ada. Para dai mulai dari dai beneran sampai dai kaleng-kaleng yang nggak jelas belajarnya dari mana pun berlomba-lomba berdakwah di berbagai linimasa media sosial.
Kita kemudian kenal dengan nama-nama semisal Ustaz Felix Siauw yang tak pernah berhenti menjadi ide konten buat para penulis Mojok menyampaikan pesan dakwah. Sekalipun kerap mendapat penolakan dan boikot dari pihak tertentu, beliau tak pernah patah semangat. Nggak kayak antum, baru dapet email penolakan naskah dari Mojok sekali-dua kali aja sudah menyerah. Hufft.
Selain beliau, tentu ada nama-nama lain. Ada Gus Miftah, Ustaz Abdul Somad, Ustaz Adi Hidayat, hingga para anak muda influencer pendakwah seperti Alfa Abdurrahman, orang di balik akun Instagram @hawaariyyun yang sudah memiliki 820 ribu followers. 2000 kali lipat lebih banyak daripada followers IG saya. Duh, duh, untung aja jumlah followers bukan syarat masuk surga.
Sebetulnya masih ada banyak nama lain akun so called ustaz yang followers-nya ratusan ribu bahkan jutaan. Terutama dari kalangan qari’. Ada nama Hanan Attaki, Muzammil Hasballah, hingga Taqy Malik—seorang qari’ muda yang tak lain mantan suami Salmafina yang baru-baru ini memutuskan unhijrah (baca: pindah agama).
Kehadiran para pendakwah itu tentulah sepatutnya disambut baik. Sebab, bagaimanapun, tekad mereka mulia belaka. Ingin sebanyak-banyaknya menebarkan kemanfaatan, kebaikan, dan menjauhkan orang lain dari jalan-jalan menuju neraka. Meskipun hanya lewat video 1 menit dan ilmu yang pas-pasan. Nggak apa-apa to? Kan kata Nabi, sampaikanlah walau cuma satu ayat.
Memang sih di ayat-ayat dan hadis-hadis lain ada perintah untuk tak asal dakwah. Bahwa sebelum seseorang berdakwah ia harus memiliki ilmu yang mumpuni sekaligus memahami adab berdakwah. Tapi, kan, apa salahnya coba berdakwah walaupun dengan ilmu seadanya? Daripada bikin video bareng squishy dan paranormal experience yang sama sekali nggak bernilai pahala, mendingan dakwah. Ya nggak?
Adapun kalau ada di antara para pendakwah kemarin sore itu yang salah ucap atau melakukan blunder ketika nulis caption, ya harap dimaklumi. Namanya aja manusia. Tempat lupa dan khilaf. Kalau mereka lupa, tentu tugas kitalah mengingatkannya. Sedangkan kalau mereka khilaf, tinggal kita minta video klarifikasinya aja (toh, dengan “mengaku khilaf dan minta maaf”, segala urusan langsung selesai, bukan?) . Eh, maksud saya, kita luruskan gitu. Sesama Muslim kan harus saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran.
Termasuk dalam menyikapi caption IG @hawaariyyun yang baru-baru ini diunggahnya. Dalam postingan berjudul “Face”, anak muda yang postingan-nya selalu dikomentari oleh Ustaz Felix Siauw itu menulis sepenggal kalimat begini: “Pernah suatu ketika Rasulullah iseng2 ngeprank seorang nenek tua yang perlahan membungkuk mendatangi beliau dengan sisa tenaganya.” Ya, intinya nyeritain hadis soal nanti penduduk surga tuh muda-muda semua. Nggak ada yang nenek-nenek.
Apa ada yang salah dengan caption itu? Kalau ada yang salah, kenapa para followers @hawaariyyun hampir semuanya membubuhkan kata-kata positif semisal “masyaallah” dan “uhibbuka fillah akhi sholeh nan jomblo” di kolom komentar postingan itu? Terus, Ustaz Felix yang biasanya komen, kenapa diem-diem aja ya? Padahal kan sebagai senior, seharusnya beliau dengan gesit memberikan peringatan. Ah, barangkali beliau terlewat saja karena sedang sangat sibuk memikirkan kondisi umat.
Monmaap, saya harus katakan, caption @hawaariyyun itu mengandung kekeliruan yang cukup fatal. Bukan, bukan karena @hawaariyyun adalah kawan karib Ustaz Felix lantas beliau saya salahkan. Sungguh bukan. Saya hanya ingin beramar makruf nahi mungkar belaka. Meski saya nggak sebaik Akh Alfa Abdurrahman, saya tetap boleh kan amar makruf nahi mungkar?
Kita tentu masih ingat dengan Ustaz Evi yang menyebut “Nabi Muhammad pernah tersesat”, Ustaz Syam dengan kata-kata “pesta seks di surga”, dan Ustaz Hanan At-Taki yang mengklaim Nabi Musa sebagai “premannya para Nabi”. Memang sih para ustaz itu kemudian membuat klarifikasi dan umat pun sedikit memaafkannya. Akan tetapi, kesalahan-kesalahan “kecil” itu membuat nama mereka seketika tercemar. Apalagi di negeri dengan peribahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” ini. Wah, keseleo lidah atau jempol bisa panjang urusannya.
Lalu, apa kesalahan @hawaariyyun? Yee, pake nanya. Tentu saja gara-gara ia menulis “Rasulullah iseng2 ngeprank”. Woy, ente kira Rasulullah itu Atta Halilintar apa? Itu kan diksi yang tampak suul adab sekali. Kita tahu kata “prank” itu kesannya negatif dan dibenci orang. Dan penggunaan diksi semacam itu terhadap orang semulia Rasulullah tentu sangatlah nggak pas. Apalagi kalau yang menggunakannya adalah seorang dai cum influencer muda dengan ratusan ribu pengikut setia! Wow, amat besar pengaruhnya.
Kalau Andre Taulany yang notabene pelawak aja dibully habis-habisan karena bilang “itu badan apa kebon”, saya nggak bisa membayangkan apa yang bakal didapat Alfa Abdurrahman. Seharusnya sih diunfoll rame-rame. Eh tapi, mana mungkin, wong followersnya pada anteng-anteng aja baca itu caption. Duh, mereka kira orang kalau udah dikenal sebagai “da’i muda” omongannya selalu bener kali, ya. Nggak keles. Sekelas Nabi dan ulama sepuh aja bisa berbuat salah, apa lagi cuma aktivis medsos yang kebetulan suka ngeshare konten berbau agama.
Bukan kali ini aja @hawaariyyun bikin blunder. Ia juga pernah mencetuskan istilah “Predator Quran”. Agak-agak mirip gitulah polanya dengan kata-kata “Turn Back Quran”. Maksudnya mungkin sebagai istilah untuk orang yang selalu dekat dengan Quran. Tapi, karena kemampuan berbahasa yang nggak memadai, jatuhnya malah jadi menghinakan Quran.
Rasa-rasanya, para dai medsos itu mesti lebih banyak lagi belajar sebelum bikin konten. Terutama belajar adab dan gaya bahasa. Supaya lain kali nggak lagi kejadian menyebut “Rasulullah iseng2 ngeprank”, “Nabi Musa itu premannya para Nabi”, dan yang semacamnya.
Dakwah gaul sih dakwah gaul. Tapi, bukan berarti nyamain Nabi dengan Atta Halilintar dan Hercules juga kali. Dan juga, dakwah itu harus baik konten maupun caranya. Bukan kontennya doang yang baik. Tapi caranya sembarangan. Sama lah kayak kalau kamu mau nulis buat Mojok. Bukan kontennya doang yang harus “Mojok”, tapi cara nulisnya juga. Kalau enggak begitu, tulisan kamu nggak bakal diterima di sisi-Nya Redaktur Mojok. Eh.