Berhubung saya bukan penggemar Naruto ataupun One Piece, maka tentu saja saya tidak begitu ambil pusing dengan perdebatan seputar mana yang terbaik. Dua-duanya sama saja menurut saya, sama-sama bukan produk lokal, hahaha. Bercanda zheyenkkk.
Meski demikian, harus saya akui, dibanding Naruto, saya memang lebih dekat dengan One Piece. Sempat menonton beberapa episodenya dan kenal beberapa karakternya. Salah satu karakter yang paling nempel di otak saya adalah Sanji. Karakternya yang jago masak dan sangat menghargai wanita membuat saya jadi kagum.
Sebenarnya, saya mengenal manga ini bukan karena sengaja. Maksudnya bukan karena saya tertarik untuk menonton, tapi karena suami saya adalah penggemarnya. Dari kecil sampai sekarang dia sudah punya anak kecil, rasa cintanya pada One Piece tuh nggak hilang, yang ada malah bertambah, hmm.
Saya diajak kenalan sama manga ini sejak kami masih pacaran. Alasannya biar saya tahu kenapa dia sebegitu cintanya sama One Piece. Padahal saya juga nggak butuh itu. Yang saya butuh itu kepastian: Kapan kamu ngelamar saya, Mas? Eh salah, yang saya butuh adalah jawaban dari “Mana yang lebih kamu cintai, saya atau One Piece?” Halah, lebay.
Ketika ngumpul dengan teman, entah itu teman saya atau temannya dia, sering saya ditanya, “Bagaimana sih rasanya punya pasangan yang adalah OP garis keras?” Mmm, sebenarnya kurang lebih sama aja sih dengan perasaan orang-orang yang pasangannya suka sama apa pun itu, tapi karena saya yang ditanya, maka inilah jawaban saya.
Harus berbesar hati untuk bersaing secara sehat maupun tidak sehat
Jika sekarang saya sudah ada pada titik bisa menerima kecintaan suami saya pada One Piece, percayalah, dulu juga saya pernah ada pada masa sering dibuat kesal gara-gara OP. Rasanya saya sudah kayak punya saingan. Mending kalau saingannya berwujud nyata, lah ini malah fiksi.
Pernah gitu yah, saat hape android belum ada dan kami lagi LDR (karena dia lagi tugas ke luar daerah), saya dibuat khawatir sekaligus kesal. Saya telpon-telpon, nggak diangkat. Mau coba telpon temannya, tapi malu. Beberapa jam kemudian, dia kirim SMS, “Maaf nggak diangkat, tadi lagi nge-One Piece.”
LAGI NGE-ONE PIECE.
“Apa susahnya sih angkat telpon doang?”
“Nanti ngobrolnya nggak konsen dong.”
“Ya kan nontonnya bisa dilanjut besok.”
“Nggak bisa, besok aku sibuk sampai malam.”
“Oke, Mas, oke.”
Karena sudah telanjur kesal, yang namanya jurus ancam-mengancam keluarlah sudah. Saya SMS deh tuh, “Kamu pilih saya atau One Piece?”
Astaga ya ampuuunnn, kalau ingat kejadian itu saya malah jadi malu sendiri. Pertanyaan macam apa itu? Saya yakin banget, waktu itu si Luffy dan kawan-kawan pasti makin besar kepala deh. Apalagi pas suami saya (dulu masih pacar) dengan entengnya menjawab, “One Piece, lah.” Wah, bener-bener ini. Jawabannya nggak sopan. Saya merasa ternodai sekali. Eh, maksudnya merasa tersakiti. Bisa-bisanya dia jawab begitu. Untung cuma bercanda. Bercandaannya nggak lucu tapi yah.
Harus siap menerima One Piece sebagai bagian dari perayaan hari spesial
Hari spesial di sini tuh maksudnya hari ulang tahun. Kalau anniversary yang SETAHUN SEKALI itu, nggak pernah kami rayakan.
Mau itu saya yang ulang tahun atau dia yang ulang tahun, hal yang bersangkut paut dengan komik ini ini tetap ada. Kalau dia yang ulang tahun paling saya hadiahin pernak-pernik One Piece. Nggak, bukan yang harganya mahal. Yang biasa aja, xixixi.
Kalau saya yang ulang tahun, apa pun itu kadonya, di kartu ucapannya selalu tertera nama dia terus digabungin sama nama karakter One Piece. Ya, ya, ya.
Pernah juga sih entah karena dia lagi bokek (hahaha) atau karena memang pengen romantis, pas saya ulang tahun, nggak dikasih kado berupa benda yang bisa disentuh gitu, tapi dikasih video. Video waktu kami jalan-jalan di kampung saya, terus musiknya pakai soundtrack OP. Itu manis banget sih buat saya, hehehe.
Ketika sudah berumah tangga, kedekatan dengan One Piece semakin nyata
Kalau waktu pacaran cuma dengar ceritanya dia saat nge-One Piece, setelah menikah tentu saja jadi lihat langsung. Kalau nggak nonton, baca komiknya, ya dia berselancar di akun-akun yang ada hubungannya dengan One Piece.
Ada satu soundtrack-nya yang sangat sering dia putar. Judulnya (kalau nggak salah) Hikari E. Itu saking seringnya dia putar, saya juga sampai suka hapal. Tapi memang asyik sih kalau didengar, jadi bersemangat gitu.
Dulu juga sebenarnya anak kami mau dikasih nama salah satu karakter yang ada One Piece-nya, tapi saya nggak setuju. Apa-apaan. Kalau mau yah sekalian digabungin dong sama nama tokoh di novel favorit saya, hahaha. Kacau… kacau deh tuh, wqwqwq.
Jadi yah, kira-kira begitulah sedikit cerita tentang apa yang saya rasakan karena suami saya adalah penggemar manga ini. Sejauh ini sih belum kelewat batas, jadi masih bisa saya terima lah.
Baru-baru ini, saya mencoba untuk cari keributan dengan jelek-jelekin One Piece. Bisa ditebak apa yang saya dapat? Yak, betul. Tatapan sinis sambil bilang, “Nggak usah ikut campur sama sesuatu yang nggak kamu tahu.” Begitu katanya, bwahahaha.
BACA JUGA Rekomendasi Manga yang Layak Dijadikan Teman Rebahan dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.