Kita, terutama ibu-ibu, tentu sering mendengar bahwasanya makan ikan baik bagi tumbuh kembang anak dan mencegah balita terkena stunting. Konsumsi ikan juga dianjurkan bagi ibu-ibu sebelum dan sesudah hamil. Kandungan gizi ikan baik untuk pembentukan tulang. Mengganti konsumsi daging dengan berbagai jenis makanan laut termasuk ikan juga dapat mengurangi jejak karbon tanpa mengorbankan nutrisi. Singkatnya, ikan memiliki banyak manfaat positif bagi kesehatan tubuh manusia dan baik bagi bumi.
Pemerintah kemudian gencar mengajak rakyatnya untuk mengonsumsi ikan. Layanan masyarakat tentang makan ikan bertebaran di mana-mana, diiklankan di internet, dibuat posternya di rumah sakit dan dipasang pada baliho besar yang terletak di pinggir jalan. Di Lamongan, sebuah iklan makan ikan dipasang di atas gapura selamat datang biar terlihat oleh banyak orang.
Sebagai negeri kepulauan, Indonesia jelas memiliki sumber daya laut melimpah. Masuk akal kiranya jika pemerintah meminta warganya untuk banyak mengonsumsi ikan, selain baik untuk tubuh, Ikan seharusnya menjadi bahan makanan yang harganya murah lantaran stoknya melimpah di lautan Indonesia. Prinsip ekonominya kan semakin banyak ketersediaan barang, maka harganya akan cenderung murah dan stabil. Secara teori memang demikian, tapi fakta lapangannya berbeda.
Di negeri yang lautannya lebih luas daripada daratannya, kita kesulitan mengkonsumsi ikan bukan karena nggak mau sehat atau terlanjur tergantung pada daging. Melainkan karena harga ikan di pasaran cenderung mahal dan sering kali tidak stabil. Di Surabaya misalnya, harga dua pcs ikan makarel atau biasa disebut ikan saba adalah Rp45 ribu, satu kg Rp65 ribu sampai Rp120 ribu—tergantung tingkat kesegarannya. Bandingkan dengan harga ayam potong, satu kg-nya nggak sampai Rp30 ribu, lho.
Bahkan, ikan cakalang salah satu komoditas unggulan di Indonesia harganya masih mahal. Ikan cakalang adalah favorit saya, jadi saya tahu persis harganya di pasaran tidak stabil. Kadang, satu kg harganya Rp43 ribu, di hari lain bisa menjadi Rp 120 ribu. Harga tersebut adalah harga di Surabaya, kurang lebih sama di pulau Jawa.
Jadi, jangan salahkan ibu-ibu ketika belanja di pasar nggak membeli ikan, tapi malah memilih ayam. Ini bukan soal ibu-ibu nggak suka ikan, atau nggak ingin memenuhi kebutuhan protein anak lho ya. Ini urusan siasat bertahan hidup. Memilih mengonsumsi ayam (atau makanan lain) yang lebih murah daripada ikan di tengah ancaman PHK massal, resesi ekonomi dan kenaikan harga pangan adalah pilihan bijaksana. Kalau saja harga ikan murah, mungkin saya dan banyak orang lainnya rajin konsumsi ikan, bahkan tanpa perlu disuruh pemerintah.
Ikan mahal, dan mungkin akan selalu mahal