Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Rajin Mengkritik Tapi Malas Mengapresiasi Itu Budaya Kita, Ya?

M. Farid Hermawan oleh M. Farid Hermawan
5 Januari 2020
A A
Rajin Mengkritik Tapi Malas Mengapresiasi Itu Budaya Kita, ya?
Share on FacebookShare on Twitter

Entah hanya saya saja yang berpikiran seperti ini atau mungkin ada yang juga sepemikiran dengan saya. Makin hari sepertinya masyarakat kita semakin ringan lidah dan tangannya untuk mengkritik. Entah tahu topik yang dikritik atau tidak, intinya kasih kritik aja dulu, tau topiknya belakangan.

Saya melihat kritik ini sudah seperti gorengan, mudah ditemui di mana saja. Di politik ada, di agama ada, di pendidikan ada, di ekonomi ada, di bidang militer ada, bahkan di bidang seni juga ada. Saya tidak mendiskreditkan soal kritik yang katanya bertujuan baik untuk membuat seseorang berkembang. Ya, saya paham dan saya sangat mendukung terkait tujuan kritik yang seperti itu. Cuma yang saya heran, kenapa hampir setiap hari yang saya lihat (ini yang saya lihat loh, ya) di berbagai sisi kehidupan kita saat ini, selalu yang muncul kritik, kritik, dan kritik.

Saya sering mencari-cari celah bernama apresiasi di tengah gelombang kritik yang merajalela. Apresiasi ada, cuma tidak banyak. Kalah pamor dibanding kritik. Kalaupun ada yang mengapresiasi, kebanyakan dari kalangan buzzer. Itu tentu bentuk apresiasi yang saya kecualikan.

Saya mungkin bisa menyebut saat ini masyarakat kita sedang krisis apresiasi. Terlalu rajin mengkritik tapi juga terlalu malas mengapresiasi. Bangsa kita memang menjunjung persatuan Indonesia dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Hanya saja sekarang kebanyakan masyarakat hanya bersatu untuk menghasilkan kritik dan tidak pernah sadar bahwa kritik akan adil jika disertai dengan apresiasi. Tapi apa? Masyarakat kita tidak pernah adil terkait aktivitas mengapresiasi.

Ketika membahas pemerintahan, saya yakin bahas apa pun yang berkaitan dengan pemerintah, hasilnya kebanyakan kritik daripada apresiasi. Ketika membahas pendidikan, yang ada cuma polemik yang ujungnya sama, kritik. Membahas agama, walau terkesan topik sensitif. Hasilnya sama saja, tetap ada yang melakukan kritik. Beralih bicara seni, lagi-lagi ujungnya sama, masih ada kritik soal puisi A bagus dan puisi B bukanlah karya sastra. Jika ditanya satu-satu, kita mungkin lupa bagaimana caranya mengapresiasi.

Ketika saya melihat heboh-heboh soal sebuah karya seni yang diciptakan Putri Marino. Semakin tampak jelas bahwa kritik seolah menjadi budaya yang sangat dibanggakan selain perilaku korupsi. Bagaimana mungkin ketika sebuah karya seni yang saya yakin diciptakan dengan tidak mudah, dengan entengnya dikritik hanya karena isinya tidak sesuai selera si pembaca. Padahal ada proses berpikir, menggerakkan tangan, merangkai kata, merangkai kalimat bahkan mengirimnya ke editor. Dan itu semua tidak mudah.

Oke, saya paham bahwa setiap orang punya standar terkait seni yang ia nikmati. Apalagi dalam hal Putri Marino ini seninya adalah puisi dan dia artis. Puisi memang rangkaian kata yang terlihat sederhana tapi sering memberikan tanda tanya. Saya juga tidak mengatakan bahwa puisinya Putri Marino itu bagus, kalau boleh jujur saya tidak terlalu menyukainya setelah saya membaca bukunya sampai selesai. Tapi itu bukan berarti saya menganggap puisinya Putri Marino itu tidak layak disebut puisi.

Saya memang berhak mengkritik dengan mengatakan puisi Putri Marino itu sebaiknya lebih dikurangin titik-titiknya dan ditambah kosa katanya. Tapi saya tentunya harus adil dengan memberikan apresiasi untuk karya Putri Marino ini dengan mengucapkan selamat telah berkarya dengan menghasilkan sebuah buku. Terlepas dari dia artis dan punya privilege, puisi adalah seni dan kalau kata Eyang Sapardi, “Semua orang berhak dan bisa nulis puisi.”

Baca Juga:

ASN Bisa Bersuara, Bisa “Mati” Maksudnya

ASN Boleh Mengkritik Negara, karena Digaji oleh Rakyat dan Diminta Setia pada Negara

Sebagai bangsa yang katanya ramah. Sebagai bangsa yang katanya berbudaya dan saling menghargai satu sama lain. Mungkin saat ini saya melihat hal-hal tersebut hanya sebagai simbol. Tidak terlalu sering dipraktikkan bahkan cenderung mulai dilupakan. Kita semua terlalu asyik dengan kritik yang destruktif ketimbang kritik yang konstruktif. Terlalu gengsi untuk mengapresiasi dan justru malah senang beradu opini yang membuat seseorang patah hati. Begitukah budaya kita?

Bahkan jika kita memutar memori yang berkaitan dengan banyaknya kritik daripada apresiasi. Putri Marino adalah korban yang kesekian kalinya. Sebelum itu, ada Agnes Monica yang sejak memutuskan Go International, dirinya sering kali dikritik. Memang ada yang mengapresiasinya, tapi saya melihat masyarakat lebih suka mengkritik rambutnya, pakaiannya, tingkah lakunya daripada mengapresiasi bagaimana kiprahnya membawa nama Indonesia dan berkarya di kancah internasional.

Jika sikap rajin mengkritik dan malas mengapresiasi ini terus-terusan dilakukan. Saya khawatir banyak orang yang takut untuk menunjukkan karyanya. Terlalu malu untuk menunjukkan bakatnya. Karena melihat begitu liarnya daya kritik dan terlalu kalemnya daya apresiasi. Saya sempat berpikir, seandainya puisi yang dikritik itu bukan puisinya Putri Marino yang notabene orang sudah banyak yang kenal. Dan yang menulis puisinya itu adalah penulis muda yang buku puisinya baru pertama kali terbit. Mungkin kehebohan yang terjadi belakangan ini cukup membuat nyalinya ciut untuk bikin puisi lagi.

Saya tahu bahwa ketika berkarya harus siap untuk dikritik. Harus siap mental untuk dapat cemoohan dari orang lain. Namun jika berkaca pada teori belajar behavioristik. Seorang anak jika ingin berkembang tidak melulu harus selalu diberikan punishment. Sistem punishment juga harus disertai dengan reward. Karena jika punishment atau reward berat sebelah, bukannya si anak berkembang tapi justru mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kepribadian dan kognitifnya. Begitu juga ketika kita selalu mengkritik dan tidak melakukan apresiasi. Bukannya berkembang, yang terjadi justru kemunduran karena terus-terusan ditekan dengan kritik.

Pada dasarnya kritik boleh-boleh saja ketika kalian merasa tidak suka dengan artis A, karya B, presiden C, dan teman D. Tapi ingat, berikan kritik yang membangun, bukan kritik yang menjatuhkan. Buat kritik itu menjadi catatan yang akan sangat berguna untuk orang yang dikritik. Mungkin terkesan rumit, tapi memang itulah yang kita perlukan saat ini. Kita saat ini sudah krisis apresiasi karena terlau tergila-gila untuk mengkritik. Jika kalian adalah orang yang bijak. Sertakan apresiasi di dalam kritik konstruktif yang kalian berikan. Setidaknya itu bisa mengikis budaya rajin mengkritik tapi malas mengapresiasi yang mulai merajalela di masyarakat kita.

BACA JUGA Putri Marino dan Buku PoemPM Adalah Wujud Menulis dengan Privilese atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 Januari 2020 oleh

Tags: apresiasikritikPuisiputri marino
M. Farid Hermawan

M. Farid Hermawan

Manusia

ArtikelTerkait

puisi chairil anwar mojok

Film ‘Binatang Jalang’: Terinspirasi Puisi Chairil Anwar, Diisi Karya Orang Lain

27 Januari 2021

Layangan Putus Hidup karena Akting Putri Marino

8 Januari 2022
PT KAI Adalah Contoh untuk Negara dan BUMN: Tidak Ada Kufur Nikmat dari Keluhan Rakyat

PT KAI Adalah Contoh untuk Negara dan BUMN: Tidak Ada Kufur Nikmat dari Keluhan Rakyat

27 Agustus 2022
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Itu Luas, Nggak Melulu Bikin Puisi, Pantun, apalagi Quotes! Mojok.co

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Itu Luas. Nggak Melulu Bikin Puisi, Pantun, apalagi Quotes!

7 Desember 2023
doxing praktik doxing argumen membunuh karakter mojok

Selama Kritik Masih Dibalas dengan Doxing, Kedunguan akan Tetap Ada dan Berlipat Ganda

27 Maret 2021
UNESA Jangan Buru-buru Mengejar World Class University, deh. Itu Kampus Ketintang Surabaya Masih Banjir, lho! unesa surabaya

UNESA Jangan Buru-buru Mengejar World Class University, deh. Itu Kampus Ketintang Surabaya Masih Banjir, lho!

1 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.