Tanah Madura tidak pernah dianggap sepele. Dari pulau di utara Jawa ini, lahir para pendekar pilih tanding yang jadi mercenary kerajaan di Pulau Jawa. Bahkan ada satu pangeran Madura yang hampir menguasai Mataram dan Jawa, sekaligus memperdaya Amangkurat II. Dia adalah Raden Trunojoyo.
Pemberontakan yang dikobarkan tidak hanya membuat Mataram kewalahan. Namun sampai menduduki Kraton Plered, istana megah permata penerus Majapahit. Tidak hanya itu, Amangkurat II sampai harus menjual kedaulatan Mataram pada VOC. Semata-mata demi meredam pemberontakan yang hampir menguasai Pulau Jawa ini.
Akhir hidup sang pangeran berakhir tragis. Blio dibunuh dengan tidak terhormat. Namun namanya tetap dikenang sebagai nama bandara dan universitas. Sehebat itu Raden Trunojoyo. Dan inilah kisah petualangannya.
Daftar Isi
Trunojoyo, pangeran dari Sampang Madura
Raden Trunojoyo (atau Trunajaya) adalah putra dari Cakraningrat II, raja Madura Barat yang berpusat di Sampang. Cakraningrat II sendiri adalah raja vasal di bawah kekuasaan Mataram. Setelah aneksasi yang dilakukan oleh Sultan Agung, Raden Trunojoyo terpaksa tinggal di Mataram. Tujuannya untuk melemahkan Madura Barat dan mencegah adanya pemberontakan.
Tentu Trunojoyo tidak nyaman berada di Mataram. Terutama setelah Cakraningrat II dibunuh atas perintah Amangkurat I pada 1656. Berbagai konflik kepentingan di Mataram menambah kemuakan sang pangeran dari Sampang. Akhirnya Trunojoyo menyingkir ke Kajoran.
Namun menyingkirnya Trunojoyo tidak lantas melahirkan pemberontakan. Justru konflik bapak-anak di Mataram yang menjadi pemantik konflik. Sebuah babak berdarah yang nantinya dikenal sebagai Pemberontakan Trunojoyo.
Konspirasi menggulingkan Amangkurat I
Kalau saya harus bicara tentang kegilaan Amangkurat I, satu artikel ini tidak akan cukup. Singkatnya, Amangkurat I adalah raja problematik. Saking problematiknya, Raden Mas Rahmat sang putra mahkota sampai diusir keluar istana. Raden Mas Rahmat akhirnya bertemu dengan Trunojoyo dan menjadi sahabat karib. Ingat kata pepatah, musuh dari musuhku adalah temanku. Namun persekutuan ini dirahasiakan.
Dengan dukungan yang diperoleh, Trunojoyo pulang ke Madura. Setelah berhasil menaklukkan gubernur setempat, Trunojoyo menjadi penguasa Madura. Sedangkan di Pulau Jawa, bibit pemberontakan sedang dikobarkan oleh para perompak Makassar. Mereka adalah sekelompok prajurit Kesultanan Gowa yang mencari peruntungan di Jawa. Mereka membangun basis kekuatan di Demung.
Trunojoyo akhirnya membangun aliansi dengan para perompak Makassar. Dengan perpaduan kekuatan ini, mereka siap mengobarkan pemberontakan besar melawan Mataram. Untuk melawan aliansi baru ini, Amangkurat I segera mengirim pasukan untuk menyerang Demung.
Baca halaman selanjutnya: Pemberontakan yang akan terus dikenang.
Bangkitnya Panembahan Maduretna
Serangan Mataram atas Demung berhasil dipatahkan. Bahkan kekuatan gabungan Mataram dan VOC juga gagal merebut daerah yang dikuasai pemberontak. Perompak Makassar di bawah kepemimpinan Karaeng Galesong akhirnya merapat ke Madura dan bergabung dengan Trunojoyo. Dengan kekuatan yang dimiliki, Trunojoyo mengangkat dirinya sebagai Panembahan Maduretna. Beliau menggunakan gelar yang sama dengan pendiri Mataram, Panembahan Senopati.
Trunojoyo dan Karaeng Galesong segera menyeberang ke Pulau Jawa. Dengan kekuatan 9000 orang, pemberontak ini berhasil merebut Surabaya. Untuk melawan pemberontakan ini, Amangkurat I mengirim pasukan di bawah kepemimpinan Raden Mas Rahmat.
Serangan dari Mataram berhasil dipukul mundur. Bahkan sampai menewaskan Pangeran Purbaya, legenda Mataram yang dipandang digdaya. Akhirnya muncul desas-desus Raden Mas Rahmat sengaja membiarkan Trunojoyo untuk menang.
Trunojoyo makin membabi buta. Ia berhasil merebut kota-kota perdagangan di Jawa Utara. Hanya Jepara yang berhasil bertahan karena ada intervensi dari VOC. Pemberontakan terus terjadi sampai masuk ke pedalaman. Akhirnya Raden Kajoran, ayah mertua Trunojoyo, bergabung dengan pemberontakan.
Berhasil menaklukkan Mataram
Atas permohonan Amangkurat I, pasukan VOC menyerbu Surabaya. Mereka berhasil merebut kembali Surabaya dan menduduki Madura. Pembersihan besar-besaran atas pemberontak dilakukan VOC. Apakah pemberontakan Trunojoyo berakhir di sini? Tidak!
Pasukan Trunojoyo yang berada di pedalaman Jawa terus bergerak. Mereka menekan masuk ke pusat Mataram. Hingga akhirnya mereka sampai di dekat Plered, ibu kota Mataram. Amangkurat I yang sudah sakit-sakitan kabur dari istana. Raden Mas Rahmat dengan sekelompok pasukan kecil menghadang para pemberontak. Di sini terjadi intrik yang menurut saya paling nakal dan menggelikan di sejarah Mataram.
Menurut beberapa sumber, rencana Trunojoyo bukan untuk menduduki Plered, tapi membiarkan Raden Mas Rahmat naik takhta. Yang terjadi justru sebaliknya. Trunojoyo merebut Plered dan menjarah harta kekayaan kerajaan. Ada yang berteori bahwa Trunojoyo berselisih pandang dengan Raden Mas Rahmat. Ada juga teori yang menyebut Trunojoyo memang berniat menghancurkan Mataram.
Akhirnya Kraton Plered dibobol. Raden Mas Rahmat lari menyusul sang ayah yang sedang kabur. Trunojoyo bergerak menuju Kediri sambil membawa seluruh harta Mataram. Istana yang kosong diambil alih oleh Pangeran Puger. Ia merebut takhta untuk dirinya sendiri, dan menambah keruwetan konflik ini.
Amangkurat I meninggal dalam pelarian. Akhirnya Raden Mas Rahmat naik takhta sebagai Amangkurat II. Namun tidak banyak yang bisa dilakukan Amangkurat II. Ia terusir dari istana tanpa pasukan yang cukup. Akhirnya Amangkurat II harus menjual diri pada VOC.
Trunojoyo menyerah
VOC sepakat untuk membantu Amangkurat II kembali berkuasa. Namun dengan harga yang mahal. Sederhananya, Amangkurat II menjual Pulau Jawa kepada VOC. Akhirnya kekuatan Mataram dan VOC bersatu. Kekuatan ini bergerak menuju Kediri. Banyak raja kecil dan sel-sel lokal yang bergabung sepanjang perjalanan.
Akhirnya penyerangan terhadap Trunojoyo di Kediri bergelora. Pada 1678, Kediri berhasil direbut oleh kekuatan gabungan Mataram. Setahun kemudian, pasukan Kajoran menyerah namun dieksekusi oleh VOC. Keberhasilan ini mengubah arah angin konflik. Banyak penguasa kecil yang akhirnya berpihak pada Mataram.
Setelah Kediri jatuh, Trunojoyo kabur ke pegunungan di Jawa Timur. Karena kepungan dan kehabisan sumber daya, akhirnya Trunojoyo menyerahkan diri pada VOC. Upacara seremonial penyerahan pemberontak dilakukan VOC dan Amangkurat II di tempat yang sekarang menjadi Payak, Bantul.
Seremonial ini ditutup dengan kekejian Amangkurat II. Bahkan kekejian ini lebih ngeri dari apa yang dilakukan oleh Amangkurat I.
Hati Trunojoyo dimakan petinggi kraton
Pada saat penyerahan, Amangkurat II langsung menghunus keris Kyai Balabar. Keris ini menusuk dada Trunojoyo sampai tembus ke punggungnya. Dalam sebuah babad, dikisahkan betapa kejinya Amangkurat II menghabisi sang pangeran Madura.
Amangkurat II mencabik-cabik tubuh Trunojoyo dan memenggal kepalanya. Amangkurat II lantas memerintahkan abdinya untuk mencabik-cabik tubuh Trunojoyo. Hati sang pangeran dikeluarkan, dan Amangkurat memaksa para petinggi kraton untuk memakannya mentah-mentah. Tidak cukup dengan aksi kanibalisme, kepala Trunojoyo dijadikan keset untuk membersihkan kaki para abdi dalem. Akhirnya kepala Trunojoyo ditumbuk sampai hancur.
Satu paragraf di atas membuat saya mual. Namun inilah gambaran tentang eksekusi ala Amangkurat II. Entah benar atau tidak, namun metode mutilasi sudah umum dilakukan Raja Mataram kepada musuhnya. Makam Banyusumurup adalah saksinya.
Pemberontak yang terus dikenang
Trunojoyo gugur dengan cara yang keji. Pemberontakan paling berhasil ini juga hancur berkeping-keping. Amangkurat II terus bertakhta, namun akhirnya berkonflik dengan VOC. Bahkan Amangkurat II harus melunasi biaya perang melawan Trunajaya sebesar 2,5 juta gulden.
Namun nama Trunojoyo tidak pernah padam. Ia menjadi simbol heroik bagi masyarakat Madura. Lambang dari harga diri dan perlawanan Madura terhadap kekuatan asing seperti Mataram dan VOC. Bahkan Trunojoyo diusulkan sebagai pahlawan nasional.
Nama Trunojoyo masih diabadikan di Madura. Menjadi nama bandara di Sumenep, dan nama universitas di Bangkalan. Makam Trunojoyo sendiri masih misterius. Tapi, kisahnya akan tetap abadi dan bukti bahwa seorang pangeran dari Madura bisa mendobrak istana penguasa keji.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Amangkurat II, Raja Mataram Anak Emas VOC