Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Musik

Pura-pura Menyukai Dangdut Koplo, Salah Satu Cara Bertahan di Pergaulan Masyarakat

Dicky Setyawan oleh Dicky Setyawan
18 Juli 2021
A A
Pura-pura Menyukai Dangdut Koplo, Salah Satu Cara Bertahan di Pergaulan Masyarakat terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Tak sekadar senggakan dan goyangan, dangdut koplo adalah cara agar diterima di masyarakat.

Sebagai pemuda kabupaten, kadang saya iri ketika menyimak suatu wawancara, lantas dibarengi dengan kesaksian narasumber bahwa semasa kecil, mereka disapih dengan musik-musik seperti The Beatles, The Rolling Stone, hingga Van Halen. Yang bikin lebih iri, mereka-mereka ini hidup di masa teknologi macam televisi masih langka! Kok bisa mendapat akses seperti itu dan semudah itu? Mungkin jawabannya, itu hanya relativitas sosial.

Bagi mereka-mereka yang hidup di lingkungan urban, mendapat akses seperti itu mungkin hal biasa. Demikian bagi saya seorang pemuda kabupaten. Bedanya, musik yang saya konsumsi dari kecil adalah dangdut koplo. Lha, gimana ndak mudah, wong tetangga saya sedari pagi saja sudah sarapan sambil woyo-woyo jos! Mau nggak mau, saya mendapat asupan ini setidaknya sampai SMA, masa di mana saya masih seratus persen tinggal di desa.

Meskipun mendapat asupan demikian, sejujurnya saya bukan orang yang terlalu menyukai dangdut koplo. Bukan berarti saya membencinya, bukan. Kadang saya menikmatinya, tapi lebih sering “saya pura-pura menyukainya”.  Alasannya sederhana, agar umum kancane. Itu sama seperti ketika Anda kaya, Anda mungkin akan berpura-pura menyukai musik jazz.

Jauh sebelum era Via Vallen dan pop Jawa menasionalkan diri dan menjadi tren, anggapan bahwa dangdut identik dengan kalangan masyarakat tertentu—utamanya masyarakat desa—adalah kenyataan, bukan sekadar stigma. Dan di desa saya, hubungan masyarakat dengan dangdut koplo tak pernah tak akur,  apalagi untuk rentang usia muda di bawah tiga puluhan.

Jika dangdut koplo diputar di acara seperti tujuh belasan hingga acara formal macam kondangan, besar kemungkinan acara itu akan meriah. Barangkali mengundang Yovie and Nuno di acara kondangan itu sia-sia. Orang-orang di desa saya mungkin nggak akan terlalu antusias. “Siapa om-om ini? Mending OM New Pallapa!” Kecuali, nyanyinya pakai senggakan. “Ku tak akan mengulang tuk meminta. Woyo-woyo, jos!”

Maka tak heran, kondisi seperti itu membentuk saya—saya yang hafal lirik-lirik “Ngamen” OM Sagita dalam beberapa versi—bahkan lumayan cukup mengingat beberapa orkes hanya dari senggakannya. Pun, dulunya saya menuntut diri untuk sering-sering meminta lagu-lagu koplo yang sedang happening lewat Bluetooth. Atau jika mau lebih snoop, saya mesti menyiapkan argumen, kenapa bagi saya OM Sera lebih mashok ketimbang OM New Pallapa. Padahal, saya nggak pernah seratus persen menyukainya.

Tapi semua berlalu begitu saja, dan saya kadang menikmatinya. Seperti menikmati kebintangan Via Vallen sebelum menasionalkan diri adalah pengalaman yang nggak bisa didapat jika saya dulu seratus persen membencinya. Sementara internet—dengan sinyal undlap-undlup pedesaan—adalah satu-satunya sarana saya menemukan prefensi musik sendiri. Berselingkuh dengan berbagai genre, tanpa kekangan lingkungan.

Baca Juga:

Dilema Coffee Shop di Kabupaten: Hidup Segan, Mati kok Udah Keluar Modal Banyak, Pusing!

Kota Bandung dan Kabupaten Bandung: Namanya Mirip, Jaraknya Dekat, tapi Kondisinya Jauh Berbeda

Mengaku menikmati musik lain seperti pop sebenarnya bukan sesuatu yang salah. Tapi, terang-terangan menyukai musik seperti ini hanya membuat saya tak seperti common people, alias ra umum kancane. Dan kalau mau nekat memutar lagu-lagu dengan genre yang nyeleneh, siap-siap saja, speaker Anda akan dilindas ketipung “tak-tung-tak-tung”-nya Cak Met. Ra woyo, ra gayeng!

Jika diperhatikan, mungkin nampak terlalu homogen dan mungkin terlalu membosankan. Padahal jika ditilik, sebenarnya masyarakat di desa saya ini sudah terbiasa dengan perbedaan. Seperti anak muda dengan koplonya, pakdhe-pakdhe dengan campursarinya, dan mbah-mbah dengan karawitannya. Hanya saja ke-heterogenan-nya baru sampai di titik kelompok, belum individu. Dan sialnya, untuk menjadi kelompok, berarti harus ikut arus kelompok. Maka saya memilih “pura-pura menyukainya”.

BACA JUGA Mohon Dimengerti, Indie Itu Bukan Aliran Musik! dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: dangdut koplogenre musikHiburan Terminalkabupaten
Dicky Setyawan

Dicky Setyawan

Pemuda asal Boyolali. Suka menulis dan suka teh kampul.

ArtikelTerkait

fans inggris yang memuakkan football is coming home gareth southgate timnas inggris overrated mojok

Football Is Coming Home Terooos, padahal Juara Aja Belom

1 Juli 2021
Di Kampung Saya, Orang-orang Lebih Suka Main PES Dibanding FIFA terminal mojok.co

Sudah Semestinya Rental PS Hanya Boleh untuk Umur 18+ Saja

24 Juni 2021
Ketika Cerita dan Karakter Pemain Ikatan Cinta Tak Lagi Sama terminal mojok.co

Ikatan Cinta Tak Lagi Sama

4 Agustus 2021
Nestapa Hidup di Kabupaten Lembata

Nestapa Hidup di Kabupaten Lembata

12 April 2023
fans inggris yang memuakkan football is coming home gareth southgate timnas inggris overrated mojok

Kelakuan Fans Inggris yang Memuakkan dan Sikap Tahu Diri yang Langka

13 Juli 2021
the devil judge drakor mojok

The Devil Judge: Ketika Ji Sung Jadi Hakim Iblis di Dunia Distopia Korea

11 Juli 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.