Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Punya Aksen Medok di Jakarta Itu Dosa Besar, Otomatis Dianggap Manusia Kasta Rendah

I Gusti Ayu Nyoman Septiari oleh I Gusti Ayu Nyoman Septiari
1 Maret 2024
A A
Punya Aksen Medok di Jakarta Itu Dosa Besar, Otomatis Dianggap Manusia Kasta Rendah

Punya Aksen Medok di Jakarta Itu Dosa Besar, Otomatis Dianggap Manusia Kasta Rendah (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Berbicara bahasa Indonesia dengan aksen medok di Jakarta seakan-akan dosa besar, sampai-sampai kena persekusi hanya karena medok

Tahun 2023 lalu, saya sempat merantau kurang lebih enam bulan di kota metropolitan, Jakarta. Itu kali kedua saya menginjakkan kaki di Jakarta, hanya saja kali ini durasinya lebih lama dan sendirian. Di Jakarta saya magang di sebuah perusahaan media melalui program MSIB Kampus Merdeka.

Tentu saja selama magang saya menjalin relasi dengan rekan senasib sepenanggungan yang juga merantau. Salah satu teman saya, sebut saja namanya Yeni (nama samaran), berasal dari Tuban dan punya aksen medok Jawa yang kental banget. Dia teman terdekat saya dan satu-satunya orang yang medok di divisi tempat saya magang. Sejak memutuskan berteman dengannya, saya menjadi saksi struggle-nya dia jadi orang medok di Jakarta.

Pernah disuruh diam gara-gara medok

Ada satu momen yang menyadarkan saya betapa nelangsanya Yeni punya aksen medok. Waktu itu saya dan anak magang lainnya sedang menunggu jam pulang, maklum namanya anak magang kan malu pulang duluan.

Suasana waktu itu enak-enak aja, kita lagi bercanda kayak biasanya. Awalnya si Yeni nggak ikutan ngobrol, cuma sekadar ketawa menanggapi obrolan. Waktu Yeni nyeletuk satu kalimat, semua orang langsung ketawa gara-gara dia ngomong dengan aksen medok-nya.

Tiba-tiba saja salah satu anak magang ngomong gini, “Eh lo nggak usah ikut ngomong deh. Medok banget”.

Bukan cuma Yeni yang langsung diam, saya juga ikut terdiam. Sementara anak magang lain malah ketawa semakin keras. Di situ saya langsung bertanya-tanya dalam hati, memang medok sejelek itu buat didengar?

Nggak medok, nggak nyaman

Saya tidak pernah membahas kejadian tidak mengenakkan itu dengan Yeni selama magang. Takut apabila topik itu justru menyinggungnya atau malah membuatnya mengingat kenangan buruk itu.

Baca Juga:

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Topik itu baru kami bahas beberapa bulan setelah magang selesai. Saat itu saya iseng menanyakan kabarnya lewat WhatsApp dan berakhir curhat tentang kejadian-kejadian selama magang. Baru kemudian saya tahu bahwa Yeni juga masih mengingat kejadian saat dirinya disuruh diam karena medok. Dia mengaku setiap mengingat kejadian tersebut, hatinya terasa sakit.

Saya juga baru tahu kalau Yeni selalu merasa rendah diri saat berbicara medok dengan orang-orang yang tidak medok. Lidahnya sudah terlatih dari kecil untuk medok, jadi susah kalau ngomongnya nggak medok.

Saat di perantauan, Yeni sering mencoba untuk nggak medok. Namun, yang keluar malah Bahasa Indonesia kaku yang terdengar dipaksakan untuk nggak medok. Waktu Yeni curhat dia bilang, “Aku nggak nyaman kalau dipaksa nggak medok.”

Sudah seharusnya dilestarikan

Indonesia punya suku, budaya, dan bahasa yang beragam. Percaya atau tidak, ada kurang lebih 750 bahasa daerah yang tersebar di 38 provinsi yang ada di Indonesia. Kalau masyarakat negara lain rata-rata menguasai dua bahasa, masyarakat kita rata-rata menguasai tiga bahasa, Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan Bahasa Inggris.

Aksen atau dialek masing-masing bahasa daerah juga beda-beda, ada yang punya aksen medok Jawa, medok Bali, medok Batak, dan medok-medok lainnya. Dialek atau medok ini merupakan kekayaan dan identitas diri yang menunjukkan dari daerah mana kita berasal.

Identitas diri ini seharusnya dipertahankan untuk menunjukkan keragaman kita. Bukan malah direndahkan atau dihilangkan secara paksa. Orang-orang yang medok nggak seharusnya merasa inferior atau rendah diri. Seharusnya mereka bangga karena memiliki identitas diri. Namun sebelum itu, masyarakat harus berhenti memandang medok sebagai sesuatu yang kampungan.

Sudah saatnya masyarakat berhenti memandang bahasa Indonesia dengan dialek Jakarta itu superior, sementara dialek daerah lain inferior. Orang Jakarta kalau ngomong bahasa daerah, misal Jawa, juga aneh kok.

Ngomong-ngomong, saya juga pernah ditanya, kenapa nggak punya aksen medok Bali, padahal saya dari Bali. Jadi heran sebenarnya mau mereka itu bagaimana. Medok salah, nggak medok juga salah.

Penulis: I Gusti Ayu Nyoman Septiari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ngomong Lu-Gue dengan Logat Medok Itu Salahnya di Mana?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 1 Maret 2024 oleh

Tags: aksen medokbahasa daerahJakarta
I Gusti Ayu Nyoman Septiari

I Gusti Ayu Nyoman Septiari

Mahasiswa semester akhir yang sedang demot dengan skripsi.

ArtikelTerkait

Perempatan Sunan Giri, Perempatan Paling Problematik di Jakarta Timur

Perempatan Sunan Giri, Perempatan Paling Problematik di Jakarta Timur

8 Maret 2024
3 Hal Ini Seharusnya Ada di Bukittinggi, Hidup Pasti Akan Lebih Nyaman Mojok.co

3 Hal Ini Seharusnya Ada di Bukittinggi, Hidup Pasti Akan Lebih Nyaman

6 Januari 2024
Semarang, Kota yang Nanggung dan Membosankan (Unsplash)

Dulu Pengin Segera Kabur dari Semarang, Kota yang Nanggung dan Membosankan, kini Selalu Kangen Setelah Kerja di Jakarta

12 Juli 2025
17 Rekomendasi Street Food di Jakarta, biar Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1) Terminal Mojok

17 Rekomendasi Street Food di Jakarta: Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1)

6 Juli 2022
Menjadi Guru SD Negeri Tidak Pernah Mudah, apalagi di Kota Besar seperti Jakarta Mojok.co

Menjadi Guru SD Negeri Tidak Pernah Mudah, apalagi di Kota Besar seperti Jakarta

1 Desember 2023
4 Kebiasaan Pengendara Motor di Jakarta yang Menjengkelkan

4 Kebiasaan Buruk Pengendara Motor di Jakarta, Bikin Jengkel Orang Lain

28 Februari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

28 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.