Terbitnya SP3 dari PT KAI buat Warga Lempuyangan dan Bayangan Mengerikan Biaya Transport Pelaju KRL Jogja Solo sampai Setengah UMP Jogja

Ambisi PT KAI Perluas Lempuyangan Bikin Pelaju KRL Jogja Solo Menderita (Unsplash)

Ambisi PT KAI Perluas Lempuyangan Bikin Pelaju KRL Jogja Solo Menderita (Unsplash)

Rencana perluasan area Stasiun Lempuyangan memasuki babak baru. Kabar terkini, surat peringatan ketiga (SP 3) sudah melayang. Proses mediasi lanjutan antara PT KAI dan warga sekitar stasiun juga sudah digelar. Proses ini kelak bisa bikin pelaju KRL Jogja Solo menderita. 

Untuk warga sendiri, mereka harus tetap pindah atau (terpaksa) dilakukan penertiban. Yah, ini semua karena PT KAI punya schedule yang kudu segera dilaksanakan.

Itu soal PT KAI dan warga. Sekarang kita bicara soal nasib para pelaju KRL Jogja Solo yang kelimpungan mencari lokasi parkir baru. 

Setahu saya, biaya parkir bulanan antara Rp80 sampai Rp90 ribu per bulan. Tentu ini tarif yang terbilang ramah di dompet. 

Menghitung anggaran transport pelaju KRL Jogja Solo

Kita misalkan ada Bang Jumbo, seorang pelaju KRL Jogja Solo asal Surakarta. Dia bekerja 5 hari seminggu (anggap saja sebulan 22 hari kerja), dengan acuan tarif parkir Rp90.000 per bulan. Hitungan biaya akan tersaji kayak begini:

Tiket KRL Jogja Solo (PP) 2 x Rp8.000 x  22 hari = Rp352.000

Bayar parkir bulanan: Rp90.000

BBM (stasiun-kantor PP): Rp100.000 (paling irit)

Total buat memenuhi tiga komponen nglaju KRL Jogja Solo, Bang Jumbo harus keluarin biaya rutin bulanan sebesar Rp542.000. Catat, ini belum termasuk biaya lain-lain. Misalnya pengin jajan, kebelet pipis atau BAB, ban bocor, dan biaya tak terduga lainnya. Kita genapkan saja jadi Rp600.000 per bulan.

Jangan senang dulu karena cuma keluar duit segitu. Anggap saja Bang Jumbo masih harus nitipin sepeda motor di parkiran stasiun daerah asalnya (biar mudah parkir di luar stasiun) dengan tarif flat Rp4.000 (pagi-sore). Maka, dalam waktu 22 hari, Bang Jumbo masih harus keluarin uang Rp88.000 lagi. Sehingga total Rp688.000 atau kita genapin jadi Rp700.000 per bulan. Kok, makin gede ya?

Ketika Bang Jumbo kudu parkir di Stasiun Lempuyangan

Sekarang kita asumsikan gara-gara kebijakan PT KAI, Bang Jumbo kudu parkir di dalam stasiun. Tarif menginapnya sangat menggigit dompet karena dipatok Rp15.000 per malam. Maka, hitungan di atas langsung berubah jadi segini:

Mondar-mandir KRL Jogja Solo (PP) 2 x Rp8.000 x  22 hari = Rp352.000

Parkir bulanan (30 hari x Rp. 15.000): Rp450.000

Bensin (stasiun-kantor PP): Rp100.000 (paling irit)

Kenapa dihitung 30 hari? Karena asumsinya sepeda motor nggak mungkin dibawa masuk KRL Jogja Solo alias full parkir di area stasiun. Kalau kalkulator kalian nggak rusak, hanya untuk 3 komponen tadi, Bang Jumbo udah keluarin duit sebesar Rp902.000. 

Ini belum biaya lain-lain. Yang kalau kita anggap Rp200.000 saja, total biaya bulanan langsung membengkak dari kisaran Rp700.000 (yang sebenernya udah bikin napas ngos-ngosan), besok berpotensi jadi kisaran Rp1.100.000-an per bulan!

Perbandingan anggaran transport dengan UMP DIY

Kalian pasti sudah tahu kalau besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2025 sebesar Rp2.264.080,95. Mari kita asumsikan pelaju tadi dapat upah bulanan segitu. 

Jadi, dengan biaya transport sekitar Rp700.000 saja, maka persentase anggaran keuangan keluarga Bang Jumbo tadi sudah 30,9%. Bayangin kalau sampai kejadian per bulan Bang Jumbo keluarin Rp1.100.000. Artinya, 48% (hampir separuh gaji bulanan) habis cuma buat naik KRL Jogja Solo, parkir, dan lain sebagainya.

Sungguh bikin prihatin, karena besaran persentasenya sangat gila, ye kan?! Keluarga mana yang bisa hidup dengan sisa gaji bulanan sekitar Rp1 juta lebih sedikit. Apalagi kalau udah beranak 1 atau 2. Apa nggak mati pelan-pelan karena saking stresnya mikirin duit tiap bulan?

Amit-amit, semoga beneran nggak ada pelaju KRL Jogja Solo seperti Bang Jumbo. Dia yang gara-gara terpaksa parkir di dalam stasiun, setiap bulan harus puasa 2 sampai 3 kali seminggu. Semua karena terpaksa) demi menghemat keuangan. Duitnya habis buat bayar parkir dan KRL Jogja Solo yang semakin mencekik leher. 

Kalau mau pindah kerja dekat rumah supaya irit biaya transport, kan nggak mudah juga. Apalagi kalau sudah belasan tahun kerja di Jogja, siapa yang mau mulai dari gaji UMR lagi, cuma demi mengirit ongkos transport?

Ah, semoga sedikit kekhawatiran yang saya tuangkan lewat tulisan ini bisa sampai ke manajemen PT KAI. Bahkan bisa sampai ke Menhub atau pejabat berwenang lainnya.

Pelaju KRL Jogja Solo berhak mendapatkan kepastian

Tujuannya tidak lain supaya nasib para pelaju KRL Jogja Solo bisa segera mendapat kepastian. Ini rencana penggusuran warga kan terbilang sudah di depan mata. Tapi, kepastian tersedianya jasa parkir dengan tarif murah, setidaknya sampai Rabu siang (18 Juni) juga masih samar-samar, kalau nggak boleh dibilang masih gelap.

Semoga kekhawatiran akan potensi hal terburuk yang saya bayangkan ini nggak sampai terjadi ya. Sebagai bagian dari kelompok pelaju KRL Jogja Solo, saya masih berniat menjaga kepercayaan, harapan, dan prasangka baik terhadap PT KAI. 

Selama ini, saya anggap PT KAI masih cukup baik dalam mengakomodir kebutuhan penumpang. Terlebih pelanggan setianya dengan berbagai kemajuan yang membuat penumpang semakin nyaman menempuh perjalanan dengan kereta api. 

Nah, jangan sampai kepercayaan ini tergores atau malah ambyar hanya karena proyek ambisius perluasan area stasiun. Celakanya, pada akhirnya justru dianggap mengabaikan kebutuhan para pelaju KRL Jogja Solo akan tarif parkir terjangkau.

Padahal, sejak era Prameks hingga KRL, para pelaju terbilang sudah turut memberi cuan buat PT KAI yang tak bisa diabaikan begitu saja. Tolong perhatikan kegelisahan kami!

Penulis: Widodo Surya Putra

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Derita Penumpang KRL Jogja Solo yang Naik Stasiun Tugu Jogja, Setelah Mencoba Sendiri Mending Naik dari Stasiun Lempuyangan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version