Pada 1999, film “The Matrix” menyajikan pertempuran antara robot yang memiliki kecerdasan buatan melawan manusia. Kini, 20 tahun berselang, kecerdasan buatan telah menjadi kenyataan.
Revolusi industri 4.0 telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Perkembangan teknologi secara drastis mengubah industri dari bersifat mekanis menjadi serba digital. Salah satu terobosan digital yang tengah menjadi primadona adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Apa sebenarnya kecerdasan buatan ini? Seorang ahli dari perusahaan komputer IBM, Hila Mehr, menjelaskan dengan sangat sederhana. Kecerdasan buatan adalah program komputer yang didesain untuk melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan oleh kecerdasan manusia.
Kecerdasan seperti apa yang dimaksud? Memahami informasi, memberikan alasan dan pendapat, membuat prediksi, berinteraksi dua arah dengan manusia dan mesin, bisa terus belajar secara otomatis dan terus berkembang seperti layaknya manusia.
Kini, kita bisa melihat penggunaan kemajuan teknologi ini dalam berbagai bentuk, seperti chatbot dan kendaraan otonom. Di bidang keuangan, dipakai untuk membantu profiling aktivitas pemasaran, perbankan, atau untuk memprediksi kondisi bisnis di masa depan. Di bidang kesehatan juga telah dikembangkan untuk memahami aspek klinis dan recovery pasien. Bahkan media sosial yang kita pakai juga sudah memanfaatkan betul yang namanya artificial intelligence.
Maraknya penggunaan artificial intelligence ini perlu diatur. Pemerintah sebagai regulator perlu membuat haluan (roadmap) yang tepat bagi para pengembang. Di tanah air, BRIN adalah leading actor dalam program pengembangan dan implementasi teknologi baru ini.
Beberapa negara telah membuat roadmap terkait implementasi kecerdasan buatan ini. Amerika Serikat melalui White House Office of Science and Technology Policy (OSTP), di Eropa melalui the European Parliament’s Committee on Legal Affairs, dan di Britania Raya melalui the House of Commons’ Science and Technology Committee. Cina dan Jepang juga sudah melakukannya.
Akuntabilitas kecerdasan buatan
Selain harus diimbangi oleh roadmap yang tepat, perkembangan artificial intelligence juga harus mengedepankan pentingnya akuntabilitas. Dimuat dalam jurnal Harvard Business Review pada 2021, Stephen Sanford, menuliskan artikel berjudul “How to Build Accountability into Your AI”. Setidaknya terdapat empat hal penting terkait akuntabilitas yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan kecerdasan buatan.
Pertama, struktur governansi. Seorang pengembang harus menunjukkan aspek governansi meliputi kejelasan identitas dan seluk beluk tata kelola organisasi, pemahaman manajemen risiko, kemampuan mengelola artificial intelligence dan kepatuhan, akses informasi dan operasionalisasi sistem tersebut.
Kedua, memahami penggunaan data. Pengembang harus memahami apa yang boleh dan tidak boleh terkait pemanfaatan data. Pemahaman ini sangat penting karena data adalah komponen mendasar kecerdasan buatan. Data bisa memberikan manfaat yang sangat besar namun juga sangat memiliki risiko yang besar. Karenanya, pengembang harus menyajikan karakteristik yang jelas terkait sumber data yang digunakan, tata cara penyimpanan data, dan pemanfaatan data tersebut.
Ketiga, penjelasan terkait tujuan dan haluan artificial intelligence. Pengembang mesti menjelaskan tujuan dan haluan dalam pemanfaatan kecerdasan buatan secara jelas. Hal ini menjadi sangat penting untuk menilai kesesuaian antara tujuan dan implementasi yang dilaksanakan.
Keempat, monitoring dan evaluasi. Pengembang harus melakukan monitoring berkelanjutan guna memastikan derajat kesesuaian dan produktivitasnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dari kecerdasan buatan yang dikembangkan.
Artificial intelligence telah menjadi keniscayaan. Siap tidak siap, kita akan mengalami dan menghadapinya. Oleh karenanya, kita sebagai salah satu pengguna internet terbesar di dunia, harus bersiap dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan yang telah banyak diimplementasikan.
Sebelum terlampau jauh, perkembangan artificial intelligence harus diiringi oleh aturan dan roadmap yang jelas nan akuntabel. Bukan ditolak, bukan dihindari, tetapi harus diatur dan dipahami oleh stakeholders. Dengan demikian, bangsa kita bisa mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari perkembangan teknologi ini, namun juga tidak mengorbankan dalam pengelolaan akuntabilitasnya. Jangan sampai kita berperang dengan teknologi berkecerdasan buatan seperti yang ada di film The Matrix.
Penulis: Aviandi Okta Maulana
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 7 Kuliner Paling Nggak Masuk Akal.