Kualitas sinetron Indonesia kalau saya katakan kurang bagus mungkin semua orang akan sepakat. Kita juga tahu alasan mengapa sinetron Indonesia minim kualitas, karena lebih mengutamakan kuantitas episode yang membuat alur cerita makin tidak nyambung.
Kita juga tahu meskipun banyak sinetron yang kurang kualitasnya, tapi masih ada sedikit “harapan” dari beberapa sinetron yang pernah tayang di layar kaca. Sebut saja Si Doel Anak Sekolahan karya Rano Karno, beberapa sinetron buatan Deddy Mizwar, dan sinetron karya Aris Nugraha, Preman Pensiun, yang sudah mencapai musim keempat.
Sinetron yang terakhir yang saya sebutkan memang tidak bisa dipandang sebelah mata secara kualitas, Preman Pensiun yang digarap oleh Kang Aris Nugraha mampu menarik perhatian masyarakat Indonesia. Bukan hanya karena judulnya yang nyentrik, tapi juga karena jalan cerita yang menarik, lucu dan penuh komedi segar bagi para penonton. Nilai plus lain, sarat akan pesan moral serta kritik sosial masyarakat.
Kali ini saya mencoba untuk menonton kembali dan mengulas sinetron bagus yang diperankan secara apik oleh Almarhum Didi Petet dan Epy Kusnandar ini.
Sinopsis Preman Pensiun Episode 1, Musim 1: Perkenalan bos preman dan dunianya
Sinetron Preman Pensiun episode 1 musim 1 dibuka dengan adegan seorang yang berambut gondrong serta urakan marah-marah di tengah pasar sambil memegang golok, selain itu dia menganalisis dengan nada emosi untuk orang-orang yang tidak mau bayar “pajak” saat ditagih iuran. Semua orang ngeri ketakutan, nggak ada yang berani menyanggah. Gimana mau nyanggah? Wong yang dipegang golok, terus orangnya emosi. Nggak mungkin bisa diajak ngobrol.
Lalu dari arah suara belakang terdengar panggilan “Hei, Komar” memanggil si preman berambut gondrong yang marah-marah, ternyata namanya Komar. Komar langsung kicep saat mendengar suara itu, dia langsung surut amarahnya. Emosinya berganti dengan rasa takut, si Komar merasa salah tingkah. Betul saja, saat ia menengok ke belakang ternyata yang memanggil adalah Muslihat alias Kang Mus, bosnya sendiri.
Kang Mus memanggil Komar untuk kedua kalinya “Sini” singkat tapi padat, Komar menghampiri Kang Mus. Kang Mus bertanya lagi ke Komar, “Ini kamu bawa dari rumah?” Komar menjawab bukan, Kang Mus lalu berteriak bertanya golok milik siapa. Ada yang menyahut punya Mustopa tukang kelapa dan dikembalikan ke yang punya. Setelah golok dikembalikan Kang Mus menjambak rambut Komar.
Komar lalu diseret Kang Mus ke jalanan, setelah itu mereka berhenti di pinggir jalan. Kang Mus bertanya kepada Komar sudah berapa kali dia ngamuk sambil memegang golok di tengah pasar, Komar mengelak kalau dia nggak ngamuk. Katanya cuman mengancam.
“Biar keliatan kaya jagoan?” tanya Kang Mus
“Bukan, Kang.”
Kang Mus lalu mengancam akan mencukur rambut Komar, Komar memohon jangan dicukur karena nanti orang-orang pasar nggak takut dia lagi karena nggak kelihatan seram. Kang Mus akhirnya melepas Komar, dengan syarat tidak ngamuk lagi. Kalau masih ngamuk akan dicukur sampai botak. Komar mengiyakan dan lari terbirit-birit saat dilepas oleh Kang Mus.
Adegan berganti ke dalam rumah, seorang pria yang cukup tua dan istrinya yang sakit-sakitan terbaring lemah di atas kasur. Si pria tua itu adalah Kang Bahar, tokoh utama dari Preman Pensiun yang diperankan oleh Almarhum Didi Petet. Kang Bahar yang menemani istrinya terbaring lemah menjadi adegan terenyuh saat saya melihat sinetron ini. Kang Bahar bertanya pada istrinya, apakah mau pindah ke ruang tengah tapi istrinya menolak. Mau di ruang tidur saja, katanya.
Kang Bahar lalu pamit kepada istrinya, nanti kalau anaknya yang bungsu (Kinanti) pulang baru dia pergi. Istrinya mengelak, palingan si Kinanti cuman di kamar, tapi Kang Bahar meyakinkan istrinya kalau nanti dia bilang ke Kinanti supaya menemani ibunya. Kinanti akhirnya datang dan Kang Bahar memanggil Amin, sopirnya untuk bersiap-siap berangkat. Adegan langsung berganti cepat di terminal dengan dua orang laki-laki naik ke angkot, lalu ibu-ibu di tengah mereka.
Adegan kembali ke Kang Bahar yang ternyata bertemu dengan Kang Mus di sebuah kafe. Sebelum bertemu dengan Kang Mus, dia menyuruh Amin untuk membeli buah dan buku panduan salat untuknya. Kang Bahar bertanya pada Kang Mus, “Komar kenapa?” Kang Mus menjawab, “Sudah saya tangani, Kang.”
Kang Bahar tetap bertanya sampai tiga kali dan Kang Mus menjawab sama sebanyak Kang Bahar. Akhirnya Kang Mus menceritakan kejadian pasar, dan Kang Bahar mengancam akan mengganti tiga anak buahnya dengan kambing tiga ekor kalau ia masih tidak becus menangani mereka. Kang Bahar lalu pamit dan pergi dari kafe, tapi saat sampai, mobil si Amin malah hilang.
Kang Mus menelepon Amin agar cepat kembali, Amin bilang dia sedang beli buku panduan salat. Lucunya, saat Kang Bahar kembali ke kafe dan hampir memesan minuman, si Amin malah datang dan membuat Kang Bahar kesal karena baru duduk. Akhirnya Kang Bahar bangun dan naik mobil bersama Amin.
Adegan masuk ke angkot lagi, ternyata dua orang lelaki yang naik angkot tadi adalah copet. Saep dan Ubed si duo copet dalam khazanah percopetan Bandung, mereka berhasil menggarap dompet ibu-ibu di tengah mereka. Si ibunya baru sadar dicopet setelah mau sampai tujuan, dia kebingungan dan menangis saat perjalanan pulang ke rumah. Saat di jalan seorang ibu-ibu lain melihat dan bertanya, “Ceu Ipah! Ceu Ipah kenapa?” tapi Ceu Ipah lewat dan tidak menggubris panggilan.
Singkat cerita tetangga Ceu Ipah tadi ternyata istrinya Kang Mus yang bernama Esih. Dia meminta tolong kepada suaminya supaya dompetnya Ceu Ipah kembali. Kang Mus bergerak cepat, menelepon anak buahnya Maman Suherman untuk menemukan kembali dompet tetangganya itu. Maman menelepon copet yang ia kenal, dan meminta supaya dompet itu dicari agar ketemu.
Saep dan Ubed dipanggil oleh bosnya, Juned, yang ternyata adalah orang yang ditelepon oleh Maman Suherman perihal dompet. Juned marah karena ini akan jadi masalah besar. Maman Suherman anak buah Kang Mus, Kang Mus adalah tangan kanan Kang Bahar. Kalau tidak ketemu dompet dan isinya, mereka dalam bahaya besar.
Mereka mencari sampai di tengah sawah. Tapi karena miskom malah jadi berantem dan kotor-kotoran di sawah. Sialnya, dompet itu ditemukan di pinggiran sawah, bukan di tengah. Mereka langsung kembali ke Juned dan mengembalikan dompet itu. Saat dicek uangnya kurang 200 ribu. Juned tidak mau tahu, pokoknya harus kembali utuh.
Adegan loncat cepat, tiba-tiba Kang Mus sampai rumah dan mengembalikan dompet ke tangan Esih. Esih bingung, ini bagaimana bilangnya ke Ceu Ipah. Kang Mus bilang, sampaikan saja tadi ada yang balikin dompet. Ada yang nemuin. Esih pergi ke rumah Ceu Ipah, dan mengembalikan dompetnya. Namun saat diperiksa oleh Ceu Ipah semuanya lengkap, tapi yang bikin bingung uangnya yang diambil di ATM 50 ribuan semua. Ini kenapa jadi ada recehan?
Ceu Ipah bertanya ke Esih, dan Esih hanya bisa menyengir.
Preman Pensiun episode 1 musim 1 memang episode “pemanasan” dan pengenalan karakter utama yang nantinya akan menjadi klimaks utama dalam cerita, termasuk di sini adalah Kang Bahar yang diceritakan mulai fokus menjaga istrinya dan terketuk hatinya ke jalan agama. Lalu kisah Kang Mus yang mulai perlahan menjadi bos preman, menggantikan Kang Bahar. Oh iya, sisi kemanusiaan dan kepedulian juga diceritakan lewat adegan penemuan kembali dompet tetangganya Kang Mus.
Baca sinopsis semua episode Preman Pensiun musim 1 di sini.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.