Saat menerima hasil swab test istri dari rumah sakit, saya kaget bercampur sedih dan takut. Istri saya positif terpapar Covid-19. Dia pun hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang seolah-olah akan segera berakhir. Hidup kami sekeluarga pun berubah seketika, paling tidak untuk 14 hari ke depan setelah kabar positif tersebut kami terima. Bisa dibilang itu adalah near-death experience. Setelah melaporkan status positif istri saya kepada Satgas covid-19 tempat kami tinggal, kami pun diminta untuk karantina mandiri selama 14 hari. Semua kebutuhan rumah tangga kami akan disiapkan oleh satgas bersama dengan para tetangga di lingkungan kami. Tidak ada jalan lain selain menurut alias pasrah.
Masa karantina 14 hari benar-benar mengubah cara hidup kami. Terutama pada cara pandang kami tentang pentingnya menjaga kesehatan dan bagaimana melakukannya. Selama ini kami banyak lalai dalam hal menjalankan protokol kesehatan yang ramai digaungkan oleh pemerintah. Contohnya cuci tangan. Sebelum karantina mandiri, aktifitas mencuci tangan hanya dilakukan saat kami mau makan ataupun saat aktifitas di kamar mandi (BAK/BAB). Saat karantina berlangsung, jangankan cuci tangan, cuci hidung dengan cairan infus pun kami lakukan.
Selain persoalan cuci tangan, kami pun menjaga asupan makanan. Kami beruntung memiliki tetangga yang peduli dan satgas Covid-19 yang tanggap. Semua kebutuhan asupan makanan disediakan dengan memperhatikan aspek 4 sehat 5 sempurna. Dari mulai sayuran, buah, tempe, tahu, hingga daging dan telur disiapkan setiap hari. Kami tinggal mengolahnya di dapur. Susu bermerek terkenal pun kami dapat. Ada juga kiriman beras, suplemen, dan makanan ringan, serta bantuan keuangan dari kerabat dekat dan teman-teman pengajian.
Kami pun rajin berjemur setiap pagi untuk mendapatkan manfaat dari sinar matahari. Istri saya berjemur di halaman belakang, sedangkan saya dan anak-anak berjemur di halaman depan. Di momen-momen seperti ini, saya dan anak-anak sempatkan diri untuk saling bercerita ataupun bercanda agar kami terhindar dari stres yang memang menjadi salah satu faktor penurun imunitas tubuh. Sebagai penggemar drakor, istri saya berjemur sambil nonton beragam serial kesukaannya. Hasilnya? Alhamdulillah, setelah karantina mandiri selama 14 hari, kami sekeluarga telah dinyatakan sehat oleh Puskesmas.
****
Selama masa karantina mandiri, saya menyadari bahwa selama ini masalah kesehatan jarang sekali mendapatkan perhatian. Kita cenderung abai dan sibuk dengan urusan pekerjaan, sekolah, ataupun urusan lainnya. Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa tingkat kesadaran kesehatan masyarakat Indonesia hanya sekitar 20%. Artinya dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, hanya 20% yang paham mengenai kesehatan. Selebihnya tidak, termasuk saya. Tak heran bila kemudian kita dapati pesatnya angka kenaikan penderita Covid-19 di negeri ini. Padahal Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sudah dicanangkan pemerintah sejak 2015. Bahkan sudah 56 tahun kita merayakan Hari Kesehatan Nasional.
Kita memang cenderung untuk mengabaikan sesuatu hingga pada saatnya sesuatu itu menjadi hal yang begitu penting bagi kita. Bisa jadi karena kita suka menunda-nunda pekerjaan (procrastination). Misalnya dulu saat sekolah, pentingnya belajar kalah dengan serunya bermain bersama teman-teman. Setiap pulang sekolah, boro-boro belajar, yang ada selalu main dan main. Pas giliran ujian tiba, sistem belajar kebut semalam pun menjadi solusi. Itu pun jika sempat belajar. Seringnya malah belajar di menit-menit terakhir menjelang ujian.
Mungkin juga kita abai karena sesuatu itu tidak terkait dengan kita. Misalnya soal rokok. Meskipun ada peringatan pemerintah mengenai bahaya merokok di setiap bungkusnya, tetap saja rokok laku di pasaran. Mengapa demikian? Bisa jadi karena yang saat ini merokok tidak merasakan efek negatif dari rokok yang mereka isap. Mereka belum terjangkit oleh penyakit jantung atau kanker paru-paru. Jika pria, dia belum mengalami impotensi. Jika wanita, bisa jadi dia tidak sedang hamil, sehingga tidak takut akan gangguan pada kehamilan dan janin.
Atau bisa jadi kita menganggap Covid-19 ini sebenarnya tidak ada. Ini hanyalah bagian dari konspirasi global. Kita hanya dibodohi oleh media-media yang telah menjadi corong propaganda kelompok tertentu yang berencana untuk meraup keuntungan dari adanya pandemi ini. Buktinya pilpres di AS tetap dijadwalkan. Pilkada di Indonesia tetap jalan terus. Apa pun alasannya, sudah seharusnya masalah kesehatan tidak sampai kita abaikan. Ingatlah, bahwa kesehatan adalah hal yang sangat berharga.
****
Jika diibaratkan masa sekolah, positifnya istri saya mengidap Covid-19 adalah ujian dadakan bagi saya dan keluarga. Ujian yang diadakan oleh kampus kehidupan. Oleh karena dadakan, maka tidak ada persiapan yang dilakukan sebelumnya. Mau tidak mau, sistem belajar kebut semalam kembali saya terapkan. Tidak ada dosen dan tidak ada absen. Namun, lembar ujian sudah menanti untuk diisi. Tak ada jalan lain kecuali mengerjakannya.
Saya yang abai dan ogah-ogahan cuci tangan, akhirnya terpaksa rajin mencuci tangan. Saya yang malas dan sering lupa minum vitamin akhirnya harus pasang alarm supaya ingat untuk minum vitamin. Saya yang males berjemur karena nyaman dengan ruangan ber-AC, akhirnya harus menghangatkan diri secara rutin setiap pagi. Mau tidak mau, protokol kesehatan harus saya dan keluarga jalankan.
Pandemi ini sudah seharusnya bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran kesehatan dan memulai gaya hidup yang sehat. Faktanya, hingga saat ini cara melawan Covid-19 yang efektif adalah dengan menjaga kesehatan dan sistem imun tubuh sehingga tidak mudah terjangkit oleh virus tersebut. Pandemi ini memaksa kita untuk beradaptasi dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang sebenarnya sangat bermanfaat dan memang perlu dilakukan. Kita dipaksa untuk tetap berada di dalam kondisi tubuh yang fit, jika kita tidak mau terjangkit Covid-19.
BACA JUGA Vaksin Covid-19 Butuh Waktu Lama untuk Dibuat: Penjelasan Sederhana
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.