Untuk pertama kalinya selama jadi PNS, saya ambil jatah cuti tahunan. Selain karena pandemi, alasan saya nggak ngambil cuti tahunan di waktu-waktu yang lalu, karena ngambil cuti tahunan bagi PNS, kadang berbelit-belit proses administrasinya. Tergantung kebijakan dan kemurahan hati atasan.
Syukurnya, tahun ini, proses ambil cuti tahunan saya terhitung lancar dan mudah, terima kasih ya, Pak Bos, hehehe. Seperti biasa, ketika ada jatah libur yang agak lama, saya memilih pulang ke rumah orang tua dan mertua. Ketimbang healing atau jalan-jalan pada suatu destinasi wisata.
Saat saya pulang ke rumah orang tua di Cikarang, saya menyempatkan diri untuk bersua dengan beberapa teman masa kecil saya di sekitar rumah. Setelah ngobrol ngalor-ngidul sambil bernostalgia. Mereka menyampaikan kabar yang kurang sedap terkait terangkatnya saya sebagai PNS.
FYI, meskipun Cikarang menjadi bagian resmi dari daerah metropolitan Jabodetabek, sayangnya kebiasaan kurang baik khas masyarakat jadul belum hilang. Ya, salah satunya ini, kerap gosipin pencapaian orang lain.
Sebagai tambahan informasi, dalam tatanan masyarakat di lingkungan kami, saya dan orang tua, termasuk keluarga yang medioker. Kami bukan termasuk tokoh agama atau tokoh masyarakat yang suaranya berpengaruh di masyarakat. Kondisi ekonomi keluarga kami pun termasuk rata-rata air, dibanding tetangga yang lain.
Sebagai keluarga medioker, saya dan orang tua, jarang sekali sesumbar prestasi keluarga. Saya wisuda aja kayak nggak dirayain atau gimana gitu. Biasa aja mah. Ya buat apa banggain hal-hal non-esensial begitu tuh.
Bahkan ketika saya jadi PNS pun, orang tua saya diem aja. Tetangga baru tahu saya jadi PNS 4 tahun kemudian. Kenapa nggak bilang-bilang? Takut kalau ada fitnah dan gosip. Dan ini inti artikel ini.
Ketakutan kami terbukti, ada gosip tak enak tentang saya di kampung. Tapi, gosip tak enak ini jauh dari ekspektasi saya. Saya kira, saya bakal digosipin pake joki, orang dalam, atau nyogok petinggi daerah. Ternyata, gosipnya bukan itu. Gosipnya adalah, saya lolos PNS pake dukun.
Yep, Anda nggak salah. Saya dikira lolos karena pakai ilmu gaib. Sungguh, ini lompatan logika paling ajaib yang pernah saya dengar.
Saya paham bahwa terduga penyebar gosip ini, berasal dari wilayah yang kental dengan ilmu gaib. Tapi, tetap saja sangat sulit dinalar, bagaimana dia bisa sampai pada kesimpulan bahwa jadi PNS bisa melalui bantuan ilmu gaib? Pendekatan yang paling masuk akal untuk kesimpulan tersebut, menurut saya adalah mungkin dia menyamakan tes CAT PNS dengan Ujian Nasional (UN) waktu sekolah dulu.
Percaya atau tidak, saat saya masih sekolah dulu, ada siswa yang pergi ke “orang pintar”. Bukan untuk belajar tentunya, tapi untuk dikasih mantra supaya bisa lulus UN. Konon, setelah pergi ke dukun, saat UN nanti, misal siswa tersebut jawab pakai feeling untuk pertanyaan yang nggak tau jawabannya. Pilihan jawaban yang ngasal tersebut, bisa jadi benar. Kayanya itu bukan ilmu gaib deh, tapi bejo aja.
Mungkin terduga penyebar gosip tersebut, berpikir bahwa saat saya asal-asalan mengisi soal CAT CPNS, dengan bantuan ilmu gaib. Jawaban yang saya pilih berdasarkan feeling, bisa jadi benar.
Feeling matamu. Nggak tahu aja dia kalau saya pagi, siang, sore, itu belajar buat tes CAT.
Mari kita agak serius memandang tuduhan ini. Ada opini yang mengatakan bahwa isu pesugihan muncul di masa penjajahan Belanda, atau masa di mana kemiskinan Indonesia benar-benar merata. Orang-orang tak bisa memahami kenapa tetangga mereka, tiba-tiba kaya, dan mereka menganggap tetangga mereka punya perjanjian dengan entitas tertentu. Misal, siluman monyet berbulu vinyl. Mudahnya seperti itu.
Tuduhan-tuduhan seperti itu dipelihara hingga sekarang. Tetanggamu tiba-tiba beli mobil, pasti korupsi. Tetanggamu tiba-tiba tunangan, pasti hamil duluan. Tetanggamu tiba-tiba naik jabatan, pasti nyogok. Seakan-akan, kerja keras tak jadi variabel yang penting. Semua, berangkat dari asumsi.
Yang saya alami adalah contoh sahih dari paragraf atas. Entah mereka meragukan kapabilitas saya sebagai PNS, atau mereka benar-benar tak percaya bahwa kerja keras bisa memberimu hasil yang menyenangkan, saya tak tahu. Tapi ini membuktikan bahwa kebiasaaan orang lompat logika ketika tak bisa menemukan jawaban masih ada dan berlipat ganda.
Dalam hati, saya sebenarnya tak masalah dituduh pakai dukun saat tes PNS. Saya justru merasa miris bahwa pikiran-pikiran seperti ini masih dipelihara, dan banyak manusia yang begitu malas untuk mencari jawaban, dan memilih menjadi atlet lompat logika.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA PNS Kaya Nggak Melulu karena Korupsi, Ini 5 Alasan PNS Bisa Kaya