Klakson bukanlah solusi kemacetan, dan tak akan pernah jadi solusi kemacetan
Sejak Senin pagi di pekan ketiga Juli 2022 ini, para pelajar serentak masuk sekolah. Sungguh semarak, termasuk “semarak” di jalan. Semarak yang saya maksud adalah tak hanya saat kendaraan kita disalip pengendara lain yang menyalakan sein kanan tapi beloknya kiri atau sebaliknya. Tapi, yang bikin geleng-geleng kepala sekaligus nahan emosi adalah pengendara yang jempolnya enteng pencet klakson saat macet panjang terjadi. Hal ini saya alami saat mengantar anak saya sekolah sekalian ngantor.
Kalau di daerah saya, titik-titik macet pagi hari adalah di depan jalan masuk lokasi satu sekolah atau beberapa sekolah. Otomatis jika kendaraan kita berbelok ke lokasi sekolah yang berada di seberang jalan, akan bertemu dengan pengendara lain dari arah berlawanan. Semua ingin lancar dan cepat sampai di tujuan masing-masing. Otomatis kemacetanlah yang terjadi. Sayangnya, jumlah personil polisi yang mengatur keluar masuk kendaraan juga sangat terbatas.
Nah, yang paling membagongkan adalah ketika kemacetan terjadi, ada pengendara yang membunyikan klakson berulang-ulang. Lah, dia pikir kalau dia pencet itu klakson, kemacetan bakal terurai secara ajaib?
Oke, mungkin dia punya alasan tersendiri kenapa mencet klakson berulang-ulang. Entah kebelet, telat, ditunggu rapat, atau janjian ke KUA. Siapa tahu? Tapi, kan tidak semua orang punya pikiran kek saya.
Klakson memang diciptakan sebagai kelengkapan kendaraan dan menjadi medium komunikasi simbolis antarpengguna jalan. Apabila klakson nggak berfungsi, bisa dikenai pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 pasal 69 tentang kekuatan bunyi klakson.
Meski demikian, apakah fungsi klakson yang menempel di kendaraan memang benar-benar digunakan sebagai simbol emosional diri saat terjadi kemacetan? Kalau kesal sama pengendara lain, apakah memang membunyikan klakson dapat digunakan sebagai semiotik bahwa kendaraan di depannya harus menyingkir? Seperti itukah etikanya main klakson?
Mungkin Sodara pernah mendengar, bahkan bisa jadi menyaksikan, pengendara motor yang kaget saat diklakson mobil dalam jarak dekat. Sebut saja pelajar yang tewas terlindas bus setelah sepeda motor yang dikendarai ibunya terjatuh pada jalanan padat lalu lintas di Jalan Soekarno-Hatta, Kecamatan Tanjung Senang, Lampung, pada Rabu (5/1/2022) sebagaimana dikutip dari Kompas. Keduanya terjatuh karena sang ibu kaget mendengar klakson mobil dengan keras dari arah belakang.
Kalau kita bandingkan dengan tetangga terdekat Singapura, hampir tak pernah saya mendengar suara klakson saat halan-halan ke sana beberapa masa yang lalu. Lebih jauh lagi di Inggris, sembarangan ngelakson bisa kena denda seperti yang tertera dalam Highway Code-nya mereka. Seperti saat tengah berhenti atau di lampu merah. Juga tak boleh membunyikan klakson saat frustasi atau marah seperti dikutip liputan6.com. Tak tanggung-tanggung apabila melanggar, denda yang harus dibayarkan setara 500 ribu hingga 17 juta-an rupiah jika sampai ke pengadilan.
Entahlah sampai kapan kelakuan pencet klakson sembarangan terjadi di Indonesia. Selama masih ada kemacetan, saya pikir ada saja pengguna jalan yang berpikir ngelakson kencang-kencang akan jadi solusi. Apakah macet akan terurai? Oh, tentu tidak selama volume kendaraan makin meningkat dan bertemu dalam waktu sama di sebuah titik.
Jadi gimana, Ngab? “Penyesuaian waktu masuk pekerja supaya tidak numpuk di saat yang sama!” usul Kepolisian Jakarta. Ya, perlu dikaji dan disetujui banyak pihak serta perlu diuji coba dulu di lapangan. Lantas apakah jika sudah diatur demikian, kebiasaan tersebut akan hilang? “Ya, kita lihat nanti, kok nanya saya?”
Ingat Sodara, jalanan juga adalah ruang sosial yang menjadi arena pergulatan berbagai kepentingan dan kepribadian yang saling bertemu sementara sebelum mencapai tujuan masing-masing. Artinya potensi konflik di jalan sangat besar mengingat pengguna jalan tak saling mengenal dan membawa latar belakang emosional batiniah sendiri. Untuk itulah pandai-pandailah mengontrol kendaraan termasuk mengontrol emosi saat berkendara di jalan termasuk mengontrol klakson Sodara. Cara kita berkendara juga mencerminkan kepribadian kita.
Penulis: Suzan Lesmana
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Renungan tentang Klakson dan Tiga Macam Klakson di Mobil Saya