Pro Evolution Soccer atau PES adalah sebuah gim simulasi sepak bola garapan Konami. Ia memulai debutnya dengan nama “International Superstar Soccer” atau ISS yang dirilis pada tahun 1994 untuk Nintendo sebelum akhirnya berubah nama menjadi ‘Pro Evolution Soccer’ pada tahun 2001. Seiring perkembangan zaman, PES, atau yang di Jepangnya lebih dikenal dengan sebutan Winning Eleven (WE), telah banyak menghasilkan gim-gim simulasi sepak bola yang seru dan menyenangkan.
Terakhir, mereka baru saja merilis versi demo atau pre-alpha dari PES 2022 yang disinyalir akan membikin banyak perubahan radikal mulai dari aspek grafis -yang akan menggunakan Unreal Engine, gameplay, atmosfer pertandingan, hingga detil-detil kecil seperti cameraman yang bisa berlari mengikuti selebrasi pemain. Tentu, patut ditunggu langkah apa yang akan dilakukan Konami di seri PES terbarunya ini mengingat pesaingnya, FIFA, sudah terlampau jauh mendominasi skena gim persepakbolaan global.
Namun, mau sebanyak apa pun seri-seri PES yang akan berdatangan—karena ini memang gim tahunan, saya rasa tidak akan ada seri PES lain yang mampu mengalahkan kepopuleran PES 2013 pada masanya. Bahkan hingga saat tulisan ini saya buat, saya dan beberapa teman saya yang lain masih menyimpan copy gim PES 2013 ini di laptop dan terkadang memainkannya di kala senggang. Ada semacam perasaan nostalgik ketika saya kembali memainkan gim ini. Namun, yang menjadikan gim ini amat sentimentil tentu bukan sesederhana “menimbulkan perasaan nostalgik” semata (walaupun itu berarti gim ini amat bagus sehingga akan selalu diingat).
Pertama, dari segi gameplay, PES 2013 punya mekanisme permainan yang cukup cepat dan mudah (bahkan sangat cepat jika dibanding PES 2014 dan seterusnya dan seterusnya). Saya pernah menulis tentang alasan orang-orang di kampung saya yang menyukai PES adalah karena mereka lebih senang memainkan gim yang nggak rumit, cepat, dan simpel. Dan PES 2013 memenuhi semua kriteria itu. Pasalnya, PES 2014 hingga 2021 cenderung agak lambat (atau mencoba lebih realistis) dari segi gameplay. Hal ini membuat beberapa orang tetap memainkan PES 2013 meski seri-seri PES selanjutnya menyajikan hal-hal baru. Katakanlah, orang-orang ini sudah terlalu nyaman dengan PES 2013 sehingga, sebanyak apa pun seri PES yang menanti di depan, mereka tak akan pernah lupa dengan “cita rasa” dari PES 2013 ini.
Kedua, PES 2013 tidak pernah tidak punya patch atau mod (tentu saja unofficial) terbaru. Bahkan, patch-patch untuk musim 2021 bisa kalian temukan dengan mudah di Mbah Google. Menariknya, patch-patch ini dikerjakan oleh individu-individu yang, katakanlah, saking (masih) jatuh cintanya pada PES 2013, mereka rela meluangkan waktunya untuk mengedit dan memasukkan unsur-unsur baru ke dalam gim PES 2013. Hal tersebut dilakukan semata agar tetap relevan dengan kondisi sepak bola hari-hari ini dan bisa dinikmati oleh pecinta PES 2013 lainnya. Tentu saja hal ini cukup luar biasa untuk gim sepak bola yang sudah berumur 9 tahunan lebih ini.
Ketiga, sangat ramah untuk laptop dan PC kentang. Ya, kita tahu bahwa gim persepakbolaan akhir-akhir ini, setidaknya bagi beberapa teman saya, memang membutuhkan spesifikasi yang cukup tinggi. Hal ini membuat mereka tidak mampu mengimbangi gim-gim seperti PES 2021, misalnya, yang membutuhkan RAM minimal 8 GB dengan kartu grafis minimal 2 GB. Untuk orang-orang yang kemampuan daya belinya hanya sampai pada taraf entry level, PES 2013 menjadi salah satu gim sepak bola yang bisa dinikmati tanpa lag.
Tetapi, jangan salah, mereka memainkan seri ini bukan karena terpaksa, melainkan karena gameplay-nya yang memang bagus dan tentu masih ada patch-patch gratis di Internet andaikata mereka ingin merasakan atmosfer sepak bola musim terbaru. Hal ini, sebetulnya, cukup membuktikan bahwa value dari sebuah gim sepak bola tidak hanya terletak pada aspek grafis yang menawan saja. Lagipula, saya yakin jika mereka mempunyai laptop atau PC high-end sekali pun, PES 2013 akan tetap bertengger di sana bersamaan dengan gim-gim sepak bola yang sudah lebih modern lainnya.
PES 2013 memang menjadi salah satu gim paling monumental selama saya memainkan seri-seri PES selama ini. PES 2013, pada saat itu, bisa ditemui di sudut-sudut rental PS dengan kelakar-kelakar kawan yang menjadikan stik sebagai kambing hitam, protes pada tendangan Cristiano Ronaldo yang overpower, hingga kebahagiaan karena memenangkan suatu pertandingan dan mendapatkan pundi-pundi uang. Secara subjektif, memori-memori inilah yang membuat saya akan tetap menyukai PES 2013 (selamanya) selain tiga alasan di atas.
BACA JUGA Di Kampung Saya, Orang-orang Lebih Suka Main PES Dibanding FIFA dan tulisan Raihan Rizkuloh Gantiar Putra lainnya.