Memasuki jam-jam tertentu, banyak titik di Jogja yang macet parah. Bahkan “jalan tikus” atau jalan pintas yang dulu jadi alternatif, kini juga menyebalkan. Salah satu titik yang jadi kebencian baru bagi warga adalah pertigaan Kanisius Deresan Jogja.
Sebetulnya “nggak baru banget”, sih. Sejak beberapa tahun ini, pertigaan Kanisius Deresan Jogja sudah semakin padat. Mau dari arah barat (Jalan Sendok), atau timur (Jalan Cempaka), atau selatan (Jalan Nusa Indah), semuanya padat. Semuanya seperti “berkumpul” menjadi satu di pertigaan Kanisius Deresan Jogja.
Beberapa tahun yang lalu, warga menggunakan jalan ini sebagai alternatif, demi menghindari Jalan Kaliurang dan Jalan Gejayan. Bahkan, setahu saya, dulu ada Pak Ogah ikut mengatur lalu-lintas di sini. Namun, itu udah lama banget. Sekarang, Pak Ogah saja sudah ogah mengatur lalu-lintas di sana.
Pertigaan Kanisius Deresan Jogja itu jalannya terlalu kecil
Kenapa pertigaan Kanisius Deresan Jogja bisa macet? Pertama, tentu saja ukuran jalan. Jalanan di sekitar Kanisius itu semuanya sempit. Ya maklum, karena sejatinya bukan jalan utama. Selain itu, di sekitar sana banyak hunian. Jadi, kok kayaknya lebih cocok disebut sebagai jalan kompleks perumahan saja.
Kalau jalanan sudah sempit, tambahkan volume kendaraan di pagi dan sore, maka yang akan kamu dapat adalah kemacetan. Semuanya ingin cepat dan lewat jalan yang mereka pikir akan lengang. Maka, karena semua punya pikiran yang sama, terjadilah penumpukan kendaraan di sana.
Baca halaman selanjutnya: Resep kemacetan adalah jalan sempit + kepadatan penduduk.
Pengendara yang ugal-ugalan
Kenapa para pengendara yang melintas di pertigaan Kanisius Deresan Jogja itu banyak yang “ugal-ugalan”? Penyebab utamanya adalah mengejar waktu. Khususnya di pagi hari, di mana mahasiswa mengejar jam kelas, sementara pekerja mengejar jam masuk kantor. Ini penyebab yang jamak terjadi di mana saja jalan tikus ada. Yang awalnya alternatif, akhirnya jadi titik kemacetan saja.
Mungkin itu juga yang bikin Pak Ogah tak lagi terlihat di sana. Seingat saya, keberadaan Pak Ogah di sana juga tidak lama. Saya sempat bertanya kepada orang lokal sana. Katanya, mungkin Pak Ogah saja malas mengatur lalu-lintas kalau pengendaranya nggak mau mengalah.
Sudah begitu, dan ini dugaan saya saja, mungkin banyak pengendara tidak mau memberi uang untuk Pak Ogah. Entah, mungkin karena terlalu terburu-buru untuk melintas.
Deresan Jogja yang memang padat penduduk
Daerah Deresan adalah salah satu kawasan padat penduduk. Saya tidak tahu seberapa banyak warga yang tinggal di sana. Namun, kamu bisa merasakannya bahwa jumlah pendatang sama banyaknya seperti penduduk lokal.
Hal ini terlihat dari banyaknya kok, laundry, hingga tempat makan di sana. Bahkan beberapa terkenal dan menjadi tujuan seperti Soto Seger Hj Fatimah atau rumah makan Flamboyan.
Aktivitas tinggi penduduk lokal, mahasiswa, pekerja, dan pelajar membuat pertigaan Kanisius Deresan Jogja pasti padat. Dan, ingat, jalanan di sana termasuk sempit. Jadi, yah, tidak heran bila titik ini jadi “kebencian baru” bagi warga Jogja dan Sleman.
Pertigaan Kanisius Deresan Jogja jadi jalan tembus dari utara dan selatan
Terakhir, menurut saya, pertigaan Kanisius Deresan Jogja jadi padat karena jalur ini jadi jalan tembus. Kalau kamu tinggal di Kota Jogja dan bekerja di Sleman, ketimbang melintas di Jalan Kaliurang atau Jalan Gejayan, memang mending lewat Deresan.
Di jam-jam khusus, Jalan Gejayan misalnya, sangat padat dan bising. Meski pengendara tahu bahwa bakal kena pacet di pertigaan Kanisius Deresan Jogja, mereka tetap memilih melintas di sini. Maklum, masih mendingan ketimbang lewat Jalan Gejayan, kan. Sudah begitu bisa menghemat waktu.
Itulah, beberapa alasan yang membuat pertigaan Kanisius Deresan Jogja jadi begitu padat. Saya agak kesulitan membayangkan solusi mengurai kepadatan di sana. Melebarkan jalan tentu bakal sangat sulit karena minimnya lahan di sekitar trotoar. Malah harus “menggusur” beberapa halaman rumah dan tempat usaha.
Yah, disabar-sabarin saja, sih kalau melintas di sana. Maklum, Jogja dan Sleman saat ini memang semakin padat kendaraan.
Penulis: Helena Yovita Junijanto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Jogja Membuat Saya “Menyesal” dan Kelak Ingin Kembali untuk Mencoba Lagi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
