Pertashop Bangkrut Justru Bikin Repot: Laporan Langsung dari Pelanggan Bensin Pertamina

Pertashop Bangkrut Justru Bikin Repot: Laporan Langsung dari Pelanggan Bensin Pertamina

Sudah banyak informasi tentang Pertashop yang memilih tak melanjutkan operasional berkeliaran di media sosial. Banyak dari tulisan dan uneg-uneg berkaitan dengan kerugian yang dialami pebisnis, serta keanehan Pertamina yang menaikkan harga Pertamax ketika bisnis tersebut sedang merangkak menuju puncaknya. Tapi, banyak orang lupa bahwa selain pemilik bisnis tersebut, ada satu pihak yang ikut dirugikan oleh tutupnya Pertashop, yaitu konsumen Pertamina (yang jelas akan repeat order itu).

Kemunculan Pertashop di desa-desa itu menyelesaikan banyak masalah. Yang paling terlihat jelas adalah akses bahan bakar yang benar-benar terjangkau. Banyak SPBU yang hanya dibangun di pusat daerah, dan itu merepotkan betul bagi warga desa. Meski desanya rame dan dilalui banyak kendaraan, tapi tetap saja tak menarik minat pemilik modal untuk menginvestasikan uangnya membangun SPBU di tempat tersebut.

Maka dari itu, kemunculan Pertashop sebenarnya adalah salah satu langkah jenius yang pernah dicetuskan oleh Pertamina. Bagi orang yang punya uang tapi nanggung, bisa tetap membuka usaha di bidang perbensinan. Bagi pengguna kendaraan di desa, mereka tak lagi kesulitan membeli bahan bakar dengan harga yang semestinya. Pertalite eceran kerap dijual di harga 10 ribu per liter. Padahal pertamax pada saat itu, harganya sekitar 9000-an lebih. Ya orang waras bakal milih pertamax lah, secara kualitas kan tetap lebih bagus ketimbang pertalite.

Lebih bagus, lebih murah, jelas kan kalau jadi pilihan?

Pertashop, secara tak langsung, membentuk kebiasaan baru. Orang tak lagi harus menyelakan waktu mengantre bahan bakar di SPBU. Mereka tenang saja melakukan perjalanan meski bensin mereka tipis. Wong nanti mereka bakal nemu Pertashop di jalan yang mereka lalui.

Tapi ketika harga Pertamax dipatok naik secara ugal-ugalan, orang-orang mulai jiper. Uang dua puluh ribu, dulu bisa dapat dua liter pertamax lebih dikit, sekarang hanya mendapat separuhnya. Ya semuanya putar balik ke pertalite. Meski sama-sama naik, tapi pertalite masih jauh lebih murah.

Tak mengagetkan jika banyak Pertashop memilih tutup. Mereka tak bisa menahan laju keterpurukan, dan biaya operasional tak sepadan dengan keuntungan.

Lalu apa efek negatifnya ke konsumen?

Begini. Jalan-jalan yang dipenuhi Pertashop tetap ramai, atau mungkin malah jadi lebih ramai, tapi membeli bahan bakar jadi susah karena banyak pertashop tutup. Orang-orang yang melewati jalan tersebut jadi nggak lagi tenang jika ternyata bahan bakar mereka hampir habis. Contohnya, saya.

Oke, mungkin kalian akan mengatakan saya ceroboh, dan saya nggak akan protes. Tapi biarkan saya bercerita dulu.

Baca halaman selanjutnya

Kemarin sore saya pulang dari Jogja ke Wonogiri…

 Kemarin sore, saya pulang dari Jogja ke Wonogiri melewati Stasiun Srowot lalu ke arah Tawangsari. Yang tau jalannya, pasti paham maksud saya. Nah, banyak kali Pertashop berdiri di sepanjang jalan itu. Kebetulan, bensin saya hanya tinggal sedikit. Awalnya saya mau beli sebelum berangkat, tapi sepanjang jalan, SPBU ramai antrean. Saya memilih untuk tidak antre karena takut keburu malam. Percayalah, Anda tak akan ingin melewati Klaten-Sukoharjo pada malam hari. Sudah gelap, jalannya jelek.

Dalam pikiran saya, saya bakal melewati banyak pertashop. Andaikan tutup, saya bisa mampir dulu di SPBU daerah Bayat. Begitu pikiran saya.

Ternyata, sepanjang jalan sebelum sampai ke SPBU Bayat, semua pertashop yang ada pada tutup. Ya sudah, mau tak mau saya memang harus antre di SPBU Bayat. Kalau memang harus sampai rumah mendekati maghrib, tak apa.

Namun, ternyata, kesialan menimpa saya. Entah kenapa, tumben SPBU Bayat tutup. Saya langsung panik. Indikator bensin sudah megap-megap, sedangkan SPBU terdekat berada di Tawangsari, yang masih berpuluh kilo. Modyar.

Tapi saya teringat kalau ada Pertashop di daerah sebelum Weru. Melajulah saya dengan penuh kemantapan. Sebenarnya bisa saja saya beli bensin eceran. Tapi untuk harga yang hampir sama, saya jelas memilih pertamax. Sekarang pertamax ada di angka (kalau tidak salah) 12.900, sedangkan pertalite eceran 12 ribu. Yo pilih pertamax e cah.

Ketika mulai memasuki jalan arah Weru, terlihat lampu khas SPBU menyalak dengan lantang. Tak pikir panjang, gas saya putar agak dalam, seakan menemukan oase di padang pasir.

Sesampainya di Pertashop tersebut, raut wajah saya yang awalnya cerah berubah menjadi marah. Bajingkrek setan alas, tutup!

Saya yakin betul bahwa pom ini masih buka sampai malam, sebab beberapa kali saya lewat sini malam-malam dan masih buka. Jindul.

Untunglah motor saya tahu kondisi dan masih bisa mencapai SPBU Tawangsari dengan selamat. Saya nggak jadi dorong motor. Setelah mengisi tangki, saya melanjutkan perjalanan.

Dari SPBU Tawangsari ke rumah saya, ada dua Pertashop yang berdiri dan buka sampai malam. Ketika saya melewati dua tempat tersebut, semuanya tutup. Bahkan sebenarnya saya tak yakin juga kalau mereka masih beroperasi. Kalau jalan yang lebih ramai saja memilih tutup, apalagi tempat-tempat ini.

***

Naiknya pertamax ternyata tak hanya merugikan dalam bentuk nominal, tapi juga mencabut kenyamanan dan keamanan yang selama ini muncul karena adanya bisnis-bisnis SPBU mini ini. Kita yang awalnya bisa menemukan akses bahan bakar di mana saja, bahkan tingkat desa, jadi tak seleluasa dulu.

Saya sendiri tak habis pikir, untuk apa Pertamina  mengajak orang bikin Pertashop kalau ujung-ujungnya menaikkan harga pertamax begitu tinggi. Kenaikan harga bahan bakar kali ini saya rasa adalah kenaikan paling tidak bisa dinalar. Entah apa yang dipikirkan oleh Pertamina dan pemerintah.

Kini, kita kembali ke kebiasaan lama: mengantre panjang di SPBU yang jelas nggak merata dan terkadang sulit dijangkau, juga kehilangan waktu yang signifikan. Yah, setidaknya SPBU ramai lagi. Lebih ramai ketimbang waktu Pertashop masih berdiri full senyum.

Eh, tapi, kalau SPBU jadi ramai lagi karena pertashop pada tutup, jangan-jangan…

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kalau Harga Pertamax RON 92 Beneran Naik, Bagaimana Nasib Pertashop dan Pertamini?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version