Kemarin sore, saya pulang dari Jogja ke Wonogiri melewati Stasiun Srowot lalu ke arah Tawangsari. Yang tau jalannya, pasti paham maksud saya. Nah, banyak kali Pertashop berdiri di sepanjang jalan itu. Kebetulan, bensin saya hanya tinggal sedikit. Awalnya saya mau beli sebelum berangkat, tapi sepanjang jalan, SPBU ramai antrean. Saya memilih untuk tidak antre karena takut keburu malam. Percayalah, Anda tak akan ingin melewati Klaten-Sukoharjo pada malam hari. Sudah gelap, jalannya jelek.
Dalam pikiran saya, saya bakal melewati banyak pertashop. Andaikan tutup, saya bisa mampir dulu di SPBU daerah Bayat. Begitu pikiran saya.
Ternyata, sepanjang jalan sebelum sampai ke SPBU Bayat, semua pertashop yang ada pada tutup. Ya sudah, mau tak mau saya memang harus antre di SPBU Bayat. Kalau memang harus sampai rumah mendekati maghrib, tak apa.
Namun, ternyata, kesialan menimpa saya. Entah kenapa, tumben SPBU Bayat tutup. Saya langsung panik. Indikator bensin sudah megap-megap, sedangkan SPBU terdekat berada di Tawangsari, yang masih berpuluh kilo. Modyar.
Tapi saya teringat kalau ada Pertashop di daerah sebelum Weru. Melajulah saya dengan penuh kemantapan. Sebenarnya bisa saja saya beli bensin eceran. Tapi untuk harga yang hampir sama, saya jelas memilih pertamax. Sekarang pertamax ada di angka (kalau tidak salah) 12.900, sedangkan pertalite eceran 12 ribu. Yo pilih pertamax e cah.
Ketika mulai memasuki jalan arah Weru, terlihat lampu khas SPBU menyalak dengan lantang. Tak pikir panjang, gas saya putar agak dalam, seakan menemukan oase di padang pasir.
Sesampainya di Pertashop tersebut, raut wajah saya yang awalnya cerah berubah menjadi marah. Bajingkrek setan alas, tutup!
Saya yakin betul bahwa pom ini masih buka sampai malam, sebab beberapa kali saya lewat sini malam-malam dan masih buka. Jindul.
Untunglah motor saya tahu kondisi dan masih bisa mencapai SPBU Tawangsari dengan selamat. Saya nggak jadi dorong motor. Setelah mengisi tangki, saya melanjutkan perjalanan.
Dari SPBU Tawangsari ke rumah saya, ada dua Pertashop yang berdiri dan buka sampai malam. Ketika saya melewati dua tempat tersebut, semuanya tutup. Bahkan sebenarnya saya tak yakin juga kalau mereka masih beroperasi. Kalau jalan yang lebih ramai saja memilih tutup, apalagi tempat-tempat ini.
***
Naiknya pertamax ternyata tak hanya merugikan dalam bentuk nominal, tapi juga mencabut kenyamanan dan keamanan yang selama ini muncul karena adanya bisnis-bisnis SPBU mini ini. Kita yang awalnya bisa menemukan akses bahan bakar di mana saja, bahkan tingkat desa, jadi tak seleluasa dulu.
Saya sendiri tak habis pikir, untuk apa Pertamina mengajak orang bikin Pertashop kalau ujung-ujungnya menaikkan harga pertamax begitu tinggi. Kenaikan harga bahan bakar kali ini saya rasa adalah kenaikan paling tidak bisa dinalar. Entah apa yang dipikirkan oleh Pertamina dan pemerintah.
Kini, kita kembali ke kebiasaan lama: mengantre panjang di SPBU yang jelas nggak merata dan terkadang sulit dijangkau, juga kehilangan waktu yang signifikan. Yah, setidaknya SPBU ramai lagi. Lebih ramai ketimbang waktu Pertashop masih berdiri full senyum.
Eh, tapi, kalau SPBU jadi ramai lagi karena pertashop pada tutup, jangan-jangan…
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kalau Harga Pertamax RON 92 Beneran Naik, Bagaimana Nasib Pertashop dan Pertamini?