Dunia ini memang panggung sandiwara, banyak orang memainkan peran menjadi ini dan itu demi tetap eksis dan tercapai visi hidupnya. Salah satunya menjadi lelaki feminis.
Sebelum saya lanjutkan, mungkin beberapa orang mengira label feminis hanya dapat disematkan pada gender perempuan-transpuan. Tidak begitu ya, teman-teman, lelaki yang ikut mengartikulasikan keadilan gender juga disebut feminis—lelaki feminis.
Nah kan menjadi feminis itu jalan yang mulia, ya kan. Jalan kenabian, hlo ini. Dan perempuan mana yang tidak mau punya suami/pasangan feminis. Kan enak to, sebagai pasangan nantinya kita tidak perlu makan hati karena dihina-hina dan ditinggal pergi gara-gara tidak bisa membedakan mana jahe mana kunyit. Enak juga karena kita, sebagai perempuan bisa berkata “Emoh, Mas” ketika hati kita tidak berkenan, tanpa dituduh tidak nurut dan membangkang.
Tapi… kok akhir-akhir ini saya sering menemui, berpapasan, berjumpa, bersenggolan, dengan lelaki, mas-mas, yang mengaku dirinya feminis, namun setelah diadakan survei besar-besaran dengan tim investigasi yang saya akui kehebatannya, mas-mas ini doyan—pakai sangat—melakukan “cheating” atau main perempuan atau selingkuh. Saya tidak perlu spill namanya satu-satu, itu bagian dari off the record. Saya cuma mau tanya beberapa hal sama mas-mas yang ngaku feminis tapi doyan selingkuh. Daripada suuzon kan.
Apa sih makna feminisme bagi kalian sebenarnya?
Mas, feminisme itu gerakan memperjuangkan derajat, harkat-martabat perempuan, atau yang baru-baru ini, melebar ke memperjuangkan juga keadilan bagi kaum terdiskriminasi, agar tidak diinjak-injak, dimanipulasi sama kaum penindas, yang seperti kalian itu hlo. Feminisme itu bukan ideologi hidup yang bermakna dikelilingi dan dikeloni banyak perempuan.
Atau jangan-jangan kalian mau mendekonstruksi makna feminisme?
Saya bertanya demikian bukan karena saya termasuk pribadi yang doyan mengomentari orang dan memaksakan pilihan orang agar sejalan dengan pilihan saya, hlo. Silakan setiap orang bebas memilih trik dan taktik jitu agar mendapat perhatian lawan jenis. Tapi kalau memakai label feminis hanya untuk main perempuan, ya bakal kami lawan lah.
Apa kalau sudah me-repost tautan tentang feminisme, kalian telah terbaptis menjadi seorang feminis?
Eh, feminis itu bukan hanya label, tetapi laku hidup. Kalau tak sanggup, sudah, berhenti saja. Eman-eman kuotamu. Tidak perlu lagi kalian repot-repot bikin postingan berbau feminisme, hla wong masih suka selingkuh ya kan. Percuma.
Kebiasaanmu itu, Mas, sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang feminis. Perempuan-perempuan cerdas yang paham feminisme saya kira tidak akan tergoda dengan bujuk rayumu yang sesumbar dengan label feminis. Jadi orang kok suka bersikap manipulatif, ewww.
Apa maksud kalian selingkuh itu biar kalian bisa melindungi banyak perempuan? Heeeh!?
Saya luruskan ya, Mas. Anda sekalian itu lelaki, manusia, bukan panti sosial. Dah? jelas? Awas saja kalau nanti Mas-Mas bawa-bawa Nabi Muhammad tercinta yang melakukan poligami. Sebentar ya, Mas, saya tekankan, beliau itu tidak selingkuh, dan pernikahan beliau saya yakin didasari perjuangan Islam demi mendapat ridha Tuhan.
Lagi pula, situ sehebat apa sih sampai merasa bisa melindungi dan membahagiakan banyak perempuan? Eh, itu hlo, Mas, mamahmu telepon, baru saja transfer uang.
Apa kalian suka main perempuan karena mengikuti kebiasaan Sukarno atau Chairil?
Mas, kalian kan sudah mengerti ya, sudah gede, hlo, sudah paham, kalau yang buruk itu jangan ditiru, ambillah perkara yang baik-baik.
Dengan alasan apa pun ya, perselingkuhan tetaplah zalim, menindas orang yang diselingkuhi. Tidak boleh dimaklumi dan dibenarkan. Saya akui saya kagum dengan Bung Karno, tetapi tidak dengan perilakunya yang suka dekat banyak perempuan.
Sehebat, sekaya, setampan apa pun seorang lelaki, perselingkuhan tidak sepatutnya disahihkan.
Apakah berhasil menggaet banyak perempuan kalian anggap sebagai prestasi dalam hidup?
Standarmu kok receh banget.
Mas, tingkat maskulinitasmu tidak bisa dinilai dari berapa banyak perempuan yang sudah kamu dapatkan hatinya. Justru, dengan perselingkuhanmu itu, saya nilai kamu tidak maskulin sama sekali. Blaass.
Kalau kalian mau dibilang macho, maskulin, sangar, lakik banget, saran saya, kamu dekati satu perempuan, buktikan kamu lelaki yang mandiri, bertanggung jawab, setia padanya, dan memberi ruang bagi perempuan itu untuk menjadi hebat bersama, lalu temui orang tuanya, persunting ia, bawa ke KUA sambil jangan lupa pakai masker dan hand sanitizer.
Mengapa perselingkuhanmu menjadi salah perempuan?
Saya yakin pembaca sekalian tidak asing dengan alibi seorang peselingkuh yang mengatakan bahwa ini semua salah pasangan.
Salah pasangan yang tidak cantik seperti dia. Salah pasangan tidak bisa melayani seperti dia. Salah pasangan tidak wangi seperti dia. Salah pasangan tidak bisa bikin kopi seenak dia. Salah pasangan tidak progresif. Salah pasangan mau sama aku… Salahmu… salahmu… salahmuuu….
Berhenti deh berlagak jadi korban. Ini semua salahmu. Salahmu yang tidak bisa setia. Salahmu yang tidak bisa bersikap seperti orang yang bermartabat. Salahmu yang kalau tidak cocok dengan pasangan sekarang, tidak berani mengajak pisah baik-baik sebelum mencari pasangan baru.
Perselingkuhan itu salah pelaku. Titik.
Itu dulu saja sih pertanyaan sekaligus unek-unek saya untuk Mas-Mas yang ngaku-ngaku feminis tapi tukang selingkuh. Btw, apa perlu ya, gurls, kita bungkus jenis orang seperti ini lalu menaburi mereka dengan virus corona?
BACA JUGA 4 Hal yang Diberikan Feminisme untuk Laki-laki dan tulisan Tingkar Ayu lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.