Kerecehan masih saja menjamur di segala lini. Tak terkecuali pertanyaan-pertanyaan receh yang sering kita dengar dalam keseharian. Tapi tahu nggak sih, meskipun receh di telinga kita, namun beberapa pertanyaan ini bisa mengandung “value” bagi orang lain. Value-nya bisa berupa apresiasi bahkan kepedulian. Kapan nikah, kerja dan punya anak itu nggak masuk dalam list pertanyaan receh kita yhaaa~
Saya berasa ngeri-ngeri sedap kalau pertanyan itu di masukin. Karena sensitivitas netijen dari hari ke hari makin tinggi. Apalagi setiap nelpon, Ibu selalu ngabarin orang di kampung sudah pada nikah dan kalau Bapak selalu nanya kapan pulang. Udah berasa kan kalau pertanyaan ini disinggung bisa gempar dunia, netijen.
Next, dari pada bercurhat-ria dan makin nggak jelas, karena saya baru sadar bukan lagi di acara Mama Dedeh, langsung aja yak check this out~
- Apa kabar?
Mungkin kebanyakan orang merasa B aja saat ditanya, “apa kabar, Sis?”, “apa kabar, Bro?” Pertanyaan itu ibarat secangkir kopi di pagi hari. Belajar Bahasa Inggris aja, conversation yang paling awal dan berasa sangat fundamental diajarin itu, “how are you?” dan dengan jawabannya paling terkenal sepanjang abad SD, SMP, SMA sampai kursusan adalah “I am Fine. Thank you. And you?” Pertanyaan yang sebenarnya penuh “Makna” akan kepedulian kita pada seseorang ini, seolah hanya sebagai fomalitas atau basa-basi aja dalam percakapan sehari-hari.
Tapi tahu nggak sih, pertanyaan ini akan kembali pada esensi maknanya—tergantung pada siapa pertanyaan ini ditujukan.
“Apa kabar, Nak? Gimana keadaan anak Ibu di sana? Ibu selalu mendoakan yang terbaik dari kampung. Semoga Allah selalu menjaga Ananda dari kemaksiatan dan keburukan, serta lekas meraih kesuksesan seperti apa yang Ananda inginkan. Amiin.” – Ibu
Bagi seorang anak rantau yang sudah lama tidak berkomunikasi dengan ibunya, pertanyaan “apa kabar?” yang sudah begitu mainstream di telinga, menjadi kata-kata indah penuh makna akan sosok ibu. Dengan ketulusan, kasih sayang, cinta dan kasih, Ibu mampu mengubah pertanyaan basa-basi itu menjadi suntikan semangat sang anak dalam meraih impiannya. Jawaban sang anak pun gak bakal seperti jawaban biasanya, tapi juga penuh makna, karena tersisip rindu di baliknya.
“Aing baik bu. Semoga Allah yang Maha Kuasa selalu menjaga Ibu dan Bapak. Jaga kesehatan yah bu, pak. Tunggu Aing jadi orang sukses, biar bisa naikin haji ibu dan bapak.” – Aing
Duh… kalau ingat beginian mah bawaannya pengen ambil tisu aja. Tapi siapa sangka, pertanyaan “apa kabar?” dari Ibu untuk anaknya di perantauan, mampu mengurangi stres, mengembalikan semangat dan mengukir senyum. Ibu memang selalu punya magic yang selalu buat nyaman dan tenang—sekalipun ia di kampuang nan jauah di mato.
- Sudah makan?
“Ngapain nanya-nanya, mau bayarin?”
“Nggak usah nanya kali, langsung aja bawa makanannya kesini. Nggak peka banget deh”
“Daripada lu nanya gue, mending lu nanya mak, bapak lu udah makan apa belom. Gue mah bisa urus hidup gue sendiri.”
Kurang lebih seperti itu lah jawaban para wanita yang udah bosan di modusin. Nggak hanya dalam hal per-PDKT-an, tapi juga pengharapan antar rekan kerja,
Guso : “Jah, udah makan belom?”
Ijah : “Belom nih, Guso.”
Guso : “Makan aja dulu, nanti aja di lanjutin kerjanya, Jah.”
Ijah : “Kerjaanku banyak banget, kalau aku nggak ngelanjutin pulangnya bakal telat nih, mau bantuin nggak?”
Guso : “Yaudah, Jah. Lanjutin aja kerjanya.”
Ijah : ……..
Pertanyaan “sudah makan?” yang sebenarnya menunjukkan kepedulian kita pada orang lain agar jangan sampai sakit pun jadi pertanyaan receh semata yang sering kita dengar dari teman yang baik tapi boong. Ibaratnya yah cukup-tau-aja kamu udah makan atau belum, kalau belum mah urusan kamu pergi makan dulu tapi bayar sendiri. Namun, bakal beda banget kalau pertanyaan ini di tujukan buat orang ini,
Guso : “Nek, sudah makan?”
Nenek : “Belum, Nak. Nenek belum makan sejak 2 hari. Nenek lapar sekali, Nak. Nenek cuma tinggal sendiri. Suami nenek sudah lama meninggal dunia. Anak-anak nenek pergi tinggalan nenek. Nenek mau kerja, tapi sudah tidak sanggup, Nak. Makanya nenek hanya bisa duduk disini, kalau-kalau ada orang yang berbaik hati memberi sedikit rezkinya untuk nenek biar bisa makan.”
Guso : “Tunggu yah nek, saya belikan makanan.”
Gimana kalau kamu ada di situasi seperti yang dialami, Guso? Dapat jawaban dari nenek-nenek sebatang kara, tanpa daya dan upaya seperti itu—siapa sih yang gak tersentuh. Memang sih pertanyaan ini kadang udah sangat receh di telinga kita, namun jarang sekali kita menanyakan pertanyaan receh ini pada saudara-saudara kita yang kekurangan, khususnya yang dalam hal materi atau pun kasih sayang bukan untuk jomblo.
Pertanyaan itu tentunya menjadi penuh arti bagi mereka, bahkan bisa menjadi nilai pahala buat si penanya. Jadi, daripada pertanyaan “sudah makan?” hanya dijadikan pertanyaan pengharapan bahkan modus belaka, mending kita tanyakan pada adik pengamen di lampu merah, ibu penjual asongan yang hilir-mudik di bus, kakek pengayuh sepeda, atau bapak penyemir sepatu di stasiun. Lelah mereka mungkin bisa sedikit terobati, karena tahu ternyata ada orang yang juga peduli dengan mereka di hidup yang keras ini. Sembari berbagi minuman atau beberapa lembar rupiah kepada mereka pun tidak akan sampai membuat kita melarat tujuh turunan.
- Apa benar?
Pertanyaan ini belakangan happening dengan tagar #ask di kalangan netijen. Dari pertanyaan dengan konteks paling receh sampai paling kepo.
“Apa benar gendang telinga termasuk alat musik?”
“Apa benar Limbad kalau jadi baik namanya jadi Limgood?”
“Apa benar kamu hollokitty itu?”
Netijen Indonesia emang sangat kurang kreatif buat pertanyaan dengan sense humor receh, tapi bisa buat ketawa-ketiwi sendiri. Buktinya nih, saya yang lagi stres karena begadang semalaman nonton vlogger mukbang daging dan saya makan mie instan, terus lanjut pagi harus dengan konsentrasi tinggi mengisi scoring tes TOEFL yang jawabannya di dominasi oleh the power of A, merasa sungguh terhibur membaca pertanyaan receh “apa benar?” ala netijen dan akhirnya bisa menyelaikan satu tulisan ini dan akan di kirim ke Terminal Mojok dan entah diterima atau tidak, tapi kalau kalian membacanya berarti tulisanku terbit—yeyyyyyy~
Phuuuihh… capek juga ngetik tanpa titik yah. So, artinya pertanyaan “apa benar?” meskipun receh tapi mampu menjadi hiburan untuk saya atau pun para pejuang kerja, halal kan aku, dan berkah di luar sana.
Dan juga, dalam Islam pertanyaan ini merupakan bentuk tabayyun (konfirmasi) kepada seseorang atas suatu isu/berita yang beredar di publik tentang diri seseorang yang sedang diperbincangkan. Tujuannya, agar jangan sampai kita mudah percaya pada hoax bahkan dapat menjadi fitnah bagi orang tersebut. Jika tidak benar kan orang tersebut bisa meluruskan dan menyampaiakan kebenaranya. Jadinya, kamu bisa jadi pahlawan kesiangan deh yang menegakkan kebenaran dan mencegah hoax dan finah yang seperti jamur di zaman ini.
Nah, itulah beberapa pertanyaan receh namun bisa jadi bermanfaat dan bermakna buat orang lain. Saya jadi ingat hadist Rasulullah yang sering sekali kita dengar, “segala sesuatu tergantung dari niat.” Meskipun receh tapi kalau niatnya tulus untuk modus membantu, memberi manfaat atau menghibur, maka justru dari kerecehan ini in syaa Allah kita bisa menuai pahala dari-Nya. Pertanyaan receh bisa bermanfaat, uang receh pun masih laku di pasaran—nah kamu kok belum laku-laku?
Peace.haha