Pertamax di Pertashop Memang Lebih Murah, tapi Tetap Saja Orang pada Beli Pertalite, Harga Pertamax Nggak Ngotak!

Pertamax di Pertashop Memang Lebih Murah, tapi Tetap Saja Orang pada Beli Pertalite, Harga Pertamax Nggak Ngotak!

Pertamax di Pertashop Memang Lebih Murah, tapi Tetap Saja Orang pada Beli Pertalite, Harga Pertamax Nggak Ngotak! (Shutterstock)

Per 1 Oktober 2023, harga BBM jenis Pertamax (RON 92) resmi naik harga dari Rp 13.300 ke Rp 13.850 untuk pembelian di Pertashop dan Rp 14.000 untuk pembelian di SPBU reguler. Harga itu untuk di tempat saya, ya, kalau untuk daerah lain bisa kamu cek di website resmi MyPertamina.

Perbedaan harga antara dua penyalur ini mungkin memiliki tujuan agar pelanggan Pertamina, khususnya yang setia dengan produk BBM nonsubsidi bisa melirik Pertashop sebagai tempat singgah untuk mengisi bahan bakar kendaraannya. Siapa yang nggak melirik coba? Selisih yang hanya Rp150 itu, kalau berkali lipat, kan, ya bakal mengurangi pengeluaran sepersekian persen. Ya nggak, sih?

Memang, Pertashop merasa sedikit senang dengan adanya kompensasi ini. Bagaimana nggak senang, kalau sebelumnya berbagai macam usaha sampai merelakan diri bertandang ke Komisi VII DPR RI tak kunjung mendapatkan keringanan yang berarti, kini menjadi sedikit terealisasi. Tapi, ada beberapa hal yang masih mengganjal di hati saya, dan mungkin juga di hati para pengelola Pertashop di penjuru negeri. Apa itu?

Selisih harga dengan BBM subsidi semakin jauh

Salah satu poin dari kegiatan dengar pendapat antara pengelola Pertashop dengan Komisi VII DPR RI adalah perihal disparitas harga yang sangat jauh, sehingga menyebabkan pengguna kendaraan bermotor enggan untuk mengisi tunggangannya dengan BBM nonsubsidi. Dengan kenaikan harga ini, tentu jumlah pelanggan yang berpindah dari Pertamax ke Pertalite akan bertambah pula.

Menurut saya perpindahan tersebut wajar terjadi. Sebab, naluri bertahan hidup akan berjalan di situ. Daripada beli bensin mahal, mending beli yang murah, sisanya bisa buat makan. Masuk akal. Hal yang nggak wajar adalah program Pertashop ini. Penduduk desa yang seharusnya dapat barang murah agar terjangkau, kok malah dapat sodoran barang mahal. Ya, nggak mau!

Nggak beda harga pun, pelanggan Pertamax di SPBU reguler sudah sepi

Meskipun profesi saya adalah operator SPBU, tapi kalau urusan isi bensin, saya lebih suka membeli di tempat lain, ketimbang mengisi sendiri di tempat saya bekerja. Sambil mengisi bensin, di sana saya sambil mengamati apa yang terjadi di SPBU tempat saya mengisi bensin.

Dari beberapa SPBU yang saya amati, saya melihat bahwa pelanggan Pertamax sangat sedikit. Bahkan, bisa dihitung dengan jari. Sangat jauh berbeda dengan antrean Pertalite sangat mengular, bahkan sampai gerbang masuk ke SPBU. Dengan pengamatan tersebut saya bisa bilang bahwa, ya, Pertamax mau bagaimanapun nggak akan bisa mengalahkan Pertalite secara penjualan.

Selisih harga Rp150 memang menyenangkan, kalau produknya laku. Tapi, kalau peminat Pertamax di SPBU regulernya saja sudah nggak ada umat, yang berpindah ke Pertashop apa? Lelembut? Lagian, jumlah pelanggan yang sedikit itu nggak sebanding jumlah Pertashop yang banyak. Coba, deh, hitung. Berapa, tuh, peluang Pertashop tempat saya bekerja miliki untuk dapat pelanggan pindahan?

Baca halaman selanjutnya

Potensi kecurangan meningkat

Berpotensi dimanfaatkan oleh SPBU yang punya Pertashop

Sejak awal, margin yang atau keuntungan per liter untuk program Pertashop ini memang lebih manis d SPBU reguler. Bahkan, di Pertashop, angka untung per liternya dua kali lipat lebih banyak. Mungkin, tujuan dari hal ini adalah agar orang orang yang tadinya menganggap remeh program SPBU mini resmi ini menjadi terbuka matanya.

Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak Pertashop yang dikelola oleh pengelola SPBU reguler. Melihat ketimpangan harga Pertamax yang terjadi di dua jenis SPBU yang mereka miliki, masak iya nggak ada pikiran jahat untuk eksploitasi peraturan? Pasti ada, kan? Tapi, ya, tergantung berani atau nggak, sih.

Eksploitasi yang saya maksud adalah melakukan order atas nama Pertashop lalu BBM tersebut dipindahkan ke SPBU reguler. Menebus ke Pertamina dengan harga murah, lalu menjual kepada pelanggan dengan harga mahal. Sangat masuk akal dan sejalan dengan konsep perdagangan, bukan?

Meskipun beda harga yang terpampang di totem SPBU reguler dengan Pertashop hanya Rp150, namun kalau menebusnya lewat jalur Pertashop marginnya akan jauh lebih murah. Sebab, harga beli Pertamax dari Pertamina antara Pertashop dengan SPBU reguler berbeda. Kalau saya hitung, kecurangan ini bisa menghasilkan Rp1.000 per liter yang terjual kepada pelanggan SPBU.

Semoga Pertamina sudah memikirkan hal ini sebelum memutuskan untuk membuat perbedaan harga Pertamax. Semoga langkah-langkah pencegahan dan penindakan atas kecurangan sudah terpikirkan untuk mereka-mereka yang nakal. Kalau belum, coba pikirkan dan sekarang. 

Penulis: Muhammad Arif Prayoga
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pertamina Harus Tahu, Bisnis Pertashop di Ambang Kematian

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version