Apa yang disampaikan oleh BCS (Brigata Curva Sud) sebenarnya merupakan apa yang diinginkan oleh seluruh tim di dunia, tanpa terkecuali. Yang tidak ingin, barangkali tim tersebut tidak ingin masuk ke ranah profesional dan maju. Sebagai gambaran umum, 8 tuntutan merupakan surat cinta BCS kepada pihak PT. Putra Sleman Sembada (PT. PSS). Isinya menitik beratkan bahwa sepak bola tidak hanya berkutat pada 90 menit pertandingan saja, lebih dari itu sepak bola merupakan badan organis yang mengharuskan semua pihak terlibat di dalamnya.
Delapan tuntutan sangatlah logis dan penting untuk sepak bola ke arah yang lebih profesional. Di mana hal tersebut merupakan syarat wajib dalam membentuk tim yang lebih profesional. Beberapa poin dapat menyelamatkan PS Sleman jika musim ini dapat masuk zona Asia, dengan mudah mereka akan lolos kualifikasi jika memenuhi delapan tuntutan tersebut dengan baik.
Delapan tuntutan ini sebenarnya bisa dilaksanakan asalkan runtut. Satu per satu dan berkala. Nah, sebagai bahan rujukan kepada PT. PSS, saya hendak memberi masukan dengan cara yang berbeda. Yakni membayangkan jika saja PSS merekrut mega bintang sepakbola Jepang, Kojiro Hyuga temannya Tsubasa Ozora. Dengan merekrut si pemilik tendangan macan, maka PT. PSS bisa mengerti mengapa kami-kami ini begitu gemes untuk menuntut 8 tuntutan.
Tidak semua saya bahas, tapi cukuplah menghimpun mengapa 8 tuntutan sangat krusial untuk segera dicanangkan oleh PT. PSS. Mari, lurr.
Satu: Lapangan Untuk Berlatih
Kojiro Hyuga ini pemain bar-bar dan dilatih secara bar-bar pula oleh pelatihnya, Coach Kira. Porsi latihan Hyuga ini sangat mengerikan, menembus badai, menendang bola yang terbuat dari batu hingga mengalahkan ombak di Pantai Okinawa yang terkenal ganas walau tidak seganas Pantai Selatan. Tiap menendang bola, macan akan keluar dari belakang. Belum lagi jika Hyuga mengeluarkan final raiju shoot yang bisa bikin lapangan rempal dan retak-retak.
Sedangkan latihan perdana PSS untuk menyambut musim 2020 ini bertempat di Lapangan Lapangan Sepak Bola Yogyakarta Independen School. Lapangan ini berada di Dusun Jombor Lor, Sinduadi, Kec. Mlati, Kabupaten Sleman. Bukan mengeluh perihal kualitas karena lapangan ini sangat cocok untuk berlatih. Namun, apa Mas Hyuga merasa nyaman latihan di sini?
Mungkin jika Hyuga berlatih di sini, biaya sewa bukan apa-apa ketimbang biaya nomboki kerusakan lapangan kepada pihak Yogyakarta Independen School. Ketika diwawancarai, Hyuga pasti mlengos, “Ya, mau gimana lagi, Mas. Saya bermain untuk PS. Sleman kan dibayar, jadi merupakan sebuah kewajiban saya untuk melatih tendangan macan saya. Ya begini risikonya, lapangan menjadi rusak. Kecuali PT. PSS membuat lapangan berlatih sendiri untuk tim, maka saya jamin tendangan saya akan semakin terasah dengan baik.”
Wartawan pun terkejut, “Jadi kerusakan akibat tendangan Mas Hyuga tadi belum ada apa-apa?” Kojiro Hyuga tidak menjawab pertanyaan wartawan tersebut dan hanya tertawa sembari membenarkan kacamatanya. Rambut berombak warna hitam super keren yang menyaingi Super Saiyan itulah yang menjawab pertanyaan dari wartawan.
Dua: Mes untuk PSS Sleman
Hyuga juga merupakan seorang anak yang lahir dalam keluarga kurang beruntung. Menjadi tulang punggung untuk ketiga adiknya yang masih belia, dijadikan hal itu tambahan semangat untuk melampiaskan kepada sepak bola. Tak ayal bahwa berbekal porsi latihan dan latar belakang keluarga menjadikan Hyuga sebagai striker bar-bar yang selalu berteriak ketika menendang bola. Tidak ada kiper yang bisa membendung amarahnya, barangkali hanya Bom Bom dari PS. Bojong, rekan seperjuangan Ronaldowati, yang bisa menggagalkannya.
Seganas-ganasnya tendangan Hyuga, pasti memiliki sisi melankoli tersendiri dalam benaknya. Pendidikan adik-adiknya adalah prioritas utama bagi Hyuga. Dan berbekal transfernya dari Juventus ke PS. Sleman, Hyuga tentu mempertimbangkan hidupnya selama di Sleman. Gaji tidak masalah lantaran dirinya sempat dipinjamkan ke Reggina Calcio. Tentu hinggar bingar Serie C berbeda dengan Liga Satu. Hyuga hanya ingin memastikan dirinya diurus dengan baik dan diberikan tempat tinggal yang layak.
“Tidak harus mahal atau mewah,” kata Hyuga dalam wawancara bersama Portal Halu. “Tidak mungkin ibu dan adik-adik saya di Jepang tidur di tempat sederhana dan saya meminta fasilitas mewah kepada PS. Sleman. Yang saya inginkan hanyalah mes untuk diri saya dan kehidupan sehari-hari. Mes di sini sangat berguna untuk adaptasi saya dari Italia. Juga, mes atlit sangat membantu saya untuk mengenal karakter rekan-rekan di PS. Sleman.”
Tiga: Program Pembinaan dan Akademi Usia Muda PS. Sleman
Memiliki pemain kelas atas, selain memberikan fasilitas, juga bisa mengambil hatinya dan membuat nyaman. Misalkan mengundang keluarga Hyuga yang di Jepang untuk menikmati pariwisata Yogyakarta. Selain itu, beri saja beasiswa adik-adik Hyuga untuk sekolah di sini. Bisa saja adik-adik Hyuga berteman dengan Kiyomi dan Zizou, anak dari Irfan Bachdim.
Kalau beasiswa untuk adik-adik Hyuga terlampau berat, mbok yao PT. PSS sekalian saja bikin sekolah sepak bola. program pembinaan dan Akademi Usia Muda PS. Sleman ini merupakan program grassroot dalam keberlanjutan tim ke depannya. Tidak hanya adiknya Hyuga, termasuk putra daerah yang memiliki harapan tinggi atas hidupnya kepada sepak bola. Anak-anak di Sleman dan sekitarnya juga memiliki mimpi, dan membuat akademi bukan hanya perihal pragmatis saja. Namun hadirnya akademi adalah sebagai rujukan dari ketentuan peserta Liga Satu Indonesia atau Elite Pro Academy.
Empat: Manfaatkan dan Utamakan Peran Ofisial Media PS. Sleman
Kembali mengutip penuturan Kojiro Hyuga dalam Portal Halu, ia mengatakan bahwa mengetahui PS. Sleman dari BCS itu sendiri. Ia melanjutkan, “Waktu saya ngaso di Pantai Turin, saya iseng buka YouTube dan menemukan video kegilaan ultras di Indonesia. Dan BCS yang menarik perhatian saya untuk menandatangani kontrak bersama PS. Sleman. Siapa, sih, yang tidak mau bermain di depan ratusan ribu manusia yang berteriak secara mantap dan membentuk koreo-koreo yang bikin saya deg-degan? Oh, iya, saya juga ingin bernyanyi “Sampai Kau Bisa” dan rasanya saya ikhlas mempertaruhkan harga diri sebagai pesepakbola maskulin untuk menangis ketika mendengar lagu luar biasa itu!”
Dan ketika sang wartawan bertanya apa saran-sarannya agar banyak pemain bintang yang tahu, ia melanjutkan, “Jelas bahwa ofisial media harus lebih bergerak aktif. Selama ini saya melihat kehebatan BCS dan magisnya sepak bola Sleman dari akun sepakbola seperti Copa90. Padahal, BCS adalah aset bagi PS. Sleman. Sekaligus medan magnet untuk menarik pemain hebat seperti saya, hehehe.”
Hal ini juga sepatutnya ditanggapi secara serius. Mengutip dari Tribe, disebutkan bahwa PT. PSS harus lebih cakap dalam penyampaian informasi ke publik. Terutama dalam hal rekrutan pemain, ofisial media dapat dijadikan sumber terpercaya bagi Sleman Fans dalam mendapatkan informasi.
Masih ada empat poin lagi dalam 8 tuntutan BCS yang belum saya sampaikan. Pun perwujudan dari 8 tuntutan ini memang tidak bisa ujug-ujug ada dan jadi. Bertahap, satu per satu, mulai dari internal manajemen PT. PSS seperti menghapus peran dan posisi ganda, SOP yang jelas dalam perusahaan, membentuk divisi khusus guna menangani lingkup kerja sama, penjualan, dan industri. Baru bisa mewujudkan “apa yang dibutuhkan oleh Kojiro Hyuga” sebagai perumpamaan.
Sambil menunggu semua itu terjadi dan diwujudkan oleg PT. PSS, lebih baik kita nunggu vlog terbaru dari Jennifer Bachdim di Tebing Breksi atau Pantai Samas saja. Karena menunggu vlog dari Bachdim Familly itu lebih menyehatkan hati dan perasaan ketimbang menunggu kelanjutan dari 8 tuntutan yang seakan dianggap tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi.
BACA JUGA BCS Melawan, Gerakan Cinta Sekaligus Peringatan Bahaya untuk PS Sleman atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.