Sering dengar jokes yang bunyinya kurang lebih gini: cewek-cewek yang udah beres-beres di rumah cowoknya, tapi nggak jadi nikah gimana kabarnya? Sederhana, sih, tapi relate sama cerita banyak perempuan di masyarakat kita.
Tak dimungkiri banyak kita temui perempuan-perempuan yang mendadak rajin saat bertamu ke rumah pacarnya. Tak sedikit malah yang saat di rumah sendiri malasnya minta ampun. Bahkan mau angkat gagang sapu saja kayak merasa sedang mengangkat beban hidup. Tapi, ketika main ke rumah kekasihnya, dia sok-sokan bersih-bersih rumah seolah itu merupakan rumah masa depannya.
Akhirnya ketika dia sudah merasa kalau rumah pacarnya seperti rumahnya sendiri, tapi ujungnya mereka bukanlah asam dan garam yang bertemu di belanga seperti kata Tulus, maka mereka bakal kecewa setengah mati. Karena apa? Ya karena sudah mendedikasikan kerajinannya itu pada tempat dan orang yang salah. Lagi pula siapa suruh bersih-bersih di rumah orang?
Menurut saya, skill bersih-bersih itu memang harus dimiliki setiap manusia, hanya saja kita harus menempatkan diri pada porsinya. Kalau sekiranya kita berkunjung ke rumah pacar, maka tempatkan diri kita sebagai selayaknya tamu. Kalau memang ditawari makan, maka selesai makan kita mencuci piring itu bukan masalah. Karena sudah sewajarnya juga kalau selesai makan di rumah orang, kita menawarkan diri untuk mencuci piringnya. Kalau misalnya kita tak sengaja mengotori lantai, menyapu atau mengepelnya pun tak masalah.
Yang jadi masalah itu kalau kita datang berkunjung, tapi tiba-tiba menawarkan diri buat mencuci piring, mengepel, menyapu, beres-beres kamar, atau bahkan sampai ada yang mencuci dan menyetrika baju. Tak sedikit pula saya mendengar cerita beberapa teman yang bahkan sampai disuruh memijat ibu pacarnya. Semua itu buat apa coba? Biar cowok kita makin cinta? Atau biar disayang calon mertua? Hilih~
Cowok yang benar-benar sayang sama kita, nggak mungkin membiarkan kita bak-bik-buk kayak gitu, dan dia dengan santainya leha-leha atau malah tiduran di kamarnya. Dari sini sudah kelihatan dengan jelas kan ya kalau suatu hari nanti dia jadi seorang suami? Menyuruh isrinya berjibaku sendiri sedangkan dia nggak bantuin pekerjaan rumah. Mohon coret lelaki modelan kayak gini, soalnya sangat membebani ketika sudah berada di dalam bahtera rumah tangga.
Terkait biar disayang calon mertua ini juga ambigu, sih. Memangnya blio pengin seorang calon menantu apa tukang bersih-bersih rumahnya? Dari sini kita juga bisa melihat bagaimana cara kerja calon mertua dalam memperlakukan anak menantunya.
Tak sedikit cerita para menantu yang dibebankan tugas domestik tanpa mertuanya peduli, bahkan tak sedikit yang mengeluarkan cemooh atau kata-kata jahat terkait kemampuan menantunya dalam beberes rumah. Mertua yang benar-benar pengertian tentu tak akan membiarkan anak orang lain beres-beres rumahnya. Dia akan memperlakukan kekasih anaknya seperti halnya seorang tamu.
Pacar yang kita cintai itu belum pasti akan jadi suami kita, orang tua pacar yang katanya sudah dianggap orang tua sendiri itu juga nggak mesti bakal jadi mertua kita, dan rumah yang kita beresin seperti rumah sendiri itu juga nggak mesti jadi rumah mertua kita. Jadi, tak perlu buang-buang waktu untuk hal-hal yang kurang berfaedah seperti ini.
Kalau pengin melatih kemampuan beres-beres, kita bisa memulainya dengan beres-beres rumah sendiri. Bisa membantu orang tua sendiri dengan meringankan pekerjaan mereka. Kadang, hal yang perlu disadari oleh para anak perempuan bahwa kesempatan beres-beres di rumah orang tua itu waktunya terbatas. Saat sudah menikah, kita akan keluar dari rumah orang tua dan akan beres-beres di rumah sendiri.
Cinta tak selamanya indah, Dek. Mari habiskan waktu dengan hal-hal yang jauh lebih berfaedah. Kalau bukan diri kita sendiri yang memulai menghargai diri kita, maka siapa lagi?
Penulis: Reni Soengkunie
Editor: Intan Ekapratiwi