Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Perbedaan Mendasar Nahan Berak di Bis dan Kapal

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
28 Desember 2020
A A
Perbedaan Mendasar Nahan Berak di Bis dan Kapal terminal mojok.co

Perbedaan Mendasar Nahan Berak di Bis dan Kapal terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Berak adalah bagian terbesar dalam kehidupan saya. Apakah berak merupakan bagian terbesar dalam hajat hidup masyarakat luas? Saya nggak berani menjawabnya. Yang jelas, berak dan saya adalah dua keping koin yang nggak bisa dilepaskan begitu saja. Beririsan tipis bagai uang seratus ribuan.

Sebabnya amat kacau, dalam kondisi paling nyaman, ketika orang lain timbul rasa kantuk atau rileks, justru saya merasa kepeseng. Melihat air jernih mengalir, saya jadi kepeseng. Duduk di ruangan berpendingin ruangan yang syahdu sekali, saya jadi kepeseng. Pun ketika tiduran di kasur dan merasa nyaman, saya jadi kepeseng. Kepeseng atau ngampet berak adalah sumber inspirasi saya.

Sempat muncul guyonan yang nggatheli sekali, “Gusti jika merasa nyaman sama cewek, pasti kepeseng.” Sialnya, guyonan itu menjadi mentah karena hal itu benar adanya. Ketika telponan dengan pacar saya, yang bergejolak bukan libido dan perasaan, justru rasa ingin berak semakin meronta-ronta.

Nah, masalah ini meluas ketika saya kudu bepergian jauh. Sering kali saya merasa nyaman ketika naik kendaraan, apa pun itu kendaraannya. Kalau naik motor atau mobil mungkin enak, mampir pom bensin adalah rujukan utama. Lha kalau bis dan kapal, itu adalah problematik sendiri. Menahan berak adalah hal yang nggak bisa diganggu gugat.

Begini, semisal di bis, beraknya itu kadang aksesnya susah. Iya kalau bisnya ada kloset, kalau nggak, ya nunggu pom bensin terdekat. Itu pun diragukan karena bis biasanya kejar target. Kapal juga menyimpan problemnya, yakni guncangan.

Nah, sepengalaman saya nahan berak di dua armada transportasi ini, saya tahu perbedaan mendasarnya. Pun saya akan mencoba berbagi pengalaman mbok menowo kawan-kawan pembaca Terminal menemui sebuah masa sulit yang berhubungan dengan silit.

Pertama, saya akan membahas nahan berak di bis. Saya pernah naik bis dari Jogja ke Lombok, itu bukan main menyiksanya—walau saya yakin nggak semenyiksa Jogja – Sumatera. Bis yang saya gunakan itu kelas pariwisata. Tahu sendiri lah kelas pariwisata itu kursinya banyak, rengket-rengket, dan kamar mandi seadanya. Hampir bisa dikatakan, berak itu ya menunggu terminal. Itu pun kalau nggak ditinggal.

Masalahnya ada di seberapa cepat laju bis yang ditunggangi. Ketika melewati jalur pantura, dari Surabaya menuju pelabuhan di Banyuwangi, mak wuuusss. Lightning McQueen nggak ada apa-apanya, saya jamin. Dengan kondisi ngampet berak, ada guncangan yang terasa nyata dan mengganggu pertahanan dengan gemuruhnya.

Baca Juga:

Pengalaman Naik Kapal Pelni Menuju Banda Neira: Berkawan dengan Kecoa, dan Berakhir Memahaminya

Masyarakat Kasihan Bantul Sebaiknya Punya Kapal agar Selamat di Musim Hujan, sebab Jalannya Penuh Genangan!

Total saya dua kali kentut ketika bis yang saya naiki ini menyalip truk berukuran tambun dan nggak kalah ngebutnya. Sumpah, rasanya seperti naik wahana wisata, tapi nggak tahu nama wahananya apa. Kora-kora bakal bertekuk lutut di hadapan wahana ini. Pokoknya napas-napas kentut beringsut keluar memohon pertolongan.

Saya mencoba menggunakan fasilitas klosetnya. Namun ya itu tadi, saya kencing saja badan saya kontal-kantil di tembok kamar mandi berukuran kecil itu. Berdiri saja sulit, apalagi jongkok. Saya nggak bayangin lagi jongkok, berak, tiba-tiba bis ngerem dan badan saya ndulungup ke depan. Sungguh, maha sulit berak di dalam bis, menahan laju tahi pun apalagi.

Kedua, menahan berak di kapal itu sama uniknya. Ada sebuah perasaan yang sulit untuk dinalar dengan akal sehat. Nyebrang dari Padang Bai ke Lembar, itu membutuhkan waktu kurang lebih tiga sampai empat jam, lah (koreksi jika saya salah). Pokoknya lama. Dan di kesempatan itu, saya gunakan untuk berak, edan po.

Problemnya mulai terjadi ketika saya copot celana, sempak, jongkok, dan tiba-tiba ombak mawut-mawut menghantam kapal. Rasanya seperti naik ombak banyu, tapi versi kalem. Jantung rasanya mak liyuuut menjadikan tahi nggak mau keluar walau dipaksa. Nyaman sih nyaman, apalagi kamar mandinya luas, tapi itu tadi, ada terpaan ombak yang membuat tahi malu untuk menyapa dunia.

Hal yang membuat ngampet berak di kapal berbeda di bis adalah guncangannya. Jika di bis itu goyangannya horisontal, maka di kapal itu vertikal naik turun. Dikeluarin nggak bisa, ditahan nggak keluar adalah bunuh diri terselubung.

Pernahkah pembaca berada di posisi yang serba salah? Maju kena, mundur kena? Nah, itu yang dirasakan kala ngampet berak di kapal. Mungkin orang yang terbiasa naik kapal, seperti Taufik asal Wakatobi yang pernah bercerita mogok di tengah laut, berak di kapal adalah hal lumrah. Namun, bagi saya yang demam panggung kala naik kendaraan laut, ini adalah pengalaman yang sulit ditelaah secara nalar dan keilmuan.

Nahan berak di pesawat, saya belum pernah. Di udara, paling lama hanya dua sampai tiga jam saja. Namun, jika masalah berak saat transit di bandara mewah, tentu saya pernah mengalaminya. Satu garis lurus yang bisa saya dapatkan, berak adalah kebutuhan manusia yang ada benang merahnya dengan tingkat paling prinsip kebutuhan manusia bernama kenyamanan.

BACA JUGA Pengalaman Saya Berak di Sungai Setelah Gempa Jogja 2006 dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Desember 2020 oleh

Tags: berakBiskapal
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Busuknya Transportasi Laut Masa Lalu_ Pengalaman yang Hampir Membuat Saya Mati MOJOK.CO

Busuknya Kualitas Kapal Laut Zaman Dulu Pernah Hampir Bikin Saya Mati

7 Agustus 2020
pantura mojok.co

Starter Pack Saat Naik Bus Pantura biar Aman Sampai Tujuan

6 Juli 2020
Pengalaman Naik Kapal Pelni Menuju Banda Neira: Berkawan dengan Kecoa, dan Berakhir Memahaminya

Pengalaman Naik Kapal Pelni Menuju Banda Neira: Berkawan dengan Kecoa, dan Berakhir Memahaminya

10 Juni 2025
kapal mogok di tengah laut mojok

Pengalaman Jadi Penumpang Kapal yang Mogok di Tengah Laut

7 Desember 2020
ibu-ibu

Keuntungan Naik Bis Bersama Ibu-Ibu

27 Mei 2019
terminal mojok

Terminal Mojok: Penulis sebagai Bis, Tulisan sebagai Penumpang, dan Pembaca sebagai Bis Mania

7 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.