Luthfi, kawanku sejak kecil, lagi pusing bukan main. Ia sudah tiga bulan merintis usaha kopi bubuk asal Lampung dan memamerkan etalase toko daringnya di Tokopedia kepadaku. Kawanku sejak kecil itu memutuskan membangun bisnis sampingan gara-gara gelisah menanti pengumuman penerimaan dosen kampus swasta yang diikutinya. Sudah sebulan hasil seleksi tak jua keluar. Semakin lama, Luthfi semakin pesimis akan diterima. Berdagang kopi disiapkan sebagai mitigasi kekecewaan. Ia menganggap apabila nggak diterima jadi pengajar, berarti Tuhan memang memintanya jadi pedagang kopi.
Cara manusia memproses kegagalan hidup memang aneka rupa.
Satu hal yang ia keluhkan. Luthfi mengaku dapat banyak pertanyaan mengenai produknya dari calon pembeli di Makassar. Jarak Lampung-Sulawesi Selatan jelas nggak dekat-dekat banget, “Distribusi lama dan nggak murah, Boi,” keluhnya padaku, sambil nyeruput kopi tubruk dari produknya sendiri. Aku kagum sama konsep pedagang yang melarisi dagangannya sendiri ini, mungkin inilah bentuk self-love paling paripurna.
Percakapan diakhiri dengan Luthfi yang memaksaku berjanji untuk membantu business development—istilah yang dipelajarinya biar terdengar kayak pemilik bisnis beneran. Aku iyakan, lalu segera packing karena aku pulang ke Yogyakarta keesokan paginya. Janji itu tenggelam lama, sampai tiba-tiba malam ini, satu bulan lebih sejak obrolan kami, aku baru teringat janjiku membantu perkembangan bisnis kopinya itu.
Aku langsung berselancar online gara-gara kepikiran calon pembeli kopinya yang dari Makassar itu.
Apa metode paling efisien agar pedagang dan pembeli berbeda zona waktu ini bisa saling transaksi? Bertemulah aku dengan jasa Dilayani Tokopedia dari Tokopedia. Kulihat etalase toko kopi milik Luthfi, terpantau dia belum menggunakan layanan tersebut. Aku sumringah. Aku merasa berguna sebagai teman, meski telat lebih sebulan.
Aku merasa jasa ini sempurna untuk Luthfi. Pertama, fitur Dilayani Tokopedia memberikan akses pengusaha UMKM untuk punya gudang di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, dan Makassar. Artinya, kalau banyak permintaan produk dari Makassar, Luthfi bisa tinggal mengirimkan kopinya ke gudang Tokopedia di sana. Begitu nanti ada pesanan, produk dikirim dari gudang dan hanya butuh waktu satu-dua hari karena jarak terpangkas signifikan.
Kedua, Dilayani Tokopedia akan ngurusin packaging dan delivery tanpa perlu campur tangan seller. Luthfi juga bisa menggunakan jasa Tokopedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan calon pembeli. Sebagai pengusaha UMKM yang berjuang sendiri, ia jadi bisa fokus mengembangkan versi terbaik dari produknya.
Ketiga, dan ini yang terbaik, Dilayani Tokopedia memberikan free trial selama 30 hari pertama. Bebas potongan biaya operasional yang baru akan dihitung di bulan berikutnya. Meski besaran potongan itu nantinya juga tetap masuk akal apabila melihat efisiensi yang akan didapat Luthfi.
Teori ini memang indah. Tapi, sebagai anak muda (sok) skeptis, aku coba cari bukti cerita sukses pengusaha UMKM yang menggunakan gudang-gudang milik Tokopedia ini. Jangan sampai pas dicek isi gudangnya, ternyata malah berisi cucu dari pria yang mengaku bujangan kepada setiap wanita. Bad dum tss!!!
Untungnya, pencarian menunjukkan berita baik. Amazara, UMKM Yogyakarta yang berdagang sepatu, memanfaatkan gudang Dilayani Tokopedia di Jakarta dan Surabaya. Uma Hapsari, pemilik Amazara, menyebut jangkauan pengiriman produknya meluas ke Papua dan pesanan di provinsi luar Pulau Jawa meningkat signifikan, terutama di Sulawesi Selatan, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Lampung. Pengelolaan stok dan pengemasan produk jadi lebih efektif, membuat sepatu tidak hanya lebih aman dikirim, tapi juga cepat diterima.
Kesaksian serupa disampaikan Iwan Aramiko, pemilik Toko Kopi Gayo dari Aceh. Berkat Dilayani Tokopedia, ia nggak lagi harus menyimpan produknya di pedalaman Aceh. Gara-gara menggunakan gudang di Jakarta, kini pembelinya udah sampai Indonesia Timur. “Tidak hanya ongkos kirim yang semakin terjangkau, produk juga bisa sampai di tangan konsumen lebih cepat dibanding kami kirim langsung dari Aceh,” kata Iwan.
Setelah mendalami ini, aku mantap yakin. Aku langsung menelepon Luthfi untuk mengabarkan temuanku ini. Aku turut senang, kini ia nggak harus khawatir lagi kalau dapat calon pembeli dari wilayah manapun. Bisnisnya akan berkembang pesat!
Tak lama berdering nada tunggu, Luthfi mengangkat teleponku. Kalimat pertamanya bikin aku maktratap.
“Mantap, Boi! Aku keterima jadi dosen!”
“Toko kopinya?”
“Ah, nggak ada waktu hahaha… Gimana-gimana?”
Aku termenung dan bingung. Di satu sisi aku bangga akan pencapaiannya, di sisi yang lain aku ingin laporan business development ini tak sia-sia. Aku sedih karena tidak memberi tahu informasi ini sejak satu bulan lalu. Kalau saja aku tidak lupa, mungkin Luthfi sudah jadi juragan kopi.
Entah sejak kapan aku malah jadi begitu terikat perasaan dengan bisnis temanku itu. Di tengah kesedihan setelah merasa menjadi manusia percuma ini, muncul pertanyaan, apakah aku yang sebenarnya ditakdirkan untuk menjadi juragan kopi? Apakah ini cara Tuhan memperkenalkanku pada dunia bisnis?
Aku terdiam memandang langit-langit kamar. Cara manusia memproses kegagalan hidup memang aneka rupa.
Penulis: Muhammad Ikhwan Hastanto
Editor: Audian Laili
BACA JUGA Dengan Modal Usaha 3 Juta, Kira-kira Kamu Bisa Bikin Bisnis Apa Saja?