Ungkapan bahwa kehidupan manusia itu ibarat wayang kang kudu manut kersane dhalang memang benar adanya. Manusia hidup di dunia lakon pewayangan yang dikendalikan oleh dalang yaitu Tuhan.
Dalam dunia lakon pewayangan pun konon merupakan gambaran kehidupan manusia lho. Salah satunya adalah mengenai hawa nafsu yang ada pada diri manusia. Hal ini saya dengar dari penjelasan dosen saya di kelas.
Manusia adalah tempatnya hawa nafsu. Ya, bukan manusia namanya jika tidak memiliki hawa nafsu, kan? Ternyata nafsu-nafsu tersebut dirangkum rapi dan digambarkan dalam beberapa tokoh wayang yang sangat epik.
Caturhawa atau empat hawa nafsu manusia dalam dunia kebatinan Jawa, yang dijadikan lambang nafsu manusia adalah anak-anak dari Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ya, siapa lagi kalau bukan Rahwana, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Gunawan Wibisana.
Rahwana, sang anak sulung dilambangkan sebagai nafsu amarah yang berwarna merah. Nafsu ini yang seringkali mengantarkan manusia untuk bersifat egois dan tidak mau mendengarkan orang lain.
Ketika seseorang dikuasai oleh nafsu amarah, ia menjadi tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Sering berkata kasar, tamak, marah, merasa menang sendiri, dan hal-hal yang menjurus hanya kepada kepentingan dunia. Apabila dibiarkan menguasai diri, akan timbul sikap sewenang-wenang pada diri manusia.
Nafsu luamah yang berwarna hitam diwakili oleh sosok Kumbakarna. Kumbakarna adalah tokoh yang doyan makan dan tidur dalam lakon pewayangan. Nafsu ini juga ada di setiap diri manusia. Nggak mungkin juga ada manusia yang tidak punya nafsu untuk makan dan tidur.
Tapi, semua tetap ada porsinya, segala yang berlebihan itu tidak baik. Manusia tidak akan cukup jika hanya menuruti nafsu untuk makan dan tidur. Jika berlarut-larut hanya rasa malas dan rakus yang menguasai diri manusia. Jangan sampai deh setiap hari hanya rebahan dan makan.
Ketiga ada nafsu supiyah yang berwarna kuning dan dilambangkan dengan tokoh Sarpakenaka dalam lakon pewayangan. Satu-satunya dari empat bersaudara yang merupakan seorang perempuan. Nafsu supiyah adalah nafsu yang berkaitan dengan hal-hal seksual.
Menurut penjelasan dosen saya, nafsu supiyah dilambangkan dengan sosok wanita karena kebanyakan wanita menjadi objek penyalahgunaan nafsu ini. Banyak lelaki yang kehilangan semua yang dimilikinya karena tidak dapat mengendalikan nafsu seksual. Tapi, nggak semuanya lho ya.
Bahkan nafsu supiyah merupakan nafsu yang muncul pertama untuk menggoda para ksatria dalam lakon pewayangan. Kembali ke penjelasan awal, diakui atau tidak, nafsu yang berhubungan dengan wanita adalah nafsu yang paling berat.
Terakhir adalah nafsu mutmainah yang dilambangkan dengan tokoh Gunawan Wibisana dengan warna putih. Sekadar informasi, Gunawan Wibisana ini satu-satunya anak Wisrawa dan Sukesi yang berwujud manusia. Istimewa nggak sih?
Nah nafsu mutmainah ini adalah nafsu yang menuntun manusia dalam kebaikan. Nafsu yang mengarahkan manusia untuk beribadah kepada Tuhannya dan berbuat baik kepada sesama.
Pada lakon pewayangan, para ksatria akan mampu membunuh ketiga nafsu di atas. Hal ini berarti bahwa ketika kita mengedepankan nafsu mutmainah, ketiga nafsu yang lain dapat kita kuasai.
Akan tetapi tidak berarti ketiga nafsu tersebut secara keseluruhan jelek. Semua nafsu yang ada pada diri manusia sejatinya baik. Hanya saja tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Dalam hidup kita bisa menentukan ingin menjadi Rahwana sang pemarah atau Kumbakarna yang rakus dan hobi tidur. Kita juga bisa menjadi Sarpakenaka yang mengedepankan nafsu seksualnya atau menjadi Gunawan Wibisana yang mampu menguasai ketiga nafsu lainnya meskipun jumlahnya kalah banyak.
Ketiga nafsu amarah, luamah, dan supiyah ini melambangkan raga manusia. Sedangkan nafsu mutmainah melambangkan sukma atau jiwa manusia. Sebagai manusia kita dapat menentukan, jiwa kita dikuasai oleh raga atau jiwa kita yang menguasai raga.
BACA JUGA Ki Seno Nugroho, Dalang yang Bikin Milenial Gandrung dengan Wayang dan tulisan Riski Fidiana lainnya.