Rasa-rasanya memang tidak ada ruang aman untuk perempuan. Sekalipun daerah yang ditinggali adalah Jogja yang punya julukan Kota Pelajar, tempat ini tetap saja tidak melulu aman untuk mahasiswa perempuan. Itulah yang saya rasakan ketika beberapa tahun lalu menempuh studi di Jogja.
Pada suatu kesempatan, saya terpaksa pulang malam ke kos yang berada di belakang Lippo Plaza Jogja karena mengerjakan tugas di kos teman. Jarak antara kos saya dan teman sebenarnya tidak begitu jauh, bisa ditempuh dalam waktu 20 menit jalan kaki. Namun, malam itu, saya putuskan memesan taksi online untuk pulang. Selain merasa lebih aman, tarifnya sedang diskon pada waktu itu, saya cukup membayar Rp5.000 dari harga asli Rp20.000. Sungguh harga yang menggiurkan sebagai mahasiswa.
Saya salah besar. Saya benar-benar apes, malam itu saya dapat sopir taksi online yang zonk.
Sudah curiga sejak awal
Saat kendaraan sudah sampai di titik jemput, saya langsung masuk ke dalam kendaraan. Saya memilih duduk di samping sopir untuk membuka obrolan. Waktu sudah malam, saya takut sopir mengantuk. Sopir taksi online pada saat itu adalah seorang bapak-bapak paruh baya, mungkin berusia sekitar 50 tahun. Namun, saya belum curiga atau berpikir aneh-aneh pada saat itu. Toh saya cuma mahasiswa perempuan Jogja yang ingin pulang ke kosan.
Kecurigaan muncul ketika kendaraan melewati jalan yang tidak sesuai dengan arahan Google Maps. Alasannya, jalan yang disarankan Google Maps sering macet. Padahal, saya tahu betul, jalan dari kos teman ke kos saya tidak sering macet. Hati mulai deg-degan, khawatir diri ini tidak sampai kos dengan selamat.
Baca halaman selanjutnya: Sepanjang jalan …




















