Sebenarnya sejak kecil saya sudah familiar dengan kuburan. Kebetulan rumah saya itu menyendiri dan agak jauh dari rumah tetangga. Setiap kali saya mau ke masjid, maka mau tak mau saya harus melewati sebuah kuburan yang letaknya sebelum masjid.
Sebenarnya ada jalan lain menuju masjid, tapi harus memutar dan jaraknya dua kali lipat dari jalan kuburan tersebut. Oleh karenanya, mau tak mau, kalau berangkat dan pulang ngaji setelah salat Maghrib, saya harus berjalan sendirian lewat kuburan tersebut. Mana teman-teman di desa itu suka sekali menakut-nakutin dengan suara ‘hiiihiiihiiii’ kayak suara kuntilanak gitu tiap kali saya pulang ngaji.
Untungnya, bapak sudah membiasakan saya dengan kuburan sejak saya kecil. Maksudnya, bapak suka sekali mengajak saya ke kuburan untuk menyapu tiap Kamis sore. Awalnya saya menyapu dengan bapak, tapi lama kelamaan setelah saya cukup besar, sayalah yang disuruh menyapu sendiri. Dulunya saya hanya menyapu kuburan area keluarga, tapi kemudian saya menyapu semua area kuburan yang bisa dibilang cukup luas. Saya merasa kasian melihat makam yang kotor tertutup sampah daun yang tidak disapu oleh anggota keluarga. Waktu saya kecil, saya suka mikir, duh sungguh kasiannya si mayat ini ya, makamnya gak pernah disambangi sanak saudara.
Bapak bilang, kalau kita punya niat baik maka kita tak akan diganggu. Benar saja, selama bertahun-tahun saya menyapu kuburan sendirian, saya nggak pernah sekali pun diganggu hantu, ditakuti penampakan, ataupun kena sawan setelah pulang dari kuburan. Saya menyapu dengan damai. Kadang saya suka ngomong sendiri dan menyapa nama di nisan masing-masing. Kadang juga mereka suka saya ceritain tentang kehidupan anak cucunya yang merupakan tetangga saya. Paling-paling hantu di kuburan itu mikir, ‘ini anak salah makan apa sih?’
Setelah saya SMA, kebetulan saya ikut serta menjadi Bantara di Pramuka. Saat itu sekolah sedang mengadakan Dianpinsat (Gladian Pimpinan Satuan). Titik puncak acara tersebut adalah jalan malam yang terdiri dari enam posko. Nah, di posko terakhir inilah, biasanya peserta pramuka akan diuji nyalinya untuk masuk ke dalam kuburan dan mencari nama yang sudah ditentukan.
Tiap pos biasanya diisi oleh dua Bantara. Satu laki-laki dan satu perempuan. Entah kenapa, saat itu semua bantara perempuan kompak tak ada yang mau jaga posko terakhir. Semua ini dikarenakan kuburan dekat sekolah itu terkenal keramat dan angker. Saat kami beberapa hari yang lalu survei tempat saja, ada teman saya yang indigo bilang bahwa penghuni sana itu menolak kehadiran kami. Oleh karenanya, tak ada yang mau di posko kuburan ini. Akhirnya pilihan terakhir adalah menunjuk saya untuk jaga pos di sana.
Rombongan mulai jalan sekitar pukul 11 malam, meski saya ada di pos terakhir, namun saya harus stay di sana. Kalau menurut pengalaman saya yang dulu pernah jadi peserta juga, harusnya mereka sampai di posko terakhir ini sekitar pukul 2 atau 3 pagi. Setelah saya dan teman saya ini sampai, suasana di makam itu gelap gulita dan hanya ada penerangan lampu bohlam 5 watt. Apesnya lagi, baik saya ataupun teman saya ini nggak ada yang bawa senter ataupun lilin.
Akhirnya teman saya ini kembali lagi ke sekolah tanpa saya. Karena saya capek untuk jalan ke sekolah lagi. Secara, dari pagi saya sudah sibuk wira-wiri menyiapkan acara ini, sehingga kurang tidur dan capeknya minta ampun. Mending saya sendirian di kuburan ketimbang saya harus jalan kaki lagi.
Karena hawanya dingin dan tubuh saya capek, maka secara otomatis saya mengantuk berat. Saya kemudian masuk ke area kuburan dan menemukan sebuah tempat duduk dari semen di pintu gapura kuburan. Saya rebahan di sana, lumayan kan bisa tidur tiga jam sebelum bertugas lagi
Saya sudah pasrah dan mengatuk berat sehingga saya cuma bilang, “Mbah, saya ngantuk banget dan badannya capek semua. Mohon maaf ya saya numpang tidur sebentar, mohon jangan ganggu saya, saya juga sudah nggak punya tenaga buat lari kalau ditakuti.” Lalu saya tertidur pulas sekali kayak sedang tidur di kamar sendiri.
Dua jam kemudian teman saya balik sambil bawa teman dan manggil-manggil nama saya. Ternyata tadi dia sudah datang ke mari nyari saya, tapi tak melihat saya di mana-mana karena saya tidur agak masuk jadi nggak kelihatan dari luar. Akhirnya dia takut dan balik lagi ke sekolah nyari teman.
Setelah bangun tidur, tubuh saya lumayan segar dan segera bertugas menyambut kehadiran rombongan regu Pramuka tersebut. Setelah ba’da Subuh semua balik ke sekolahan, ternyata banyak peserta yang kesurupan alias kesurupan massal. Kata beberapa orang, mereka ini ketempelan hantu saat di kuburan. Beberapa teman saya juga mengaku diperlihatkan penampakan beberapa jenis hantu di sana.
Berita saya tidur di kuburan pun dengan cepat menyebar ke penjuru sekolah. Semua orang pada nggak percaya, bisa-bisanya saya kok tidur tanpa dosa di kuburan tengah malam kayak gitu sendirian. Mereka belum tahu sih, saya mah kapan pun dan di mana pun kalau masalah tidur, nomor satu. Kepala nempel lantai atau tembok pun, langsung pingsan.
Pada intinya semua itu tergantung pada kita sendiri sih. Di mana pun itu asal kita sopan, tahu unggah-ungguh, saya rasa nggak akan diganggu. Sama kayak manusia juga kan, pasti nggak suka kalau ada orang yang nggak tahu tata krama masuk ke wilayahnya. (*)
BACA JUGA Cerita Hantu Legendaris di Universitas Brawijaya atau tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.