Pernah mengalami motor atau mobil kalian ditempeli stiker oleh pemilik bengkel tanpa izin? Menjengkelkan, ya?
Promosi itu penting. Saya tahu. Semua orang yang pernah buka usaha, sekecil apa pun, pasti paham betul bagaimana beratnya memperkenalkan produk ke orang-orang. Terlebih di tengah persaingan usaha yang semakin ketat. Mau nggak mau, pemilik usaha mesti kreatif dan nekat, bila perlu.
Saya pun paham kalau tidak semua orang punya bujet khusus untuk promosi. Untungnya, sekarang ada media sosial yang bisa digunakan untuk prom’osi. Murah, mudah, dan jangkauannya pun luas. Meskipun demikian, masih banyak pula tempat usaha yang menggunakan cara-cara konvensional seperti membagikan brosur atau menempel stiker misalnya.
Soal tempel-menempel stiker ini, salah satu bidang usaha yang masih rajin pakai cara klasik tersebut adalah bengkel motor atau mobil.
Pengalaman motor ditempeli stiker oleh orang bengkel tanpa izin
Pernah suatu ketika, motor saya masuk bengkel untuk servis. Bukan bengkel resmi yang mengusung brand besar otomotif, ya. Bukan pula bengkel cilik-cilikan juga yang dibuka di garasi rumah ownernya. Bengkel yang cukup besarlah intinya. Nah, kelar servis, tau-tau sudah ada stiker nama bengkel yang tertempel di spakbor belakang motor. Hmmm.
Stiker di spakbor belakang secara teknis memang tidak menganggu kenyamanan berkendara. Tidak pula membuat laju motor semakin berat. Lha wong stiker itu kan tipis. Meskipun demikian, bukan berarti stiker ini nggak ada masalah. Pasalnya, ketika dicopot, sering kali meninggalkan bekas lem yang susah hilang. Butuh effort supaya bekas lemnya benar-benar hilang.
Dan sejujurnya bekas lem yang susah hilang itu bukan masalah utama. Masalah utamanya adalah, stiker tersebut ditempel orang bengkel tanpa izin pemilik kendaraan.
Vandalisme versi sopan
Kalau kita perhatikan, di jalanan banyak sekali kendaraan yang bagian belakangnya ditempel stiker nama bengkel. Bisa jadi, stiker tersebut juga ditempel tanpa izin pemilik kendaraan. Kelihatannya sih sepele: stiker doang. Ukurannya kecil pula, tidak sampai menutupi keseluruhan bodi kendaraan.
Akan tetapi ini soal etika. Bahwa ketika kau ingin berbuat sesuatu terhadap apa yang bukan milikmu, maka mintalah izin terlebih dahulu. Sederhana, namun sering terlupa.
Menempel stiker sebagai bagian dari promosi ini sebetulnya bukan hal yang baru, ya. Coba saja lihat di tiang listrik atau tiang lampu lalu lintas. Banyak stiker promosi menempel di sana. Mulai dari iklan sedot WC, bimbel, sampai obat kuat. Semua itu ditempel di ruang publik.
Dan seolah tidak cukup di ruang publik, mulai lah stiker itu merambah ke ranah privat: di kendaraan, di pagar rumah, dsb. Lama-lama promosi kok rasanya malah mirip vandalisme versi sopan.
Pengalaman buruk lain soal stiker promosi selain di bengkel
Soal pengalaman ditempel stiker tanpa izin ini tak hanya saya alami saat servis motor di bengkel. Saya juga pernah mengalami hal serupa ketika mengundang tukang sedot WC.
Waktu itu mainan anak saya masuk ke dalam kloset. Lalu, diundanglah tukang sedot WC ke rumah. Setelah semua proses selesai dan tukangnya pulang, kami baru sadar kalau ada stiker sedot WC di dalam kamar mandi. Tentu saja mereka tidak izin sebelumnya. Padahal rumah, apalagi area dalam, adalah area privat. Kamar mandi juga bukan tempat untuk branding usaha. Itu adalah ruang pribadi yang tidak semestinya disentuh sembarangan.
Saya bisa memahami kalau tujuan pemilik bengkel, tukang sedot WC, dan pemilik usaha lainnya mungkin baik. Mungkin kalau ada apa-apa dengan motor dan WC misalnya, kami nggak perlu riweuh mencari nomor telepon yang bisa dihubungi. Tapi caranya yang nggak benar. Main tempel aja. Minimal izin dulu, bisa kan?
Berawal dari “cuma stiker”
Memang jika dilihat dari perspektif pemilik usaha, bisa jadi mereka memiliki semacam ketakutan. Takut ditolak seandainya minta izin untuk menempel stiker. Jadi daripada ditolak mending langsung tempel saja. Toh, lagi-lagi, “ini kan cuma stiker”.
Para pemilik usaha seperti bengkel dan sedot WC seperti dalam kasus saya ini sepertinya lupa bahwa tak ada istilah “cuma”. Berawal dari “cuma stiker”, lama-lama merembet ke budaya abai. Abai terhadap ruang publik, abai terhadap hak orang lain. Pokoke sing penting stiker usahaku nempel. Titik. Wah, egois sekali Anda.
Pada akhirnya, adab itu bukan semata bagaimana kita memperlakukan orang yang lebih tua. Dalam berbisnis juga ada adab. Dan saya yakin, kita sama-sama sepakat kalau menempel stiker promosi tanpa izin itu tidak beradab.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Akal-akalan Bengkel yang Perlu Diwaspadai Pelanggan kalau Tidak Mau Rugi.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















