Sebenarnya, ilmu pelet itu nggak ada bedanya sama baliho politisi atau foto profil Tinder.
Mungkin perkara percintaan manusia tidak pernah berubah sejak zaman lampau. Dari era Bandung Bondowoso, Amangkurat, sampai pembunuhan di Papua bulan Juni lalu punya motif asmara. Sepertinya, perkara percintaan sama pentingnya dengan perkara membangun utopia dalam peradaban.
Masalah menggaet pujaan hati juga tidak pernah selesai dalam sejarah. Dari kisah pencurian selendang Dewi Nawangwulan sampai anda yang stalking akun gebetan semua punya alasan sama: agar pujaan hati mau menerima cinta. Dan segala daya dikeluarkan sampai menggunakan kekuatan mistis. Tentu salah satunya yang paling kondang adalah ilmu pelet.
Pelet dipandang sebagai cara untuk mendapatkan cinta seseorang. Dengan bantuan kekuatan mistis, seseorang bisa takluk dalam pelukan pemakai. Tapi, sebenarnya apa itu ilmu pelet?
Saya pernah berdiskusi dengan Mas Miftah, salah satu praktisi klenik dan pakar mencari uang yang hilang secara gaib. Waktu kami berfokus membahas pesugihan, Mas Miftah juga sedikit menyinggung tentang praktik pelet. Menurut blio, ilmu pelet tidak ubahnya dengan penglaris dan pesugihan. Intinya adalah meminta tolong makhluk gaib dalam perkara duniawi.
Dalam perkara pelet, makhluk gaib dilibatkan untuk membuat pengguna agar lebih menarik dan berkarisma. Kekuatan mistis ini akan mendistraksi opini target terhadap si pengguna. Itu garis besarnya, karena fokus pembicaraan saya dan Mas Miftah memang bicara pesugihan demi kepentingan liputan saya. Tentu sambil saling adu pengalaman spiritual.
Tapi, bagaimana metode pelet ini dilakukan? Kebanyakan artikel perihal pelet hanya bicara garis besar tadi. Dan kebanyakan memang bertujuan untuk mengiklankan jasa pelet. Jadi ilmu yang dibagikan memang kurang “daging” kalau kata peserta seminar investasi dan ekspor-impor.
Beruntung ada orang yang paham urusan klenik di lingkar pertemanan. Sebut saja Mas Budi (29). Pria yang memang gemar urusan klenik ini seperti ensiklopedia supranatural. Meskipun begitu, Mas Budi mengaku tidak pernah melakukan praktik ilmu pelet. Mungkin malu dengan istrinya.
“Bener, pelet itu membantu seseorang terlihat wah di depan gebetan. Dan praktiknya memang tidak berbeda dengan pesugihan. Ada syarat, ada ritual, ada lokasi meminta, dan ada konsekuensinya,” ujar Mas Budi.
Bicara syarat, Mas Budi berkata tidak ada syarat baku dalam urusan pelet. Seperti pesugihan, syarat mendapatkan pelet akan berbeda di tiap lokasi pengajuan permohonan. Ada yang mensyaratkan sesajen ayam ingkung, ada yang menuntut potongan rambut dan celana dalam target, ada yang sekadar memohon di pohon tua. “Tapi ada juga yang seperti pesugihan sate gagak, bertapa telanjang semalaman,” imbuh Mas Budi.
Nah syarat ini diperlukan untuk ritual. Ritualnya juga berbeda-beda tergantung lokasinya. Ada yang sekadar bertapa atau meditasi, yang menurut Mas Budi paling ringan. Ada yang harus baku hantam dengan jin penunggu. Ada juga yang harus bersetubuh secara spiritual. “Bersetubuh kok spiritual. Tubuh kan nyata, tapi roh itu maya? Berarti bersespirit,” ujar saya mencoba bercanda. Hahaha, dad joke.
Kalau bicara lokasi, Mas Budi juga menyebut banyak tempat. Beberapa sendang atau pemandian di Jogja dipercaya sebagai lokasi permohonan untuk pengajuan pelet ini. “Halah, sendang Kasihan itu juga konon jadi tempat mencari pelet. Kan kata Kasihan itu dari Pengasihan. Secara konsep pengasihan itu ya pelet,” ujar Mas Budi.
Tapi, Mas Budi mewanti-wanti saya untuk tidak menyebutkan lokasi yang sudah terakreditasi sebagai tempat pengajuan pelet ini. “Nggak usah kamu tulis di artikel,” tegas Mas Budi. Mungkin blio tahu bukan karena sakti, tapi hafal tabiat saya saja yang suka mencuri kisah untuk jadi artikel.
Setelah pengajuan, maka orang tersebut perlu melakukan tindakan tertentu terhadap target. Menurut Mas Budi, kata pelet sebenarnya dari kata melet atau menjulurkan lidah. Jadi salah satu tindakan paling populer pelaku saat sedang berhadapan dengan target. Tujuannya agar target melihat lidah pelaku.
Kekuatan spiritual pelaku pelet diletakkan di bagian lidah. Istilahnya, karisma dan keelokan pelaku berada di lidah. Jadi ketika target melihat lidah si pelaku, maka target akan jatuh hati. “Tapi nggak semua. Ada yang tiba-tiba langsung cinta sampai seperti gila,” imbuh Mas Budi.
Setelah mendapatkan cinta sang pujaan hati, maka si pelaku harus melaksanakan ritual terakhir. Dan kembali lagi, akan berbeda-beda tergantung proses pengajuan tadi. Ada yang menuntut si pelaku untuk kembali bertapa di lokasi pengajuan. Ada yang menuntut sesajen yang biasanya cukup mahal. Yang paling ekstrem menurut Mas Budi, ada yang meminta si pelaku melakukan hubungan seksual dengan target dengan syarat tertentu. Baik warna pakaian sampai bersetubuh di lokasi meminta pelet.
“Kalau tidak dilakukan, biasanya pelet akan hilang. Orang yang jadi target bakal membenci pasangannya (pelaku pelet). Ada yang bilang bisa mendatangkan balak atau bencana pada yang pelaku,” ujar Mas Budi.
“Tapi, sakjane pelet itu fungsinya gimana tho?” Tanya saya.
Menurut Mas Budi, pelet itu seperti pencitraan. Jadi citra kita di-boost dengan kekuatan gaib. Kesan lusuh, buruk rupa, sampai masa depan suram ditutup oleh kekuatan gaib. Yang ditampilkan pada target adalah pribadi serba sempurna dan sensual.
“Jadi ilmu pelet tidak mengubah kita secara fisik, tapi mengubah persepsi target,” imbuh Mas Budi. Persepsi awal yang antipati pada pelaku berbalik 180 derajat karena pelet. Opini target terhadap pelaku dikendalikan oleh kekuatan gaib itu. Pelet menjadi alat membangun citra positif di depan target.
“Jadi, sebenarnya pelet itu nggak beda sama baliho politisi tho, Dab,” ujar saya yang disambut gelak tawa. Tapi, saya merasa opini ini benar. Bukankah kunci praktik ini adalah mengubah pandangan target terhadap pelaku? Media menyampaikan pesan ini melalui kekuatan supranatural. Lha apa bedanya dengan politisi yang gemar membangun citra agar laku saat pemilihan legislatif, kepala daerah, bahkan presiden.
Tapi, apakah ada peluang ilmu ini gagal?
Menurut Mas Budi, pelet punya kemungkinan gagal seperti praktik pesugihan dan penglaris. Ilmu tersebut berpotensi gagal apabila syarat tidak dipenuhi, prosedur salah, dan tidak melakukan ritual terakhir.
“Beberapa kasus perceraian akibat pelet terjadi karena pelaku tidak menyelesaikan ritualnya. Akhirnya karisma si pelaku jadi hilang. Pasangannya bisa melihat langsung si pelaku tanpa dipengaruhi mistis,” imbuh Mas Budi.
“Mas, kalau memang sakti, kenapa tidak ada yang memelet anak orang penting atau malah anak presiden sekalian?” Tanya saya.
Menurut Mas Budi, kemungkinan itu ada. Tapi Mas Budi menambahkan, pelet bisa digagalkan jika si target punya “pelindung” gaib. Dan sudah isu dan konspirasi kalau orang penting di Indonesia bersinggungan dengan urusan mistis. “Tapi semua itu kan mungkin, nggak pasti. Bisa jadi ada yang menggaet menggunakan pelet, tapi mbuh lah takut dipenjara,” jawab Mas Budi.
Nah, saya juga menemukan perspektif lain tentang praktik ilmu ini.
“Nggak beda sama foto profil Tinder,” ujar kawan saya yang lain Mas Tyas (28). Si pemain Tinder paruh waktu ini merasa pembicaraan kami tidak berbeda dengan pengguna Tinder. Foto profil yang dipasang memang bertujuan untuk membangun citra agar yang melihat tertarik. Meskipun citra tadi seringkali tidak sesuai kenyataan pemain Tinder. Entah diedit dengan aplikasi, atau meminjam kendaraan teman sebagai objek foto.
Saya makin yakin, urusan mengejar gebetan tidak ada perubahan nyata dari waktu ke waktu. Peradaban berubah, tapi urusan cinta kembali ke citra. Dulu orang pakai kekuatan gaib, sekarang orang pakai teknologi digital. Intinya sama, menjual diri ke pujaan hati.
BACA JUGA Alasan Saya Skeptis dengan Ilmu Hitam dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.