Konsep yang diusung Pasar Barongan Jombang menjadikannya pasar paling kalcer saat ini.
Saya sedikit sentimental kalau membicarakan pasar. Sejak kecil, saya sering diajak ibu ke pasar untuk menenami beliau belanja. Tentu saya minta imbalan, biasanya berupa VCD power rangers atau kaset PS 1. Makanya, saya selalu paling semangat kalau diajak ke pasar karena itu berarti saya bakal punya kaset baru.
Sayangnya, kondisi pasar sekarang nggak sama dengan yang ada di ingatan saya beberapa tahun lalu. Pasar sekarang jadi sepi, bahkan banyak kios yang sudah tutup. Hal ini membuat saya rindu masa-masa kejayaan pasar ketika pedagang sibuk melayani pembeli. Entah kenapa, suasana seperti itu bisa menenangkan hati.
Beruntungnya, kerinduan pada suasana pasar di masa lalu bisa terobati ketika saya berkunjung ke Pasar Barongan. Pasar ini berlokasi di tepi Kali Gunting, Desa Mojotrisno, Jombang. Nama barongan sendiri digunakan karena lokasi pasar ini terletak di sekitar kebun bambu. Suasana tradisional yang kental dan tempat yang alami menjadi daya tarik tersendiri bagi Pasar Barongan.
Uniknya lagi, pasar ini nggak buka setiap hari, melainkan hanya hari Minggu di minggu ke-1 dan ke-3 setiap bulan. Buka mulai pukul 07.00–10.00 WIB. Memang agak rumit, tapi kalian bisa pantau jadwalnya di akun Instagram mereka, @pasar_barongan. Nggak cuma itu, Pasar Barongan juga masih menyimpan banyak keunikan yang nggak dimiliki pasar lain.
Daftar Isi
Pasar Barongan Jombang mengusung konsep tempo dulu dan kembali ke alam
Produk yang dijual di Pasar Barongan adalah kuliner khas nusantara dan olahan warga sekitar atau UMKM lokal. Menariknya, produk yang ditawarkan pun masih bernuansa tradisional. Saya dengan mudah menemukan kuliner seperti polo pendem, gulali, nasi jagung, dan yang paling unik, bobor yuyu.
Kuliner di sini juga dijaga kualitasnya. Pedagang harus memenuhi syarat tertentu agar bisa berjualan di Pasar Barongan. Beberapa syarat tersebut meliputi: menghindari penggunaan kemasan plastik, MSG, pengawet, dan pewarna makanan. Pokoknya wajib dibuat sealami mungkin. Jadi, nggak usah khawatir kulineran di sini.
Di bagian pasar yang lain, barang olahan yang ditawarkan juga nggak jauh-jauh dari batik, anyaman, ukiran, dan manik-manik. Hampir semuanya masih memanfaatkan hasil alam.
Selain itu, di sini juga disediakan gamelan lengkap dengan nyanyian sinden yang semakin menghidupkan nuansa tempo dulu. Bayangkan, kalian bisa menikmati satu porsi nasi jagung beralas daun pisang ditemani secangkir es teh dan alunan gamelan. Biyuh, kalcer banget, Lur. Berasa sarapan di zaman Majapahit.
Baca halaman selanjutnya: Punya mata uang …
Punya mata uang sendiri
Berbeda dengan pasar lain, mata uang Rupiah nggak berlaku di Pasar Barongan Jombang. Sebentar, jangan salah paham dulu, sebab konsepnya memang dibuat seperti itu. Sebelum bertransaksi, kalian wajib menukarkan rupiah dengan kepingan bambu di sekitar pintu masuk. Setiap keping bambu bernilai Rp2.000. Nah, kepingan bambu ini yang digunakan sebagai alat tukar.
Setelah saya tanyakan ke pengelola pasar, penggunaan kepingan bambu sebagai alat tukar berguna untuk mengetahui omset yang didapatkan dari Pasar Barongan. Selain itu, hal ini diharapkan dapat semakin menguatkan nuansa masa lalu ketika sistem barter masih berlaku. Biar afdal dengan konsep tempo dulu yang diusung.
Hasil kolaborasi masyarakat dan mahasiswa
Berdasarkan informasi yang saya dapat, ternyata keberadaan Pasar Barongan merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat sekitar, mahasiswa, dan dosen Universitas Kristen Petra Surabaya. Hebatnya lagi, mereka nggak cuma setor ide, tapi juga turut andil mulai dari persiapan lahan sampai pembuatan ornamen-ornamen.
Jadi, alih-alih cuma bikin plang nama jalan di setiap sudut desa, mereka justru membuat pasar yang bisa memberdayakan masyarakat sekitar sekaligus mendorong potensi pariwisata. Saya kira beginilah bentuk pengabdian masyarakat yang sesungguhnya. Manfaatnya jelas. Bukan cuma sekadar gimmick dan jadi beban warga sekitar.
Oh, iya, berkunjunglah ke Pasar Barongan jika kalian sempat. Selain bisa merasakan kuliner tradisional dan belanja produk lokal, suasana di sini itu masih asri dan khas pedesaan banget. Cocok buat menepi dari hiruk pikuk perkotaan. Kalian bisa buktikan sendiri, Lur.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 5 Pasar di Jogja yang Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.