Meskipun begitu, karena memang dituntut kebutuhan dan harga pasarnya berkata seperti itu (perpaduan antara tingginya permintaan dan sedikitnya penawaran), maka loker part time dengan judul perbudakan modern pun tetap ramai di kalangan mahasiswa. Termasuk saya yang pernah part time selama kurang lebih 4 bulan. Ya meskipun, dibilang masih untung karena gaji nggak sekecil rincian yang barusan dan tempatnya juga enak karena ada PC yang bisa dipakai skripsian kalau pengunjung lagi sepi.
Mahasiswa sudah lebih banyak opsi
Meski part time adalah salah satu pilihan realistis tanpa meninggalkan kewajiban kuliah, tetapi mahasiswa sekarang sebenarnya sudah lebih banyak opsi. Katakanlah kerja freelance mengerjakan project dari orang lain. Atau, bisa juga ikut magang melalui MBKM sekalian. Secara pendapatan, relatif lebih besar. Pengalaman dan relasi yang didapat juga lebih jelas. Ditambah lagi, biasanya juga bisa dikonversi ke nilai kuliah.
Bisa jadi, kalau mahasiswa sudah punya posisi tawar yang lebih baik, pekerja part time di Jogja bisa diperlakukan dengan lebih layak. Asumsinya adalah mahasiswa terdistribusi di berbagai sektor dan mau nggak mau industri kecil sekitar kampus menaikkan benefit yang diberikan untuk menarik pekerja. Ya meskipun, saya juga agak pesimis. Soalnya Jogja itu dipenuhi hal istimewa. Banyak masalah yang bukannya selesai, malah makin rumit setiap tahunnya.
Sudahlah, saya tak mau mengkritik lebih jauh. Lagian, KTP saya bukan Jogja.
Penulis: David Aji Pangestu
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Derita Mahasiswa yang (Sok-sokan) Kerja Part Time, Baru Kerja Sehari Langsung Mundur Teratur