Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Buku

Parade yang Tak Pernah Usai: Teriakan dari Mereka yang Dipinggirkan

Fatimatuz Zahra oleh Fatimatuz Zahra
7 Juni 2022
A A
Parade yang Tak Pernah Usai Teriakan dari Mereka yang Dipinggirkan Terminal Mojok

Parade yang Tak Pernah Usai Teriakan dari Mereka yang Dipinggirkan (bukumojok.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Judul: Parade yang Tak Pernah Usai
Penulis: Anggun Pradesha, dkk.
Penerbit: Buku Mojok
Tebal Halaman: 312 Halaman
Tahun Terbit : 2022

Seperti judulnya, membaca antologi cerpen Parade yang Tak Pernah Usai benar-benar mampu membuat pembaca merasa sedang menonton parade yang tak tahu kapan selesainya. Setidaknya begitu yang saya rasakan. Tetapi, jauh sebelum menyadari bahwa saya sedang dibawa menyaksikan parade, saya lebih dulu merasa asing, aneh, dan bingung saat mulai membaca buku ini.

Selain karena tidak terbiasa dengan unsur sastra yang tinggi, saya—dan juga sebagian manusia heteroseksual lainnya—asing dengan narasi yang menggambarkan keragaman ekspresi seksual dalam buku ini. Namun, hal itu justru menunjukkan sinyal bagus, berarti buku Parade yang Tak Pernah Usai setidaknya berhasil menggugat kenyamanan saya atas status quo gender dan seksualitas di alam pikiran saya sendiri.

Antologi dibuka dengan sebuah cerpen yang sukses menarik perhatian saya sebagai pembaca untuk melanjutkan membaca cerpen-cerpen dalam buku ini.

Cerpen pembuka tersebut berjudul Darah Muda Darahnya Para… karya Asri Pratiwi Wulandari. Premis yang diangkat dalam cerita ini cukup sederhana, yaitu persoalan jerawat. Tapi, pesan yang ingin disampaikan luas sekali, mulai dari miskonsepsi skincare yang kerap dianggap sebagai kebutuhan perempuan semata, sampai persoalan persekusi yang kerap didapatkan oleh seseorang akibat ekspresi gender yang berbeda.

Salah satu dialog ikonik yang sulit dilupakan dari cerpen ini adalah, “Katanya darah lelaki dengan fragile masculinity tidak bisa dipakai.”

Selanjutnya ada juga cerita menarik nan cukup panjang dan cocok dijadikan teman perjalanan, yaitu Pesta Ulang Tahun Terakhir karya Minanto. Cerita ini mengisahkan gelaran pesta ulang tahun seseorang yang memiliki ekspresi gender unik di tengah keluarga yang juga tak kalah unik.

Salah satu pesan menarik dalam cerita ini adalah kerja-kerja domestik memang tak seharusnya bergantung pada jenis kelamin atau gender tertentu. Kebanyakan pekerjaan domestik adalah pekerjaan umum yang bisa dilakukan oleh orang sehat, tanpa peduli seperti apa ekspresi gendernya.

Baca Juga:

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

Kabar Buruk Hari Ini: Perjalanan Seorang Mawa Kresna Selama Menjadi Jurnalis

Sebenarnya pesan serupa sudah sering disuarakan di berbagai platform, namun melalui cerpen Pesta Ulang Tahun Terakhir, pesan tersebut disampaikan pelan-pelan sembari membawa kita memahami gejolak batin dari masing-masing tokoh dalam cerita.

Karya yang tak kalah menarik juga datang dari salah satu editor antologi ini, Hendri Yulius Wijaya, dengan cerpen berjudul Petualangan Gay Tobat. Sepertinya ini adalah satu-satunya yang cerita dengan narasi yang diharapkan oleh sebagian besar kaum homofobik. Narasi penuh kebencian dan upaya pengejawantahan langsung atas ide “pembasmian homoseksualitas.”

Meski begitu, jika dibaca sampai habis, cerita ini juga yang akan meluluhlantakkan ekspektasi para homofobik. Dengan ini, saya kira akan lebih mudah bagi mereka memahami apa saja yang akan terjadi jika solusi-solusi yang kerap kali dipaksakan seperti merukiah, memaksa menikahkan, dll. itu terus dilakukan.

Ada juga salah satu cerita yang menurut saya menjadi roh dari buku ini. Cerita yang benar-benar menjadi gambaran seperti apa rupa “parade yang tak pernah usai” itu. Cerpen tersebut berjudul Pesta Pernikahan karya Himas Nur.

Cerpen ini mengisahkan kehidupan seseorang dengan identitas gender non-mayoritas seolah akan dipentaskan dalam pertunjukan yang nyaris tak pernah ada ending-nya. Seolah ia harus hidup untuk bermain peran di hadapan orang-orang dengan sekumpulan nilai dan norma yang harus diikuti, atau jika tidak, hidup akan berjalan makin sulit.

Parade yang Tak Pernah Usai lalu ditutup dengan sebuah epilog bersahaja dari kedua editornya, Hendri Yulius Wijaya dan Margareth Ratih Fernandez. Epilog tersebut berisikan cerita tentang latar belakang terbitnya antologi cerpen ini dan juga tujuannya yang tak lain sekadar menjadi pemantik untuk memahami perjuangan queer yang tidak melulu muram, tapi masih juga terpinggirkan.

Tak dapat dimungkiri, ada beberapa cerita yang memang secara personal kurang nyaman untuk saya baca. Misalnya saja cerita-cerita yang menampilkan secara eksplisit hal-hal erotis, aktivitas seksual, dsb. Tapi, membaca buku ini mampu membuka mata saya untuk melihat betapa melelahkannya perjuangan hidup teman-teman queer.

Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Blok Pembangkang: Gerakan Anarkis di Indonesia 1999-2011: Mengenal Pembangkang yang Ingin Membubarkan Negara.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 Juni 2022 oleh

Tags: Buku MojokParade yang Tak Pernah Usairesensi buku
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Sedang belajar tentang manusia dan cara menjadi manusia.

ArtikelTerkait

Lemon Cake Mensyukuri Duka, Melanjutkan Hidup, dan Mengapresiasi Diri Terminal mojok

Lemon Cake: Mensyukuri Duka, Melanjutkan Hidup, dan Mengapresiasi Diri

29 Juli 2022
Biarkan Kematian Merayakan Kehidupan Kisah tentang Maut dan Hidup yang Saling Bertaut Terminal Mojok

Biarkan Kematian Merayakan Kehidupan: Kisah tentang Maut dan Hidup yang Saling Bertaut

20 Januari 2023
Enggan Jadi Keluarga Fasis: Kumpulan Surat dari Seorang Ayah untuk Anaknya

Enggan Jadi Keluarga Fasis: Kumpulan Surat dari Seorang Ayah untuk Anaknya

30 Januari 2023
Melawan Nafsu Merusak Bumi : Menggali Makna Ekologis dari Ayat Al-Qur'an dan Hadis

Melawan Nafsu Merusak Bumi: Menggali Makna Ekologis dari Ayat Al-Qur’an dan Hadis

3 Juli 2022
Perjalanan Penuh Makna dan Misteri Bersama Oskar Belajar Pergi Terminal Mojok

Perjalanan Penuh Makna dan Misteri Bersama Oskar Belajar Pergi

13 Januari 2023
Mindfulness Parenting (Buku Mojok)

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

30 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.