Pantai di Gunungkidul Tak Seindah Dulu: Kebanyakan Promosi Padahal Banyak yang Perlu Dibenahi

Pantai di Gunungkidul Tak Seindah Dulu: Kebanyakan Promosi, Banyak yang Perlu Dibenahi

Pantai di Gunungkidul Tak Seindah Dulu: Kebanyakan Promosi, Banyak yang Perlu Dibenahi (Unsplash.com)

Pantai di Gunungkidul yang dulu dipuja, kini mulai memudar keindahannya. Ada apa?

Rencana Pemkab Gunungkidul menjadikan Bumi Handayani sebagai “The Next Bali” tampaknya nggak main-main. Dalam setiap kesempatan, pemangku wilayah gencar mempromosikan Gunungkidul menjadi daerah tujuan wisata dunia. Berbagai acara sosial budaya acap digelar dengan misi utama meningkatkan kunjungan wisatawan ke Gunungkidul.

Sikap pede yang ditunjukkan Pemkab tentu bukan tanpa alasan. Harus diakui banyak wisata alam di Gunungkidul yang memiliki panorama alam indah nan menakjubkan. Salah satu destinasi yang sering “dijual” ke wisatawan tentu saja sepanjang pantai selatan.

Masifnya iklan destinasi pantai di Gunungkidul berbanding lurus dengan tingginya wisatawan yang datang ke sini. Ini bisa dilihat dari kepadatan arus lalu lintas sepanjang jalan menuju destinasi setiap hari libur. Semrawutnya jalanan sudah jadi pemandangan sehari-hari bagi warga Gunungkidul, terutama mereka yang hidup di pesisir pantai.

Saya rasa, keinginan Pemkab menjadikan Gunungkidul kayak Pulau Bali nyaris jadi kenyataan. Yah, meski belum banyak dikunjungi turis asing, tapi keadaan sebagian pantai selatan kini mulai kotor dan semrawut. Pantai yang dulunya dipuji setinggi langit itu, perlahan tapi pasti keasrian dan keindahannya mulai memudar.

Perubahan wajah pantai di Gunungkidul

Lahir dan tumbuh besar di Bumi Handayani, saya cukup sering berkunjung ke pantai selatan. Saya ingat betul, sewaktu masih SD, jumlah wisatawan yang datang ke Gunungkidul belum sebanyak sekarang. Jalanan menuju pantai juga cukup lengang dan suasana pantai masih menawan.

Tapi belakangan, saya melihat dan merasakan betul pantai di Gunungkidul mulai mengalami banyak perubahan. Beberapa destinasi seperti Pantai Baron, Pantai Kukup, dan Pantai Indrayanti yang dulu tampak bersih dan eksotis, kini sudah mulai tercemar sampah berserakan di bibir pantai.

Meski di beberapa pantai telah disediakan tempat sampah, jumlahnya masih sangat minim. Banjirnya wisatawan yang datang setiap hari libur, kadang nggak sanggup menampung sampah yang dihasilkan para pengunjung. Akibatnya, kondisi ini bikin objek wisata tersebut tampak kotor dan mengurangi keindahan panorama alam.

Baca halaman selanjutnya

Promosi kuat, aksi lambat

Kebanyakan promosi kurang aksi

Semrawutnya sebagian pantai di Gunungkidul hari ini tentu bukan sepenuhnya kesalahan wisatawan. Gencarnya promosi yang dilakukan pihak-pihak terkait tanpa diimbangi sistem pengelolaan kawasan wisata yang baik, saya rasa turut memberi sumbangsih terhadap situasi pantai yang kini tampak karut-marut.

Kita tahu, saat ini banyak pemodal yang datang ke Gunungkidul untuk membangun bisnis kuliner di kawasan pantai. Nggak sedikit kita menemukan restoran atau rumah makan yang berdiri di area wisata, baik di atas tebing maupun pinggir pantai. Kondisi ini membuat kawasan wisata terlihat menyempit, sehingga suasananya sumpek dan silang sengkarut.

Saya rasa, seiring bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan, akan semakin banyak pula bangunan yang berdiri di kawasan pantai. Tanpa tata kelola ruang yang baik, situasi ini bisa menurunkan kualitas lingkungan hidup dan berpotensi merusak keindahan alam Gunungkidul.

Tata kelola objek wisata Gunungkidul perlu dibenahi

Apa yang saat ini terjadi di Pantai Baron dan sekitarnya, hanya contoh kecil dari ruwetnya tata kelola sebagian besar objek wisata di Gunungkidul. Belum adanya regulasi tentang pembatasan kunjungan wisata, berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan yang tak terbendung setiap hari libur dan membuat suasana kian semrawut.

Kondisi ini diperparah dengan sarana dan prasarana di sejumlah objek wisata yang kurang memadai. Misalnya saja masalah akses jalan menuju destinasi wisata. Entah kenapa, meski dapat omzet puluhan hingga ratusan juta per bulan, tapi persoalan jalan berlubang dan minimnya penerangan sampai sekarang tak kunjung selesai.

Sebelum gembar-gembor promosi “Gunungkidul the Next Bali” itu, sebaiknya tata kelola wisata di semua lini dibenahi dulu. Pemkab dan dinas terkait saya rasa harus lebih banyak melibatkan peran warga sekitar dalam mengelola objek wisata. Sebab, merekalah yang sejatinya paham dengan kondisi wilayah dan punya kepedulian terhadap kelestarian lingkungan di tanah kelahiran.

Saya yakin, sebagian warga pesisir ada yang prihatin betul melihat eksploitasi besar-besaran yang kini mulai terjadi di pantai selatan Gunungkidul. Untuk itu, konsep pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism harus benar-benar dijalankan dan jangan berhenti di meja makan. Dengan begitu, dampak kerusakan di kawasan pantai bisa diminimalisir dan ekosistem tetap terjaga.

Yah, kecuali kalau tujuan akhirnya cuma duit, duit, dan duit. Tak pikir nggak butuh waktu 10 tahun, pantai di Gunungkidul bakal remuk dan kehilangan daya tarik. Wallahualam.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Pantai di Gunungkidul yang Cocok Dikunjungi Rombongan Maba.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version