Sama seperti orang lain yang kepo dengan almamaternya, saya juga sering kepo dengan Universitas Terbuka, tempat saya kuliah dulu. Bagaimana UT sekarang? Hal baru apa yang ada di sana? Masihkah UT sama seperti UT yang saya kenal 5 tahun lalu? Maklum, biasanya kan tempat kita menuntut ilmu mendadak keren justru setelah kita lulus. Yang tadinya nggak punya lapangan basket, tiba-tiba punya. Yang tadinya gersang kerontang kek hati, ehhh, setelah kita lulus mendadak punya taman!
Nah, kebetulan, teman satu ruangan saya ada yang masih kuliah di UT. Dari dialah saya sering dengar kabar-kabar terbaru seputar UT. Dan dari hasil obrolan dengan dia selama ini, saya jadi makin mantap menyebut bahwa pandemi, seperti saat ini, adalah waktu terbaik untuk daftar ke UT.
Lho, kok bisa?
Pertama, perkuliahan masih online. Sekarang sa tanya. Jika perkuliahan sama-sama masih online, yang satu harganya terjangkau sedang yang satunya lagi seharga jual sawah, kalian pilih mana? Yang harga terjangkau, bukan?
Soal status, akreditasi, kualitas, dan fafifu lainnya, nggak usah khawatir. Lha wong Universitas Terbuka ini universitas negeri yang terakreditasi B, og. Bahkan beberapa program studinya sudah terakreditasi A.
Selain itu, Universitas Terbuka ini mbah buyutnya sistem pembelajaran online. Jadi sudah khatam soal daring-daringan, bukan semata-mata mendadak daring gara-gara serbuan pandemi.
Kedua, gampang cari nilai. Wait, bukannya cari nilai di UT itu susah, ya? Kok?
Begini. Sebelum pandemi, Universitas Terbuka memang dikenal sebagai universitas yang adil banget kalau kasih nilai. Nilai segitu, ya, segitu. Jangan harap bisa dikatrol via martabak. Memang mau dikirim ke mana martabaknya? Jangankan alamat, wujud rupa bapak ibu dosennya saja, cuma bisa lihat di foto profil doang.
Mau nyontek saat UAS? Jangan harap. Tanpa perlu berkostum ala Pink Soldier ala Squid Game, pengawas UAS UT sudah cukup bikin ciut nyali. Dalam satu ruangan terdiri atas mahasiswa dari prodi yang berbeda pula! Bisa-bisa, kamu hanya satu-satunya mahasiswa di Prodi-mu yang ujian di ruangan tersebut.
Ditambah, pengoreksian lembar jawaban UAS ini menggunakan sistem komputer, yang bisa mendeteksi jika ada mahasiswa yang melakukan kecurangan. Auto dapat E!
Itu sebabnya beberapa tahun silam tiap kali ada penerimaan CPNS, ada banyak lulusan UT yang mengeluh di forum. Mereka mengeluh karena tidak bisa ikut CPNS gara-gara IPK-nya yang tidak mencapai angka minimal saat itu, 3.00. Karena ya itu tadi, dapat nilainya susah.
Tapi itu dulu. Sejak pandemi, berhubung ada larangan untuk berkerumun, maka UT melakukan penyesuaian terhadap teknis pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS).
Sebelumnya, UAS UT dilaksanakan di SMA atau SMK yang telah ditunjuk. Kalau saat ini, UAS dilaksanakan dengan sistem THE (Take Home Examination). Mahasiswa cukup mengerjakan soal ujian di rumah, lalu lembar jawab difoto dan diupload. Bentuk soalnya pun berubah. Dari yang semula pilihan ganda, jadi soal esai.
Perubahan sistem ini jelas menguntungkan. Harapan untuk dapat nilai tinggi di UT, bukan lagi mimpi. Terbukti, kawan saya yang sebelum pandemi IP-nya standar-standar saja, begitu ujian menggunakan sistem THE, IP-nya meroket. Cukup butuh satu tiupan kecil saja, IP-nya di semester 5 ini jadi IP yang sempurna alias 4. Luar biasa!
“Mumet juga kali, Mbak, dosennya kalau harus ngoreksi tulisan tangan mahasiswa yang segitu banyaknya,” begitu kata kawan saya.
Iya, sih, iya.
Jadi, kapan, nih, kamu mau daftar UT? Mumpung ujiannya masih pakai sistem THE, loh. Yang penting jangan lupa aktif saat diskusi dan on-time mengerjakan tugas. Ngerjakan THE doang, tapi nggak pernah kirim tugas, ya, sama aja bohong. Emangnya UT itu punya mbahmu??!
Sumber Gambar: Unsplash.com