Bapak, saya mau cerita. Tanggal 21 kemarin saya ke Tuban ehh bus yang saya naiki ternyata papasan dengan mobil Bapak. Seisi bus jadi gaduh berebut melihat keluar jendela, saya dengar suara bising-bising itu, tapi saya memilih memejamkan mata dan lanjut tidur. Kepala saya pusing Pak setelah sekian jam perjalanan.
Sesampainya saya di Tuban, ohh saya baru tahu ternyata Bapak mau menengok pembangunan kilang PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Jenu, Tuban. Iyalah, proyek nasional kok, masak iya nggak ditengok. Akan tetapi, Bapak sudah tahu belum kalau pada tanggal 1 November puluhan warga memasang plang di tanah miliknya dengan papan yang ditancapkan kayu dan pohon. Papan itu berisi penolakan, pembebasan lahan, seperti, “Tanah kami bukan cendol dawet”, “tanah tidak dijual”, “tanah harga mati ora didol”?
Sepertinya, Bapak tidak tahu deh… Pasalnya pas Bapak datang ke Tuban untuk menengok proyek saja, tiga warga Bapak Wawan, Mashuri, dan M. Bashori buru-buru dibawa oleh pihak kepolisian polres Tuban saat akan membentangkan spanduk penolakan kilang minyak Tuban begitu Bapak melakukan kunjungan ke Jenu. Belum membentangkan spanduk, tiga warga Bapak itu sudah dibawa pihak kepolisian. Semua foto dan video dihapus oleh pihak kepolisian.
Nakal kan Pak Polisi Pak, masak ujug-ujug warga Bapak dibawa terus ditahan pas Bapak lagi ada kunjungan. Pen saya cubit deh tuh polisi-polisi. Dikira, ketiga warga Bapak itu duri yang menghalangi jalan mobil Bapak apa, sampe disingkirin begitu. Kan itu pelanggaran nyata hak asasi manusia (HAM) oleh negara Pak. Yaa alhamdulillah ketiganya sudah dibebaskan sekarang, tapi gara-gara ulah Pak Polisi itu juga kan, Bapak jadi tidak tahu kalau warga itu sebenarnya nggak setuju loh lahannya dipakai buat jadi kilang minyak.
Yaudah deh iya, lewat Pak Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan udah bilang kalau protes masyarakat atas pembangunan kilang minyak itu karena masyarakat belum memahani tujuan pembangunan kilang tersebut. Pak Moel juga bilang perlu memberikan pemahaman utuh ke masyarakat, termasuk petani yang menolak pembangunan kilang yang ditargetkan Bapak selesai dalam tiga tahun. WOW. Pembangunan kilang minyak juga merupakan salah satu kepentingan nasional dan pride sebuah bangsa.
Luhh sek, sebentar….
Kilang minyak merupakan kepentingan nasional? Pentingan mana sama rumah dan lahan nafkah warga Pak? Kilang minyak adalah pride sebuah bangsa? Kalau warga nggak punya rumah, nggak punya pekerjaan, luntang-lantung, apa iya bangsa bisa berbangga Pak?
Saya jadi malu sendiri Pak. Negara punya ini itu, tapi warganya tidak bisa menikmati, malah menderita lahannya dipakai, penggusuran sana sini, tapi nggak ada solusi buat warga.
Terus kalau masyarakat belum memahami tujuan pembangunan kilang minyak tersebut dan perlu adanya pemberian pemahaman utuh kepada masyarakat dan wabil khusus petani yang menolak pembangunan tersebut, gimana? Kapan mau bicara? Kapan mau komunikasi? Kenapa nggak sebelum-sebelumnya aja? Biar enak gitu, kalaupun warga banyak yang nggak mau lahannya dibikin kilang minyak, yaa jangan maksa to Pak. Atau kalau emang ngebet banget nih, tolong kasih solusi buat para petani yang rumahnya digusur, lahannya dipake. Dikasih rumah gitu, dikasih pekerjaan.
Iyadeh, iming-imingnya sih warga daerah situ nanti dapat kesempatan bekerja di pabrik itu kalau udah jadi. Tapi takutnya nanti di prank… Gimana dong Pak? Kami kan warga sipil, bisa apa?
Takutnya kayak pabrik semen yang ada di sana juga tuh. Ada nih pemuda sana bilang, rumahnya masuk range 1 yang artinya diprioritaskan begitu kalau mau bekerja di pabrik tersebut eehh ternyata lamaran saja ditolak. Hingga akhirnya sekarang bekerja di sebuah bengkel kecil yang jauh dari tempat tinggal. Miris kan Pak? Itu salah satu pranknya Pak, mungkin masyarakat yang lahannya tidak mau “didol” itu juga takut mengalami hal yang sama Pak.
Bapak, saya senang infrastruktur berjalan, tapi mohon pertimbangkan nasib kami, warga Bapak. Dengarkan kami.
Bapak, walaupun hidup adalah permainan, walaupun hidup adalah hiburan, tetapi kami tidak mau dipermainkan dan kami juga bukan hiburan. Wahai Bapak Presiden, turunkan harga secepatnya, berikan kami pekerjaan, pasti kuangkat engkau menjadi manusia setengah dewa. Wahai pak Presiden, tegakkan hukum setegak-tegaknya. Adil dan tegas tak pandang bulu. Pasti kuangkat engkau menjadi manusia setengah dewa.
BACA JUGA Bagi Rakyat Miskin, Pemerintah Memang Tak Pernah Lebih Baik Ketimbang Acara Bedah Rumah atau tulisan Mita Berliana lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.