Orang-orang yang Datang ke Kayutangan Malang Itu Sebenernya Mau Main atau Nyinyirin Kinerja Wali Kota Malang, sih?

Orang-orang yang Datang ke Kayutangan Malang Itu Sebenernya Mau Main atau Nyinyirin Kinerja Wali Kota Malang, sih?

Orang-orang yang Datang ke Kayutangan Malang Itu Sebenernya Mau Main atau Nyinyirin Kinerja Wali Kota Malang, sih? (M. Harits Fadli via Shutterstock)

Bagi warga Kota Malang pastinya tidak asing dengan yang Kayutangan Malang. Sebuah kawasan yang dulunya pertokoan biasa kini diubah oleh pemerintah menjadi destinasi wisata urban. Tujuannya mungkin bagus untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Malang. Cuma ya, tetep saja ada hal-hal yang mengganjal dengan Kayutangan.

Semua orang Malang pasti tahu problematika dalam pembangunan kawasan ini. Dari konsepnya saja sudah memicu perdebatan bagi segelintir orang. Seperti contoh pelebaran pedestrian dan penambahan lampu ala ala kraton. Banyak orang yang beranggapan bahwa konsep seperti ini meniru-niru malioboro yang ada di Yogyakarta. Sebenarnya permasalahan ini sudah mereda, namun memanas kembali setelah hal yang serupa dibangun di Alun-alun Balai Kota Malang serta Jalan Besar Ijen. Seakan akan Kota Malang meniru-niru ciri khas daerah lain dan mengabaikan ciri khasnya sendiri.

Belum lagi problem lain yang menyelimuti pembangunan proyek ini. Antara lain kabel dan tiang listrik yang berantakan, pemasangan batu alam yang hanya pada titik titik tertentu, sistem drainase yang buruk sehingga rawan banjir ketika terjadi hujan, dan lain sebagainya. Banyaknya polemik dalam pembangunan kawasan Kayutangan membuat warga Malang awalnya pesimis dengan proyek ini.

Namun ketika proyek ini selesai, masyarakat berlomba lomba mengunjungi kawasan ini. Bukan hanya warga Kota Malang, bahkan dari penjuru Kabupaten Malang dan luar kota penasaran akan kawasan yang digadang-gadang mirip dengan Malioboro. Banyak dari mereka yang datang untuk menikmati ragam kuliner di sana atau cuma sekedar berkeliling menikmati vibes perkotaan yang aesthetic. Melupakan segenap satiran dan cibiran yang mereka layangkan ketika kawasan ini sedang dibangun.

Sedikit dampak positif

Tentunya dalam pembangunan kawasan Kayutangan Malang ini bukan hanya menimbulkan dampak negatif, melainkan ada dampak positif yang bisa dirasakan oleh sebagian orang. Antara lain berkembangnya UMKM seperti pedagang kaki lima maupun fotografer dadakan. Kondisi kawasan yang ramai membuat mereka datang untuk turut dalam menggapai pundi pundi rupiah. Tak hanya UMKM, hadirnya Kayutangan memunculkan industri industri kreatif seperti pelukis jalanan, content creator, dan lain sebagainya. Sehingga mustahil rasanya apabila kawasan Kayutangan disebut sebagai proyek yang tidak menguntungkan atau malah merugikan masyarakat.

Tapi, segelintir hal positif tersebut tak mampu menutupi hal-hal aneh yang malah seakan-akan dimunculkan terus di Kayutangan Malang.

Baca halaman selanjutnya

Bukannya berbenah, malah makin bubrah

Kayutangan bukannya berbenah, tapi malah makin bubrah

Kayutangan semakin ke sini semakin menjadi-jadi. Bukannya memperbaiki kekurangan yang ada agar masyarakat melupakan kontroversi, malah memaksakan pembangunan nirfaedah yang bikin masyarakat malah merawat ingatan buruk tentang Kayutangan. Seperti pembangunan sign Kayutangan yang menutup ruas jalan sehingga menimbulkan kemacetan, dan menjamurnya parkir liar di masing masing sisi jalan Kayutangan.

Sebagai gambaran, kondisi Kayutangan Malang saat ini mirip dengan kondisi jalan Malioboro tahun 2010-an yang terkenal akan macet dan semrawut. Apalagi ketika malam minggu tiba, kemacetan dan penumpukan manusia tak terelakkan. Bagi orang yang baru pertama kali berkunjung ke Kayutangan, melihat pemandangan seperti itu mungkin bakal memaklumi. Namun bagi warga Malang asli yang kesehariannya berada di situ mungkin akan berpikir, “Wali Kota kerjanya ngapain sih?”

Begini lho. Sudah tahu Kayutangan bakal menjadi tempat yang ramai namun tidak diantisipasi terlebih dahulu. Efeknya Kayutangan jadi macet dan tidak dapat dinikmati keindahannya.

Dua jenis manusia

Gara-gara hal tersebut, akhirnya muncullah dua golongan manusia. Golongan pertama, adalah golongan orang main ke Kayutangan untuk menikmati hal-hal yang ada. Yang kedua, adalah golongan orang yang berkunjung untuk nyinyirin hal-hal konyol yang muncul di Malioboro KW entah ke berapa tersebut.

Keduanya tidak salah, sebab masing-masing orang punya pilihan untuk membawa persepsi tentang kawasan Kayutangan itu sendiri. Warga boleh mengapresiasi, dan boleh mengkritik, sekalipun itu hanya nyinyir. Toh bagaimanapun juga, nyinyiran nggak muncul dari ruang hampa. Ia manifestasi dari hal-hal buruk yang (seakan-akan) dibiarkan terjadi.

Kayutangan, tak bisa dimungkiri lagi, adalah ikon baru Malang, terlepas dari kontroversi yang ada. Tinggal pintar-pintarnya aja pemerintah Malang menampung semua kritikan agar bisa dipakai untuk evaluasi. Kalau cuma dibiarkan ya, orang-orang nyinyir yang cuman segelintir, lama-lama bisa jadi mayoritas.

Eh, atau udah?

Penulis: Mochamad Riski Wardana
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pembangunan Kayutangan Malang yang Krisis Identitas

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version