“Miss, mari kita jalan-jalan ke laut,” ajak beberapa siswa setelah pembelajaran selesai. Betapa senang hati saya diajak ke laut setelah sekian lama tidak bepergian setelah dua tahun tinggal di kota Melawi.
“Berapa lama kita pergi ke sana?” tanya saya penuh antusias.
“Sebentar saja, hanya lima menit dari sini” jawab salah seorang siswa sambil menunjuk ke arah kanan.
“Baiklah, nanti sore saya tunggu di persimpangan itu, ya.”
Namanya pergi ke laut, tentu yang ada di pikiran saya adalah pantai yang indah, pasir yang terhampar luas, ombak yang berdeburan, dan spot pemotretan yang keren. Makanya saya sangat mempersiapkan diri untuk pergi ke sana.
Tidak lama kemudian para siswa pun datang. Kami lalu berjalan kaki menuju ke laut. Dan apa yang terjadi? “Horeee, kita sudah sampai!” teriak mereka.
“Lha, mana lautnya?” saya bertanya penuh penasaran.
“Ini, Miss!” Mereka menunjuk ke arah sungai. Saya merasa dibohongi, tapi memang nyatanya begitu. Mereka mengantar saya ke sungai. “Iya, Miss, di sini laut itu disebut sungai” jelas salah satu siswa.
Sungai Melawi yang biasa saya lihat, ternyata biasa disebut “laut” oleh orang-orang di Melawi. Dan itu sudah terjadi sejak dulu, sejak zaman nenek moyang.
Dan memang salah satu hiburan masyarakat Kabupaten Melawi adalah berenang dan bermain di sungai karena sungainya sangat lebar dan airnya cenderung tenang. Jika kita bermain ke sungai di sore hari, maka kita bisa melihat banyak orang rekreasi di sana.
Sungai Melawi juga terkenal dengan banyak ikannya. Selain mengunjungi Sungai Melawi untuk bermain, berenang, atau sekadar foto-foto, kita bisa menemukan banyak sekali orang yang memancing ikan. Ada banyak jenis ikan yang diburu oleh para pemancing seperti baung, lele, lais, mujair, gabus, dan sebagainya. Kita bisa memanjakan mata dengan melihat aktivitas para pemancing di sungai. Tetapi, Sungai Melawi tidak hanya jadi tempat memancing saja, banyak orang yang membudidayakan ikan dengan membuat keramba atau tambak di pinggir sungai.
Di Sungai Melawi juga kita dapat melihat sampan-sampan yang sedang mengantar para penumpang. Hal ini lantaran sampan menjadi transportasi air yang sangat diminati oleh masyarakat seberang Sungai Melawi. Di Melawi, sampan disebut “tambang”, sementara kita orang Jawa, jika mendengar kata “tambang” maka yang terlintas di pikiran adalah tali tambang.
Kita bisa melihat sampan-sampan sepanjang pinggir sungai dan yang paling banyak berada di dermaga. Sebagai seorang perantau, ketika saya naik sampan, jujur saja kaki jadi gemetaran dan hati makin deg-degan. Bukan karena saya jatuh cinta, melainkan takut jatuh ke sungai. Dan dalam pikiran saya, di dalam sungai bukan hanya ada air saja, ada buaya juga.
Selain melihat para pemancing dan sampan, di Sungai Melawi kita akan melihat orang-orang sedang mandi. Nah, ini adalah ciri khas di sini. Saat pagi dan sore hari, kita bisa melihat masyarakat pinggir sungai datang ke sungai hanya untuk mandi. Baik laki-laki maupun perempuan, mereka sudah terbiasa mandi di sungai. Dan menurut orang Melawi, jika kita sudah mengusap wajah kita dengan air di Melawi, maka kita akan betah tinggal di Melawi meski kita bukan orang Melawi.
Setelah lama mengamati kegiatan orang Melawi di sungai, menurut saya tidak terlalu berlebihan dan masuk akal juga sih jika mereka menyebut sungai dengan kata “laut”. Karena aktivitas yang mereka lakukan tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang berada di di pinggir laut sungguhan.
Jika masih belum percaya, ayo datang ke Melawi sambil mencicipi kuliner baung asam pedas yang nikmat. Dijamin ketagihan, deh~
BACA JUGA Selain ‘Oalah’, Ternyata Kata-kata Ini Sudah Masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia.