Yuk, senandungkan bersama soundtrack kartun tahun 90-an berikut ini~
Jadi dewasa dan tua itu nggak enak, apalagi pasca-pandemi ini. Lantaran di mana-mana muncul berita yang nggak ada asyik-asyiknya blas. Tanda-tanda resesi semakin jelas dan masa depan semakin kabur. Untungnya, manusia dilengkapi cara-cara bertahan dalam kondisi sesak. Salah satu caranya adalah dengan menghidupkan nostalgia.
Memikirkan hal-hal menyenangkan dari masa silam bisa memulihkan energi, lho. Ada beragam cara mengulik memori indah, salah satunya dengan menstimulus pancaindra, misalnya dengan cara makan makanan jadul, bersenandung lagu lama, atau membaca komik lawas.
Buat generasi 90-an, komik dan kartun—iya, dulu kami nggak ngerti anime, tahunya cuma diksi kartun—dulu menjadi pembebas imaji yang menyenangkan. Nah, nggak ada salahnya sesekali me-recall memori itu di hari-hari yang menyesakkan seperti sekarang ini. Coba deh senandungkan delapan soundtrack kartun lawas berikut ini:
#1 Sailor Moon
Maaf ku tak pernah berterus terang
Bukan ku tak mempercayaimu
Namun sebelum ku berganti rupa
Ingin aku menemuimu
Lagu aslinya berjudul “Moonlight Densetsu”. Mendengar intro soundtrack kartun satu ini saja dijamin bakal bikin anak-anak era 90-an menghambur ke depan TV dan duduk anteng menyaksikan aksi Sailor Moon, dkk.
Sailor Moon dirilis di Jepang tahun 1982. Versi animenya diadaptasi dari komik karya Naoko Takeuchi. Sailor Moon sempat tayang di Indonesia pada 1995 dan 2013. Ia adalah cinta pertama banyak anak laki-laki di era 90-an. Serial ini nggak cuma berhasil membuat Sailor Moon menjadi sosok legendaris, banyak tokoh lain yang hingga kini masih digemari oleh para penonton seperti Mamoru Chiba si Tuxedo Bertopeng, Sailor Jupiter, bahkan Luna dan Artemis.
#2 Doraemon
Aku ingin begini, Aku ingin begitu
Ingin ini, ingin itu, banyak sekali
Semua, semua, semua dapat dikabulkan
dapat dikabulkan dengan kantong ajaib
Soundtrack kartun Doraemon yang versi Indonesia tersebut dibuat oleh Jovy. Versi originalnya berjudul “Doraemon no Uta” dibawakan oleh Komiko Osugi. Kalau dipikir-pikir, kisah apes Nobita dalam Doraemon seperti nubuatan buat generasi 90-an. Sialnya sih mirip Nobita, tapi Doraemonnya juga nggak ada di dunia nyata. Ya, nasib sih jadi manusia, bukan karakter anime.
#3 Dash! Yonkuro – Tamiya
Aku berlari lari mengejar mobilku
Mengikuti kata hatiku
Mobilku juara satu
Dash! Yonkuro yang pernah tayang di TVRI, diadaptasi dari manga karya Zaurus Tokuda. Tamiya Corporation menjadi sponsor dari komik dan anime tersebut. Kisah tentang Yonkuro dan teman-temannya ini dulu tayang di awal 90-an. Penontonnya kini sebagian mungkin sudah jadi bapak-bapak pengoleksi Tamiya. Mereka pasti suka mengajak anaknya buat ngerakit mobil mainan daripada beli mobil-mobilan mainstream yang musiknya berisik nguwing-nguwing nggak jelas.
#4 Dragon Ball
Orang pun datang, dan akan kembali
Kehidupan kan jadi satu
Di kehidupan yang kedua,
akan menjadi lebih indah
Siapakah yang dapat melaksanakan
Sekarang berusaha mewujudkannya
Harus diakui bahwa Dragon Ball bagaikan kitab suci buat banyak penikmat manga. Karya Akira Toriyama begitu melegenda, nggak hanya buat generasi 90-an. Kisah tentang Goku dalam mengumpulkan tujuh bola naga adalah hal yang nggak membosankan untuk dibaca dan ditonton berulang kali. Serial ini pernah menjadi sahabat setiap Minggu bagi anak-anak 90-an.
Ternyata jika dicermati lirik soundtrack kartun ini mengandung bisikan harapan soal akan adanya kehidupan yang lebih indah. Asalkan kamu mau pantang menyerah seperti Goku. Semangat, ya, buat kalian yang ngerasa lagi susah nyari duit.
#5 Ninja Hattori
Ninja Gozaru, pembela kebenaran dan keadilan!
Mendaki gunung lewati lembah
Sungai mengalir indah ke samudra
Bersama teman bertualang
Anak 90-an disuguhi banyak cerita tentang persahabatan di masa kecil. Selain persahabatan antara Doraemon dan Nobita, kisah antara Ninja Hattori dengan Kenichi juga sangat populer. Kisah persahabatan dan petualangan anak biasa dengan sosok super, menjadi imaji yang heart warming khas Fujiko Fujio. Setidaknya, di era 90-an, konsep berteman masih sederhana. Dulu, nggak perlu flexing dan bakar uang hanya buat nyari teman, eh, komoditas konten ala Baim Wong.
#6 Crayon Shinchan
Seluruh kota merupakan tempat bermain yang asyik,
Oh, senangnya aku senang sekali
Kalau begini aku pun jadi sibuk, berusaha mengejar-ngejar dia
Shinchan dan kehidupannya yang santai adalah hal yang mudah sekali dinikmati. Jika mesin waktu sungguh ada, saya mau banget kembali ke era bebas nonton Shinchan. Masa di mana nonton TV terasa menyenangkan tanpa distraksi berupa lintasan teks breaking news soal karut-marut dunia orang dewasa.
#7 P-Man
P-man, P-man, P-man
Ku panggil dia P-man
Suaranya riang
Datanglah oh, P-man
Datanglah ke rumahku
Saya masih ingat betul, soundtrack kartun ini dibawakan dengan suara lembut yang nggemesin. Pahlawan super tapi lucu, ya cuma ini. Fujiko Fujio memang nggak pernah gagal menciptakan dunia imaji yang menyenangkan buat siapa pun. Walau duet Fujiko Fujio sudah tiada, karyanya tetap abadi.
#8 Kobo Chan
Hari ini entah siapa yang akan bahagia
Nipong nipong cha cha cha cha cha
Kobo duduk di atas batu
Nipong nipong cha cha cha cha cha
Tralalala galileo
Ah, pasti angkatan tua langsung nyanyi kalau dengar lirik soundtrack kartun satu ini. Rambut Kobo Chan dengan potongan batok menjadi hal yang terekam jelas di ingatan dan jadi bahan ledekan buat teman yang rambutnya dipotong mirip batok kelapa. Kisah-kisah kocak dan ketakutan Kobo Chan pada dokter gigi pun nular ke anak-anak 90-an. Di era saya muda dulu, banyak yang lebih memilih sakit gigi berlama-lama daripada cepat-cepat pergi ke dokter gigi, bahkan kami berprinsip, “Lebih baik sakit gigi daripada…“
Gimana? Tambah pengin kembali ke masa silam nggak? Kalau saya sih nggak. Sebab, nostalgia cukup di pikiran. Hidup ini harus terus dijalani, cicilan harus tetap dibayar, dan rasa patah hati harus dikubur dalam-dalam. Namanya juga orang dewasa, harus bisa pura-pura kuat demi orang-orang tercinta.
Penulis: Butet RSM
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jika Anda Mendengar OST Kartun 90-an dan Merinding: Selamat Anda Sudah Tua.