Terlepas dari seringnya saya yang hanya ikut-ikutan membully Ria Ricis dengan dua kalimat saktinya: saya pamit dan saya kembali, saya bisa sedikit memahami pergulatan batin yang sedang dia alami. Jadi, saya memahami meskipun jujur saja, saya pun belum menonton video-video yang membuat gempar dunia pergosipan itu. Saya hanya melihatnya selintas melalui Twitter dan lebih tertarik membaca komentar serta analisa para netizen yang menggelitik kalbu. Saya lebih memilih menonton video parodi, yang saya yakin dibuat semirip mungkin dan dari situ saya sudah bisa menebak alur cerita video-video Ria Ricis yang kurang lebih isinya adalah mencurahkan isi hati.
Hari ini, saya menemukan berita yang isinya niatan Ria Ricis untuk bunuh diri. Saya baca isi beritanya, dan cukup juga mewakili video-video yang lagi-lagi diunggah untuk klarifikasi dan mencurahkan isi hati. Sehingga malam ini, saya tergerak untuk menuliskan ‘pemahaman’ saya mengenai situasi yang sedang Ria Ricis alami.
Saya bukan hendak membenarkan tindakan bunuh diri, karena dalam kepercayaan yang saya anut, bunuh diri adalah hal yang sangat dilarang. Karena ternyata memang demikian adanya.
Ria Ricis hanyalah seorang gadis yang masih belia yang rupawan bak artis Korea, kreatifitasnya seolah tiada batas, dan dia memiliki kegigihan seorang pejuang. Harta sudah bukan lagi segalanya, karena dia sudah sanggup membeli apa yang sebagian orang baru sanggup membeli di usia yang sudah lanjut, atau mesti korupsi dulu. Semua yang Ria Ricis peroleh pada akhirnya akan kalah dan tiada artinya jika dihadapkan dengan satu hal yaitu kesepian.
Boleh jadi dia memang memendam rasa pada rekan seprofesi yang sejak lama dia kenal, sejak mereka masih berjuang meniti karir dari bawah, hingga sekarang sudah melejit ke angkasa. Boleh jadi dia memang menunggu-nunggu datangnya seorang yang cukup ‘berani’ untuk memadu kasih, menjalani sisa hidup dengan menyempurnakan separuh agama. Namun seseorang itu tidak kunjung datang karena Ria Ricis sendiri nyaris tidak punya waktu untuk meladeni mereka yang datang hanya paruh waktu. Sehingga, kesepian menjadi temannya mengarungi malam demi malam.
Bahwa kesepian adalah sesuatu yang memang sudah semestinya setiap orang alami. Kesepian adalah cara kita untuk menemukan diri sendiri. Boleh jadi Ria Ricis memang kesepian, karena menginginkan untuk hidup bersama dengan seseorang yang sudah sejak lama ia damba, sudah sering kerja bareng, tapi tidak kunjung ada kemajuan dalam hubungan mereka selain sebagai rekan kerja dan teman dekat—ini sedang saya alami juga. Situasi demikian memang membuat hati lelah. Lelah melihat dia yang kita damba berjalan dengan orang lain, bercanda-canda dengan orang lain, lelah merindukannya dari jauh, lelah mendapati pesan-pesannya yang selalu datang silih berganti dan semuanya tentang pekerjaan saja—bukan curhat.
Perpaduan antara kesepian dan jatuh hati diam-diam seringkali adalah duet maut yang nyata. Benar-benar menyiksa, membuat hidup terasa hambar. Bukankah hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga. Oh, begitulah kata para pujangga~
Saya ingin berbagi sedikit pengalaman pribadi saya—ketika saya bertemu seorang perempuan yang juga kesepian. Dua tahun lalu, saya pindah di sebuah rumah kontrakan. Rencananya saya akan tinggal di kontrakan itu hanya enam bulan. Teman serumah saya, sebut saja namanya Suparti, adalah seorang perempuan single, mandiri, gigih, dan cerdas luar biasa. Dia sudah menempuh pendidikan di luar negeri dengan beasiswa berprestasi dari kampus S1 kami, dan sudah berkeliling ke negara-negara Eropa dan Amerika untuk mempresentasikan hasil-hasil penelitiannya.
Saat itu usia saya seusia Ria Ricis dan usia Suparti dua tahun lebih tua dari saya. Saat saya pindah, dia benar-benar single tanpa ada seorang pun gebetan yang lagi deket, atau crush lucu-lucuan yang menghiasi kolom komentar Instagramnya. Memasuki bulan ke-tiga saya di rumah itu, tiba-tiba datang seseorang yang mengutarakan niat untuk berkenalan dengannya. Tiga bulan setelahnya proses lamaran terjadi, dan empat bulan kemudian, mereka menikah. Sekarang sudah dikaruniai satu orang anak laki-laki yang sehat, dan semua mimpi Suparti sudah menjadi nyata—punya suami yang mau turut mengurusi rumah tangga, mau ikut mengurus anak, punya rumah sendiri dan tidak ngontrak lagi, dan seterusnya.
Jadi, enam bulan saya tinggal di sana ternyata adalah untuk menemani hari-hari terakhirnya melajang. Belakangan baru saya tahu pengakuan Suparti, bahwa saat saya memutuskan untuk bergabung dengannya di rumah kontrakan itu, dia sedang dalam kondisi yang sangat kesepian. Dia sendiri tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika saya tidak datang dan ikut menemaninya. Ketika dia tahu saya hanya berniat untuk tinggal selama enam bulan pun, ada sedikit resah yang hinggap di dadanya, tidak tahu apa yang akan dia lakukan kelak jika kembali sendiri lagi di rumah kontrakan itu. Tapi ternyata rencana Tuhan lebih indah.
Ketika sedang melalui fase kesepian itulah, kita dipertemukan oleh Tuhan dengan beragam cerita yang arahnya untuk menemukan diri kita sendiri. Menemukan diri sendiri, mengenali diri sendiri, adalah bagian dari mind control. Kelak jika kita menjadi seorang ibu, kita hanya akan bisa melahirkan anak yang kuat jika kita—ibunya—memiliki kelembutan hati dan kontrol pikiran yang kuat.
Jika kamu adalah perempuan yang sedang kesepian, maka bersyukurlah. Karena lebih baik kesepian, daripada terjebak dalam hubungan tanpa cinta. Sekali waktu kita memang perlu kehilangan seluruhnya, seolah langit pun runtuh, dan hancur sejadi-jadinya. Agar bisa membangun kembali potongan diri kita, sepotong demi sepotong, menjadi pribadi yang baru dan utuh kembali. Tidak tersentuh masa lalu, dan siap bahagia. (*)