Jujur saya sudah muak dengan tugas artikel ilmiah di kuliah. Muak, banget.
Sekarang saya sudah semester lima dan dari semester dua udah dikasih banyak tugas bikin artikel ilmiah. Jurusan yang saya ambil adalah Ilmu Politik di salah satu kampus negeri Jakarta.
Tugas itu dikerjakan secara berkelompok. Tapi, per semester saya bisa mendapatkan 3-5 tugas artikel ilmiah. Dosen pun beda-beda dalam menetapkan target tugas tersebut. Ada yang cukup submit di jurnal bersertifikasi SINTA. Ada juga yang harus sampai publish
Bukannya malas, tapi buat saya membuat artikel ilmiah proper sebanyak itu dengan waktu satu semester nggak make sense. Hal ini udah salah dari segi waktu, tenaga, juga uang.
Saya dan mahasiswa lain cuman bisa misuh-misuh aja dengan tugas ini. Kalau saya mengkritik atau ngelawan dosen, yang ada nilai saya terancam. Kalau sampai nambah semester karena nggak lulus mata kuliah, kasihan orang tua saya yang membiayai.
Di sini saya akan menjabarkan berbagai alasan kenapa tugas artikel akademik yang seabrek-abrek itu problematik di kampus saya.
Tugas artikel ilmiah makan banyak waktu dan mengurangi waktu eksplorasi mahasiswa
Menulis artikel ilmiah itu panjang prosesnya dan makan banyak waktu. Apalagi jurusan saya yang ilmu politik cenderung kualitatif penelitiannya. Yang mana kalau mau ngambil data sering kali harus dengan metode wawancara. Dan masalah wawancara itu rata-rata sama: ghosting. Saya sering banget saya di-ghosting calon narasumber sehingga proses pengambilan data jadi lama.
Abis itu saya masih harus mengolah data dan mulai nulis yang prosesnya juga nggak lama. Belum lagi ada jenis tugas lain. Fokus saya jadi terbelah-belah dalam mengerjakan satu artikel ilmiah. Apalagi, harus ngerjain artikel yang jumlahnya lebih dari satu di satu semester.
Belum lagi saya harus mengerjakan revisi yang diberikan reviewer setelah submit ke jurnal. Beberapa jurnal pun banyak yang slow response dalam memberikan revisi atau memberi kepastian penolakan atas naskah saya. Kalau ditolak ya saya harus cari rumah jurnal lain yang scope-nya sesuai.
Kasihan mahasiswa yang ingin punya waktu buat berorganisasi dan meng-explore hal-hal baru. Waktunya habis dipakai untuk menulis artikel yang belum tentu ada yang baca.
Dosen cuman membantu sekenanya, tapi minta namanya ikut dicantumkan sebagai kontributor
Suatu saat teman-teman saya ada yang kena marah di kelas. Ia terlanjur mengirim artikel ilmiahnya ke jurnal tanpa menuliskan nama dosen. Habislah mereka. Dosen tersebut menjelaskan bahwa namanya pantas dicantumkan karena ia yang memberikan materi di mata kuliah tersebut.
Loh, kok aneh cara pikirnya? Kalo begitu caranya saya harus cantumkan nama guru Kumon dong setiap nulis hal tentang matematika. Karena mereka yang mengajari saya matematika pas kecil.Â
Mahasiswa udah mahal-mahal bayar UKT buat dapet materi untuk memperluas wawasan. Kok masih diminta lebih?
Sebetulnya dosen yang marah itu juga melakukan review terhadap artikel ilmiah mahasiswa-mahasiswanya. Cuman, ya sekenanya aja. Nggak ada komentar yang substantif terhadap tulisan yang saya dan teman-teman saya buat.
Ada juga cerita dari kakak tingkat saya dengan dosen yang berbeda. Tugas jurnalnya berhasil publish, tetapi ia tidak mencantumkan nama dosennya, sehingga nilainya di mata kuliah tersebut diberi C.
Ngejar publish sebelum semester berakhir, ya terpaksa pake duit
Di kampus saya ada beberapa dosen yang mewajibkan tugas artikel ilmiah ini hanya sampai submit. Tapi, ada juga yang sampai publish. Kalau ada yang begitu, rata-rata dosen di jurusan saya meminta publish di rumah jurnal tersertifikasi SINTA 4-6.
Yang ngeselin adalah saya harus mengejar waktu agar jurnal tersebut bisa publish sebelum akhir semester. Di sini saya harus cari-cari rumah jurnal yang memiliki jadwal publikasi yang pas dengan berakhirnya semester yang saya jalani.Â
Kalau udah ketemu dan dikirim, artikel masih memerlukan waktu lama untuk di-review atau mendapat kepastian ditolak. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa lari ke rumah jurnal predator. Mereka harus bayar agar bisa segera publish dan bisa dapat nilai A.
Yang saya tahu untuk rumah jurnal predator yang bersertifikasi SINTA 4-6 kisaran harganya Rp400.000,00-Rp600.000,00.Â
Dari pengalaman saya sendiri sangat keberatan bila harus memilih publikasi di jurnal seperti itu. Uang jajan saya seminggu cuman Rp300.000,00 dan itu bisa dibilang pas-pasan untuk saya yang tinggal di Jakarta Selatan. Sulit sekali untuk menyisakan uang Rp50.000,00-Rp100.000,00 buat tabungan.Â
Sudah sulit menabung, uangnya dipakai untuk publikasi jurnal. Untungnya sih tugas tersebut ditugaskan kepada mahasiswa secara kelompok. Jadi masih bisa patungan.Â
Semuanya jadi serba salah
Salah satu dosen saya pernah bilang kalau tugas artikel ilmiah ini dibuat agar nanti sudah terbiasa menulis ketika skripsian. Gini lho, gimana caranya mereka belajar nulis naskah akademik kalau nggak dibimbing dengan baik? Saya ini baru S1 lho.
Ada juga dosen yang bilang kalau tugas-tugas artikel ilmiah itu buat portofolio saya. Buat apa juga kalau kualitas dari tulisannya jelek karena ngerjainnya kepepet waktu?
Buat apa juga dosen minta namanya dicantumkan sebagai kontributor kalo hasil yang dikerjain mahasiswanya jelek dan publish di jurnal predator? Yang ada itu akan menjelekkan reputasi dosen itu sendiri.
Ngasih tugas artikel ilmiah nggak apa-apa, tapi…
Oke aja kok kalian para dosen mau ngasih tugas artikel ilmiah. Tapi, ya tolong kembali ke tujuan awal. Kalo emang mau membiasakan mahasiswa sudah terbiasa menulis saat skripsi ya caranya juga harus menyesuaikan.
Cukup satu aja tugas artikel ilmiah per semester. Bimbing baik-baik mahasiswa dalam menentukan masalah dan teori. Awasi secara ketat metode penelitian yang dijalankan.Â
Jangan juga patokin nilai dengan publish atau tidaknya sebuah artikel. Nggak semua mahasiswa punya uang buat bayar fee agar bisa cepat publish. Nilailah dari kualitas tulisan itu sendiri. Pentingkan kualitas daripada kuantitas.
Penulis: Mohammad Rafatta Umar
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pengalaman Publikasi Artikel di Jurnal Ilmiah: Ternyata Ada Sisi Gelapnya!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















