Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Nelangsa Jadi Warga Perbatasan: Dianggap Demak, Nyatanya Lebih Akrab dengan Jepara

Nur Aini Niamah oleh Nur Aini Niamah
5 Mei 2025
A A
Nelangsa Warga Perbatasan: Dianggap Demak, Nyatanya Lebih Akrab dengan Jepara

Nelangsa Warga Perbatasan: Dianggap Demak, Nyatanya Lebih Akrab dengan Jepara (Wikimedia Commons)

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau ditanya saya ini orang mana, jawabannya rumit. Di KTP saya tertulis warga Demak. Tetapi buat saya yang hidup di perbatasan Demak dan Jepara, dilema jawabnya. Masalahnya, nyaris semua aktivitas saya sehari-hari, mulai dari belanja, main, sampai cari hiburan, semua saya lakukan di Jepara.

Saya tinggal di perbatasan yang kalau dihitung jarak, ke pusat kota Jepara cuma 15 menit. Sementara kalau saya mau ke pusat kota Demak, jarak tempuhnya bisa sampai satu jam.

Realitas hidup sehari-hari sebagai warga perbatasan Demak-Jepara

Dari kecil saya sudah terbiasa hidup di Jepara meski tercatat sebagai warga Demak. Sekolah hingga teman-teman saya dari Jepara. Kalau mau beli seragam, orang tua saya juga mengajak saya ke pasar yang ada di sana. Kalau mau cari baju Lebaran, ya juga ke sana. Maka jangan salahkan kalau memori masa kecil saya lebih akrab dengan Jepara alih-alih Demak.

Tinggal di perbatasan membuat saya merasa asing dengan kabupaten saya sendiri. Dalam satu tahun, jumlah kunjungan saya ke pusat kota Demak bisa dihitung jari. Makanya kadang saya bingung sendiri dengan jalan-jalan yang ada di kabupaten saya ini. Kalau mau bepergian, saya sampai memanfaatkan bantuan Google Maps biar nggak nyasar saking nggak familiernya.

Dilema saat merantau, bingung menjawab daerah asal

Saya pribadi nggak ada masalah dengan status sebagai warga Demak. Tetapi masalah mulai muncul ketika saya kuliah dan kerja merantau. Tiap kali berkenalan dengan orang baru, pertanyaan mengenai asal membuat saya ragu.

Soalnya begini, tiap kali saya menjawab bahwa saya berasal dari Demak, respons selanjutnya yang saya terima membuat saya kelabakan. Kebanyakan akan berkata, “Oh, Demak! Kota Wali, ya. Kamu sering ke Masjid Agung Demak, dong?” Atau dilanjut dengan pertanyaan, “Demaknya mana?”, “Tahu Karangtengah nggak?”, dan pertanyaan lain seputar Demak.

Kalau sudah begitu, saya cuma bisa senyum meringis. Saya ke Masjid Agung Demak saja jarang banget. Boro-boro setahun sekali. Terus, kalau ditanya lokasi daerah tertentu di Demak, saya cuma bisa ngang-ngong karena ya nggak paham juga daerah yang dimaksud. Saya bahkan lebih hafal jalanan di Jepara daripada jalan protokol Demak!

Mengaku Jepara meski dihantui rasa bersalah pada Demak

Tak jarang pula saya mengaku warga Jepara saking malasnya menjelaskan perbatasan dan takut ditanya macam-macam. Padahal ya saya bukan berasal dari sana.

Baca Juga:

Nasib Jadi Penjual Mebel Jepara: Harga Semakin Jatuh, Tukang yang Amanah Makin Langka, Pembeli Mulai Hilang Kepercayaan

Nestapa Buruh Gaji UMK Jepara: Gaji Habis buat Bayar Cicilan, Dipenuhi Rasa Bersalah

Pernah satu kali, lawan bicara saya ternyata orang Jepara. Dia kemudian bertanya lebih lanjut, “Oh ya? Sebelah mana Jeparanya?” Waktu itu saya langsung panik. Mau menjawab perbatasan, tapi takut dituduh bohong. Kalau mau jujur, nanti dikira munafik. Akhirnya saya menjawab dengan jawaban diplomatis, “Ah, pokoknya daerah pinggiran, Mas. Pinggiran Jepara yang hampir Demak.” Beliau cuma mengangguk, entah paham atau nggak.

Identitas saya jadi mengambang. Di mata orang Demak, saya ini warga perbatasan yang lebih akrab sama Jepara. Sementara di mata orang Jepara, saya ini tamu yang selalu numpang lewat, tapi nggak diakui sepenuhnya.

Nasib jadi warga perbatasan

Saya yakin, saya bukan satu-satunya yang mengalami dilema identitas semacam ini. Banyak orang yang tinggal di daerah perbatasan pasti pernah merasakan hal serupa. Secara administratif masuk wilayah A, tapi secara kebiasaan, budaya, dan urusan hidup malah lebih nyambung dengan wilayah B.

Celakanya, kadang pemerintah juga memperlakukan warga perbatasan ini seperti anak tiri. Karena letaknya di ujung, kadang dianggap bukan “wilayah utama” oleh pemda tempat dia terdaftar. Tapi di sisi lain, karena belum resmi milik daerah tetangga, ya nggak dapat perhatian juga dari sebelah.

Alhasil, infrastruktur sering mangkrak, jalan bolong-bolong, layanan publik terbatas, dan sekolah jauh di mata. Seperti yang terjadi pada wilayah Jepara pinggiran yang dekat dengan Demak seperti Karangrandu dan Gerdu. Jalan yang sering saya lewati di sana nggak rata dan berlubang. Wilayah Gerdu dan Dusun Doropayung terutama, yang dekat Bongpes sangat terpinggirkan dan tidak terurus.

Kalau warga pusat kota sudah menikmati taman kota baru dan jalanan aspal mulus, warga perbatasan masih berjuang melintasi jalan rusak sembari berharap shockbreaker motor nggak jebol. Di titik ini, menjadi warga perbatasan seolah hidup di zona abu-abu.

Sebagai warga perbatasan, saya cuma berharap supaya pemerintah daerah bisa memperhatikan warga seperti saya ini. Kami kan tetap bayar pajak, tetap memilih di TPS saat pemilu, dan tetap punya hak untuk diperhatikan. Jangan sampai cuma karena letak rumah kami di pinggiran, kami dianggap nggak penting dalam peta pembangunan.

Penulis: Nur Aini Niamah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sebagai Warga Demak, Saya Paling Iri Melihat Kehebatan Kabupaten Jepara.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 Mei 2025 oleh

Tags: demakjepara
Nur Aini Niamah

Nur Aini Niamah

Orang biasa yang sharing pemikiran kehidupan lewat tulisan.

ArtikelTerkait

4 Hal Tak Biasa yang Ada dalam Pernikahan di Demak

4 Hal Tak Biasa yang Ada dalam Pernikahan di Demak

9 Mei 2023
Kabupaten Pati dan “3 Dosa” yang Membuat Saya Malas Pulang (Unsplash)

Rindu Pulang ke Kabupaten Pati, tapi Jalan Rusak, Banjir Rob, dan Pengendara Ugal-ugalan Bikin Malas Mudik

16 September 2023
5 Julukan yang Cocok Disematkan untuk Demak, Mulai dari Kota Kincir Angin hingga Jalan Seribu Lubang

5 Julukan yang Cocok Disematkan untuk Demak, Mulai dari Kota Kincir Angin hingga Jalan Seribu Lubang

8 Mei 2024
Kemampuan Mahasiswa Demak yang KKN di Kaliangkrik Magelang

Kemampuan yang Harus Dimiliki Mahasiswa Asal Demak Saat KKN di Kaliangkrik Magelang

6 Juli 2023
Taman Kali Tuntang Demak, Kali Bersejarah yang Jadi Taman Penuh Sampah

Taman Kali Tuntang Demak, Kali Bersejarah yang Jadi Taman Penuh Sampah

28 Juli 2024
5 Tips KKN di Demak dari Pemuda Setempat (Unsplash)

Sisi Lain Demak, Kota yang Telanjur Lekat dengan Masjid dan Makam

11 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Saya Setuju Jika Tidak Boleh Menolak Pembayaran Uang Tunai, tapi Pembeli juga Harus Memperhatikan Hal Ini!

Saya Setuju Jika Tidak Boleh Menolak Pembayaran Uang Tunai, tapi Pembeli juga Harus Memperhatikan Hal Ini!

28 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.