Tolong jangan anak tirikan Balaraja dari sirkel per-Tangerang-an duniawi, apalagi disamakan dengan Kota Saranjana, ya. Please, Balaraja bukan mitos!
Kecamatan ini juga termasuk wilayah yang cukup ramai di Provinsi Banten. Beberapa yang menjadi ciri khas adalah banyaknya pabrik, truk tronton, dan terminal bayangan. Nggak heran kalau wilayah ini juga sebenarnya terkenal di kalangan sopir bus AKAP.
Daftar Isi
Minim penerangan, jalan rusak, banyak truk parkir di pinggir jalan
Bagi kamu yang akan mudik ke Sumatra dengan menyeberang lewat Pelabuhan Bakauheni juga pastinya akan melewati daerah ini. Cara tahunya gimana? Mudah banget, kok. Apalagi kalau melakukan perjalanan malam hari di jalan raya non-tol.
Kalau kamu datang dari arah Jakarta kemudian sampai di suatu daerah yang minim penerangan, jalan rusak, dan banyak truk parkir di pinggir jalan. Selamat! Kamu sudah menginjakkan kaki di peradaban kami.
Untuk bisa beranjak dari Balaraja, satu-satunya yang perlu kamu pikirkan hanya bagaimana caranya untuk selamat dari lubang jalan sebesar baskom dengan penerangan yang terbatas.
Itu kalau malam, ya, lalu bagaimana dengan kondisi di siang hari? Sama saja, Gaes, bedanya cuma ada matahari. Kalau kamu sudah terbiasa dengan panasnya Jakarta atau Bekasi, peluang kamu bertahan di Balaraja harusnya sih tinggi, ya.
Sebagai wilayah industri, Balaraja juga menyimpan daya tarik tersendiri. Soal pendapatan harusnya sudah nggak perlu diragukan lagi, ya. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan padatnya beberapa titik di Balaraja oleh para pekerja pada jam berangkat dan pulang kerja. Jangan khawatir, jam-jam tersebut juga nggak bikin jalanan jadi semrawut banget. Pasalnya, motor dan mobil di sini saja sampai rela buat antre di jalanan, kok. Ehe.
Berkat MRT, kelak tak perlu ada drama macet-macetan lagi
Walaupun dikenal sebagai wilayah industri, nggak semua warga Balaraja mencari nafkah di sini. Ada juga yang rela jauh-jauh pergi ke daerah lain untuk bekerja dan mencari peruntungan.
Hal ini tentu saja menjadi PR baru bagi pemerintah untuk menyediakan transportasi umum yang dapat menjangkau daerah lain dengan cepat dan nyaman. Makanya ide soal pembangunan MRT Jakarta Fase 3 ini tentunya menjadi kabar baik, setidaknya bagi saya pribadi.
Nggak perlu ada lagi drama-drama macet-macetan dan ribut sama orang gara-gara senggolan saat mau berangkat kerja. Pun kalau hujan, jaket polos kami nggak akan berubah jadi motif polkadot karena cipratan air yang bercampur debu jalanan.
Sebenarnya Balaraja juga bukannya nggak punya transportasi umum, sih. Angkot? Ada. Ojek? Tinggal nepokin tangan. Bus kota? Tinggal berdiri depan pintu tol. Semua ada, tapi kan sekadar ada, nggak cukup bikin nyaman.
Maka dengan wacana MRT Fase 3 Cikarang-Balaraja, kami, para pekerja komuter, akhirnya bisa bermimpi merasakan duduk menyilangkan kaki sambil dadah-dadah pada kemacetan di jalanan. Perjalanan menuju Jakarta atau Bekasi pun bisa kami nikmati dalam sekali kedipan. Apalagi Balaraja menjadi stasiun awal yang pastinya peluang mendapatkan tempat duduk lebih besar. Apa itu? Naik kereta kok berdiri?
Ada harapan bagi warga Balaraja
Layaknya MRT di Jakarta, gaya hidup warga Balaraja juga akan mengadaptasi gayanya pekerja SCBD. Standar keren pemuda Balaraja juga bukan lagi dilihat dari KLX atau Aerox modif lagi, tapi style OOTD dengan baju dan celana oversized.
Walaupun bisa juga, sih, yang terjadi malah sebaliknya. Di mana kesan transportasi eksklusif yang dimiliki MRT di Jakarta selama ini kemudian berubah menjadi transportasi rakyat layaknya bus Murni Jaya setelah diokupansi oleh warga Balaraja. Tapi, sebagai warga yang berbangga hati, tentunya saya nggak boleh suuzan, dong?
Sayangnya, fafifu wasweswos di atas masih jauh dari kenyataan. Jauh sebelum mendapatkan kenyamanan itu, kami masih harus melewati jalan berlubang dengan penerangan yang minim tiap harinya, balapan dengan truk tronton, dan menikmati kepulan asap di muka saat bermacet-macet ria.
Akan tetapi saya percaya di balik cobaan yang besar dan merepotkan tiap harinya, ada harapan yang menjanjikan perubahan besar untuk warga Balaraja. Meskipun namanya cobaan, mbok ya jangan suruh kami terus-terusan nyobain, toh.
Penulis: Muhamad Yoga Prastyo
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Rute dan Harga Tiket MRT Jakarta Terbaru, Cek Sebelum Berangkat!