Mata kuliah MPKT layak diberi penghargaan sebagai mata kuliah paling nggak jelas yang membuat banyak mahasiswa UI mengelus dada.
Libur semester kemarin, ketika saya baru beranjak dari semester 1 ke semester 2 di FISIP UI, saya sempat kegirangan karena para senior berkata bahwa semester 2 gabut banget. Alias, nggak ada kesibukan yang benar-benar bikin pusing. Mata kuliah di semester 2 belum susah-susah amat. Organisasi juga seharusnya belum terlalu sibuk karena baru jalan paruh pertama.
Akan tetapi saya salah besar. Justru di semester 2 ini saya dipertemukan dengan salah satu momok terparah umat mahasiswa UI, yaitu MPKT (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi).
Sebelumnya, beberapa senior telah memberi “peringatan” pada saya bahwa MPKT adalah mata kuliah nggak jelas di UI. Kata mereka, MPKT itu nggak penting, tetapi karena bobotnya 6 SKS, sebaiknya jangan terlalu disepelekan. Bahkan, ada senior yang bilang kepada saya bahwa mengikuti mata kuliah ini benar-benar hanya dapat hikmahnya.
Namun, “peringatan” para senior sama sekali nggak mampu membuat saya siap dengan “keanehan” MPKT. Sebagai mahasiswa UI, saya punya dendam pribadi sama mata kuliah yang satu ini. Teman-teman saya—bahkan yang berkuliah di fakultas lain—juga sependapat. MPKT adalah mata kuliah paling nggak jelas, fafifu, ngawang, dan ngalor ngidul di UI.
Daftar Isi
Bingung apa yang dipelajari
Sejujurnya, saya sendiri nggak tahu apa yang dipelajari dalam mata kuliah satu ini. Materi MPKT di UI adalah campuran dari pelajaran PPKn, budi pekerti, filsafat, dan kewirausahaan. Bahkan, ada juga subbab yang melencengnya lebih parah lagi, seperti subbab tentang keanekaragaman hayati. Ini hubungannya apa, coba?
Sejak saya duduk di bangku SMA, mata pelajaran PPKn adalah salah satu pelajaran yang paling nggak saya sukai. PPKn terlalu sering membahas nilai-nilai yang “sesuai dengan Pancasila” dengan pendekatan yang terlalu textbook.
Siswa diwajibkan menghapalkan nilai-nilai karakter sesuai yang tertulis di buku. Padahal seharusnya hal begituan kan langsung diterapkan saja. Pengajarannya seharusnya lebih praktis, bukan teoretis. Singkatnya, PPKn adalah pelajaran yang sangat normatif.
Nah, mata kuliah MPKT di UI ini sebelas dua belas sama PPKn. MPKT seolah-olah PPKn Jilid 2 yang saya dapatkan di bangku kuliah. Materinya hampir sama. Malahan, bakal ada kuis berbentuk pilihan ganda yang menguji “pemahaman” mahasiswa terhadap isi modul. Mahasiswa disuruh menghafal satu per satu nilai-nilai abstrak yang tertulis di modul MPKT.
Katanya mahasiswa harus berpikir kritis. Tapi, kok dikotak-kotakkan begini?
Modul mata kuliah MPKT nggak jelas
Modul MPKT juga nggak jelas. Bahasanya kadang berbelit-belit. Tiap baca modul MPKT, saya bawaannya pengin emosi. Lagi pula selain panjang, materinya juga membingungkan.
Selain isi materi yang kurang susbtantif, sistem pelaksanaan perkuliahan di MPKT juga nggak jelas. Mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok diskusi bernama FG (Focus Group). Pada setiap pertemuan, setiap FG wajib mendiskusikan materi di modul, membuat notula diskusi, dan mengerjakan tugas.
Di kelas saya, sistemnya memang seperti itu. Nah, di kelas-kelas lain, ada yang lebih ribet lagi. Mahasiswa dari berbagai FG disatukan lagi ke dalam beberapa kelompok yang lebih besar. Kelompok ini disebut HG (Home Group).
Setelah berdiskusi di FG-nya masing-masing, setiap mahasiswa akan berkumpul dengan HG-nya, lalu saling bertukar catatan. Mereka kemudian bubar dan bakal balik ke FG-nya lagi. Jadi, notula akhir yang dihasilkan adalah gabungan dari diskusi bersama FG dan HG.
Sistem ini ribet sekali. Untung saja, dosen saya berbaik hati dengan menghapuskan sistem HG. Alhasil di kelas saya, cuma ada FG yang sebenarnya sama saja dengan kelompok biasa. Diskusi pun hanya dilakukan satu kali.
Tugas MPKT di UI
Biasanya, tugas MPKT berbentuk esai kelompok ataupun esai mandiri yang berisi refleksi kelompok atau individu terhadap materi yang sedang dibahas di kelas. Saya memang suka menulis. Tapi masalahnya, kalau disuruh menulis esai sepanjang 1000 kata tentang materi yang saya sebenarnya juga nggak paham lagi ngomongin apa, ya keder juga. Apa lagi seperti tugas ilmiah mata kuliah lain, esai itu harus mengutip referensi eksternal. Kadang saya bingung mau mengutip dari jurnal mana, soalnya materinya memang ngawang banget.
Untuk penilaian tengah semester, kami ditugaskan membuat buklet berisi gabungan semua materi yang telah dipelajari sejauh ini. Buklet ini berbentuk “buku” kecil seperti slides PPT yang boleh diedit sesuka hati. Aduh, ribet banget. Apa lagi saya nggak bisa ngedit.
Jadi mata kuliah wajib
MPKT ini merupakan mata kuliah wajib universitas. Artinya, semua mahasiswa di semua fakultas di UI akan mendapat mata kuliah MPKT. Hal ini, dalam beberapa kasus, bikin ribet.
Seharusnya, semua kelas mata kuliah wajib, termasuk MPKT, sudah ditentukan oleh pihak administrator mahasiswa. Tiap awal semeseter, mahasiswa harus mengecek sendiri daftar kelas wajibnya di sebuah situs khusus oleh administrator. Di situs tersebut, akan tertulis kelas apa, lalu mahasiswa bisa memeriksa sendiri detailnya di SIAK-NG, semacam situs yang berisi sistem informasi akademik mahasiswa (kelas tersebut dilaksanakan hari apa, jam berapa, di gedung apa dan ruangan apa, dosennya siapa, dan sebagainya).
Di SIAK-NG, mahasiswa wajib mendaftar di kelasnya masing-masing sesuai yang sudah ditentukan oleh pihak administrator sebelumnya. Nah, beberapa teman sefakultas saya mengalami kendala saat hendak mendaftar di SIAK-NG. Entah apa alasannya, kuota kelas yang seharusnya mereka masuki sudah penuh. Jadinya, mereka terpaksa mengambil kelas MPKT selain yang sudah ditentukan oleh pihak administrator. Bahkan, ada yang sampai menyebrang ke fakultas lain, mengikuti kelas MPKT bersama anak-anak fakultas lain.
Nggak hanya itu, jadwal kuliah MPKT (dua kali seminggu) juga beragam di UI. Di fakultas saya, misalnya, ada yang jadwalnya Senin dan Rabu, tetapi ada juga yang jadwalnya Rabu dan Jumat. Ini lumayan menyusahkan kami kalau kami mau bikin jadwal nongkrong. Kadang, ada teman yang nggak bisa ikut karena bentrok dengan jadwal MPKT-nya. Itu belum termasuk yang MPKT-nya di fakultas lain. Pasti jadwalnya beda sendiri lagi.
Kisah-kisah gila berhadapan dengan MPKT
Kisah-kisah “gila” teman-teman di UI mengenai MPKT memang nggak ada habisnya. Teman saya yang lain, misalnya, harus mengambil mata kuliah ini lagi tahun ini. Tahun lalu, dia sudah sempat kuliah di jurusan lain, tetapi tahun ini dia pindah. Tahun lalu, bobot MPKT masih 5 SKS. Karena sekarang bobotnya jadi 6 SKS (entah itu ide siapa), teman saya terpaksa mengulang mata kuliah ini demi kelancaran administrasi.
Salah satu hal lucu di MPKT adalah adanya formulir penilaian antarteman. Tiap dua minggu, kami diwajibkan memberi skor pada teman-teman sekelompok kami tergantung kinerjanya. Ini lumayan seru, soalnya anak-anak yang nggak kerja bisa diberi nilai jelek supaya adil ke semuanya.
Kata mahasiswa UI, kunci mendapat nilai bagus pada mata kuliah MPKT hanya dua: punya kelompok yang bisa diajak kerja sama dan punya dosen yang ngajarnya enak. Kalau kelompok nggak bisa diajak kerja sama, tugas jadi berat. Kalau dosennya nggak enak, juga berat.
Saya cukup beruntung punya dosen MPKT yang baik. Dosen saya ini sendiri yang bilang bahwa MPKT adalah mata kuliah nggak jelas. Bahkan, dosen saya bilang bahwa nggak hanya mahasiswa yang merasa berat, beliau sendiri juga berat menjalankannya.
Dosen saya juga sering mengadakan kelas secara daring atau bahkan meliburkan kelas. Nggak adanya HG di kelas saya merupakan contoh nyata bahwa dosen saya ini menyukai kesederhanaan dan membenci segala hal yang ribet. Dosen ini otomatis menjadi salah satu dosen kesukaan saya pada semester ini.
Akan tetapi, keduanya bersifat untung-untungan. Ada teman saya yang mendapat dosen yang marah-marah mulu, misalnya. Selain itu, latar belakang dosen MPKT di UI ini benar-benar acakadut. Ada yang dari Fakultas Ekonomi, bahkan Fakultas Kedokteran, seolah-olah nggak ada perencanaan atau tim khusus pengajar MPKT. Saya rasa, satu-satunya cara untuk “aman” di MPKT adalah memanjatkan doa sesering mungkin.
Memang menyebalkan
Intinya, MPKT adalah mata kuliah yang nyebelin. Saya dan teman-teman saya setiap hari mengeluh gara-gara MPKT. Andai nggak ada MPKT, saya yakin kehidupan saya di UI sudah makmur dan sejahtera.
Masalahnya, bobot mata kuliah ini 6 SKS. Setara skripsi. Kalau dapat nilai yang kurang memuaskan, dampaknya terasa sekali. Indeks A- berpotensi sekali melukai IP (Indeks Prestasi). Jadi, nggak ada pilihan lain selain menjalani MPKT ini walaupun sambil mengelus dada dan mengingat Tuhan.
Penulis: Dinar Maharani Hasnadi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.